Langkah Terbaru Sejumlah Platform Media Sosial Melawan Hoaks

YouTube, Facebook, hingga Twitter terus berinovasi menciptakan sejumlah fitur untuk meredam penyebaran hoaks di media sosial.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 03 Des 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 09:00 WIB
Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial. (sumber: Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - YouTube, Facebook, hingga Twitter terus berupaya meredam penyebaran hoaks di media sosial. Masing-masing platform tersebut punya cara masing-masing untuk melindungi penggunannya dari hoaks.

YouTube misalnya, baru-baru ini mengumumkan akan meluncurkan panel cek fakta di Indonesia untuk mencegah penyebaran misinformasi dan hoaks dalam konten berita. Panel informasi cek fakta ini sebelumnya telah tersedia di Brasil, India, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.

"Ini adalah sebagai salah satu wujud dari komitmen YouTube untuk meningkatkan pengalaman mendapatkan berita, melawan misinformasi dan disinformasi di platform," kata YouTube Indonesia seperti dilansir dari Antara, Selasa 1 Desember 2020.

"Panel informasi cek fakta diharapkan dapat memberikan konteks yang mendampingi konten di platform untuk membantu pengguna membuat penilaian yang lebih cerdas," tambah YouTube Indonesia.

YouTube mencatat, bahwa semakin banyak orang datang ke YouTube untuk mendapatkan berita dan informasi. Termasuk mendapatkan kabar terbaru uatu pemilihan umum dan peristiwa terkini.

Lebih lanjut, waktu menonton konten seputar berita otoritatif meningkat lebih dari 75 persen selama tiga bulan pertama tahun 2020 di seluruh dunia.

Dalam beberapa hari mendatang, panel cek fakta ini akan tersedia di Indonesia, membantu mengatasi misinformasi dan hoaks. Nantinya, panel informasi cek fakta YouTube akan memberikan informasi dari pihak ketiga, tentunya dari hasil penelusuran.

"Sehingga penonton kami dapat membuat keputusan cerdas mereka sendiri tentang klaim yang dibuat dalam berita," ucap YouTube Indonesia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Gunakan Kecerdasan Buatan

Ilustrasi Facebook
Facebook (JUSTIN SULLIVAN / AFP)

Platform media sosial, Facebook akan menggunakan kecerdasaan buatan untuk menindak konten berbahaya dan melanggar ketentuan. Di antaranya konten yang berisi ujaran kebencian dan hoaks.

Manajer Produk Facebook Ryan Barnes mengatakan, langkah ini diambil untuk memprioritaskan konten yang dilaporkan, dan prioritas ini penting untuk membantu lebih dari 15.000 peninjau.

"Kami telah beralih dari hanya meninjau hal-hal secara kronologis menjadi menggunakan AI untuk membantu kami memprioritaskan apa yang kami ulas. Kami telah melihat tingkat keparahan yang telah menjadi faktor dalam prioritas kami, tetapi sekarang kami memiliki faktor lain seperti viralitas, keparahan dan kemungkinan pelanggaran," kata Barnes seperti dilansir dari indiatimes.com, Rabu 18 November 2020.

Barnes yakin dengan kecerdasan buatan dapat menindaklanjuti laporan lebih cepat. Menurut Barnes, lebih dari 95 persen konten semacam itu terlihat oleh teknologi perusahaan sebelum ada yang melaporkannya ke Facebook.

"Kami menyadari ini adalah masalah penting, dan kami sebenarnya berpikir bahwa teknologi AI dapat membantu dalam hal bagaimana kami menentukan apakah suatu konten memerlukan moderasi manusia, tergantung pada seberapa viral konten tersebut atau seberapa parah konten tersebut atau kemungkinan pelanggarannya," ucap Barnes.

 

Peringatan dari Twitter

Aplikasi Twitter
Aplikasi Twitter. Ilustrasi: Dailydot.com

Sebelum pemilihan presiden AS 2020, Twitter telah menghadirkan peringatan, jika ada pengguna yang mencoba me-Retweet sebuah cuitan berpotensi informasi menyesatkan.

Kini Twitter berupaya memperluas fungsi peringatan tersebut. Nantinya, peringatan serupa juga akan muncul ketika pengguna mencoba menyukai cuitan yang telah diberi label "menyesatkan". Demikian diinformasikan oleh pihak Twitter.

Mengutip laporan The Verge, Selasa 24 November 2020, fungsi tersebut akan mulai digulirkan di Twitter versi web dan iOS secara global mulai pekan ini. Fungsi serupa di Android akan dirilis dalam beberapa pekan ke depan.

"Menambahkan peringatan menurunkan kutipan cuitan informasi menyesatkan hingga 29 persen," kata Twitter.

Dengan penerapan peringatan ini sebelum pengguna menyukai sebuah cuitan menyesatkan, Twitter tampaknya berharap peredaran informasi menyesatkan di platformnya akan menurun.

Peringatan sebelum pengguna me-Retweet dan memberi like pada twit dengan label tertentu bukan satu-satunya batasan yang diberlakukan oleh Twitter untuk mengurangi informasi menyesatkan.

Pasalnya, kini ketika pengguna mencoba untuk membagikan Retweet, Twitter akan membuat kutipan tweet alih-alih langsung Retweet.

Dengan fungsi ini, pengguna tak perlu menulis apa pun dan masih bisa mengunggah cuitan standar dengan menekan tombol Retweet.

Twitter sebelumnya menyebutkan, upaya di atas akan dilakukan setidaknya hingga akhir minggu pemilihan di AS. Namun, hingga tiga minggu sejak Hari Pemilu, Twitter masih melakukan pembatasan atas Retweet.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya