Cek Fakta: Hoaks Kasus Positif Covid-19 Melonjak Gara-Gara Tes PCR, Simak Kebenarannya

Netizen mengklaim kalau tes Polymerase Chain Reaction ( PCR ), rapid, hinga swab menjadi penyebab banyaknya kasus virus covid-19 di Indonesia.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 11 Feb 2021, 09:39 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 14:00 WIB
Klaim Kasus Positif Covid-19 Melonjak Gara-Gara Tes PCR
Klaim Kasus Positif Covid-19 Melonjak Gara-Gara Tes PCR. (Facebook)

Liputan6.com, Jakarta - Pengguna Facebook atas nama Bii mengklaim kalau tes Polymerase Chain Reaction ( PCR ), rapid, hingga swab menjadi penyebab banyaknya kasus virus covid-19 di Indonesia.

Bii mengunggah klaim tes PCR menjadi penyebab utama banyaknya angka positif covid-19 pada 23 Januari 2021. Begini narasi yang dia buat:

"Yang bikin banyak positif bukan acara pernikahannya, tapi testnya.

Coba seandainya kagak usah test2an, rapid, swab, dll.

Mereka akan hidup damai sentosa tanpa ada apa-apa. 😁"

Dia juga mengunggah sebuah tangkapan layar berupa artikel dengan judul: "Duh, Usai Gelar Acara Pernikahan, 21 Warga Klungkung Positif Covid-19".

Lalu, benarkah klaim tes PCR, swab, dan rapid menjadi penyebab utama banyaknya kasus positif covid-19 di Indonesia? Simak penelusurannya di halaman berikut.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Penelusuran Fakta

CEK FAKTA Liputan6
CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Untuk membuktikan klaim tersebut, Cek Fakta Liputan6.com menghubungi dr. Muhamad Fajri Adda'i, yang merupakan dokter relawan covid-19 dan edukator kesehatan.

"Kalau menurut saya, ini kesalahan mindset. Alat tes itu kemampuannya untuk mendeteksi, bukan sebaliknya karena dia dikasih virus sama alat tersebut. Ya tidak begitu," katanya melalui WhatsApp, Rabu (10/2/2021).

"Misalnya gini, seseorang mempunyai penyakit, ya dicek pakai alat supaya tidak menularkan. Ini pemikiran golongan tertentu yang tidak percaya virus covid-19 nyata dan ujungnya termakan hoaks," ucap dr Fajri menambahkan.

Lebih lanjut, dr Fajri menambahkan, tes PCR, rapid, dan swab ini menghidupkan ekonomi masyarakat. Dia berharap, masyarakat tidak termakan isu itu.

"Sekarang mikirnya begini, kalau tidak dites, terus angkanya (kasus positif covid-19) semakin meningkat, berarti tidak ada acara dan ekonomi tutup. Nanti malah banyak pengangguran."

"Ini ada kesalahpahaman. Dites itu untuk containment (membendung), minimal karantina 14 hari supaya tidak menyebar. Ini kesalahpahaman yang sangat mendasar," ucapnya menegaskan.

Cek Fakta Liputan6.com juga mendapatkan penjelasan dari Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., Apt tentang rapid test. Begini penjelasannya:

"Rapid Test hanya mengidentifikasi dari keberadaan antibodi, di mana jika terjadi peningkatan antibodi, maka hasil test bisa reaktif. Antibodi sendiri adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh sistem imun secara spesifik terhadap antigen tertentu. Misalnya, terjadi infeksi virus SARSCoV-2, maka akan terbentuk antibodi terhadap virus SARS-CoV2 atau corona. Masalahnya, alat tersebut apakah cukup spesifik dalam mendeteksi antibodi terhadap virus SARS-CoV2.

Jika tidak cukup spesifik, maka jika ada antibodi terhadap virus yang lain seperti flu. Bisa jadi Rapid test itu menunjukkan hasil reaktif juga, yang berarti false positif, atau positif yang palsu thd virus corona. Sementara kita tahu bahwa alat Rapid test itu banyak ragamnya dan kualitasnya.

Sebaliknya, bisa terjadi negatif palsu jika test dilakukan pada saat antibodi belum terbentuk, sementara sebetulnya orang itu terinfeksi virus corona. Hal ini terjadi karena untuk membentuk antibodi dibutuhkan waktu, bisa sekitar 7 hari untuk mencapai jumlah yang bisa terdeteksi. Kalau seperti ini bisa terlihat hasil non-reaktif, makanya biasanya harus diulang lagi utk memastikan. Namun, yang paling akurat memang langsung dilakukan swab test."

 

 

Kesimpulan

banner Hoax
banner Hoax (Liputan6.com/Abdillah)

Klaim tes PCR, swab, dan rapid menjadi penyebab utama banyaknya kasus positif covid-19 di Indonesia merupakan informasi hoaks.

Faktanya, tes PCR, swab dan rapid digunakan untuk mendeteksi seseorang terjangkit covid-19 atau tidak. Alat itu juga tidak diisi oleh virus covid-19.

 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya