Cek Fakta: Tidak Benar Vaksin Covid-19 Berbahaya Akibat Fenomena ADE

Beredar di media sosial dan aplikasi percakapan video terkait potensi bahaya ADE pada vaksin covid-19. Video itu disebarkan sejak beberapa waktu lalu.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 23 Sep 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2021, 16:00 WIB
Cek fakta vaksin covid-19 ADE
Cek fakta vaksin covid-19 berbahaya karena munculnya fenomena ADE.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial dan aplikasi percakapan video terkait potensi bahaya antibody-dependend enhacement (ADE) pada vaksin covid-19. Video itu disebarkan sejak beberapa waktu lalu.

Dalam video yang beredar terdapat penjelasan dari Chairil Anwar Nidom. Dia menyebut vaksin akan semakin ganas menyerang tubuh manusia setelah terkena antibodi, hal ini karena terdapat potensi ADE.

Dalam video juga terdapat narasi "Gimana nasib saudara kami yg udah divaksinasi? ternyata vaksinasi berisiko tinggi"

Lalu benarkah video yang menyebut vaksin covid-19 berbahaya karena adanya potensi ADE?

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penelusuran Fakta

CEK FAKTA Liputan6
CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri dan menemukan artikel berjudul "Ketua Tim Riset Uji Klinis Sebut Tidak Ada Fenomena ADE di Kandidat Vaksin COVID-19" yang tayang 21 Oktober 2020. Berikut isi artikelnya:

"Liputan6.com, Jakarta- Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Sinovac, Kusnandi Rusmil mengatakan bahwa tidak ada fenomena ADE atau antibody-dependend enhacement dalam vaksin COVID-19.

"Pada virus ini sudah dicoba, tidak terjadi ADE," kata Kusnandi dalam dialog yang disiarkan YouTube ForumMerdekaBarat 9 pada Rabu (21/10/2020).

ADE adalah fenomena reaksi ketika pemberian antibodi (berupa vaksin atau lainnya) menjadi tidak efektif dan malah memperkuat infeksi sehingga muncul suatu kejadian imunopatologis berat.

Kusnandi menerangkan fenomena ADE terjadi bila sebuah kuman atau virus memiliki antigen lebih dari satu. Virus penyebab COVID-19, kata Kusnandi, hanya memiliki satu antigen.

"Dan, ADE ini hanya terjadi di virus demam berdarah," tutur pria yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ini.

Kusnandi menuturkan bahwa uji klinik vaksin COVID-19 Sinovac yang dilakukan di beberapa negara lain tidak ditemukan fenomena ADE.

"Dari pengalaman uji klini di Brasil pada 9.000 subjek penelitian, Uni Emirat Arab 31.500 dan Indonesia 1.620 sampai sekarang belum terjadi ADE," tutur Kusnandi.

Perbincangan mengenai fenomena ADE sempat mencuat pada awal Oktober lalu. Lewat pernyataan tertulisnya, Kusnandi menuturkan umumnya reaksi ADE ini sudah bisa dilihat sejak pengembangan vaksin di uji preklinis pada hewan.

“Vaksin SARS-CoV-2 dari Sinovac pada publikasinya di Science sudah menyebutkan bahwa pada uji preklinisnya tidak menemukan kejadian ADE pada hewan yang sudah divaksinasi. Bahkan hewan yang sudah divaksinasi ini mampu bertahan setelah dipaparkan dengan virus SARS- CoV-2," kata Kusnandi."

Selain itu Cek Fakta Liputan6.com juga menemukan penjelasan dari Kementerian Kesehatan RI dalam artikel berjudul "Fenomena ADE ada pada Dengue, Tidak pada Kandidat Vaksin COVID-19" yang tayang 20 Januari 2021 di website sehatnegeriku.kemkes.go.id. Berikut isinya:

"Jakarta -Saat ini imunisasi merupakan upaya intervensi yang paling ditunggu-tunggu oleh dunia untuk menanggulangi pandemi COVID-19. Namun di tengah-tengah upaya tersebut muncul fenomena Antibody- Dependent Enhancement (Ade) pada kandidat vaksi COVID-19 namun sebenarnya baru ada pada dengue.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid mengatakan ADE merupakan reaksi yang memperkuat infeksi saat tubuh membentuk antibodi non-netralisasi baik akibat dari pemberian vaksin atau infeksi alami. Padahal sesungguhnya ADE baru terlihat pada infeksi dengue.

“Fenomena ADE sejauh ini terlihat pada infeksi dengue, ” tegas drg. Vensya.

Keberadaan fenomena ADE pada kasus MERS, SARS, Ebola, dan HIV hanya ditemukan in silico (simulasi komputer) dan in vitro (percobaan di cawan petri laboratorium) dan tidak menggambarkan fenomena pada manusia.

Sinovac pada publikasinya terkait vaksin SARS-CoV-2 menyebut uji preklinis tidak menemukan kejadian ADE pada hewan yang sudah divaksinasi.

“Bahkan hewan yang sudah divaksinasi ini mampu bertahan setelah dipaparkan dengan virus SARS-CoV-2,” tambah drg. Vensya.

Saat ini sudah lebih dari 140 calon vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan sebagian di antaranya sudah pada tahap uji klinis pada manusia, dan hingga saat ini belum ada laporan terjadinya ADE, namun kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan.

Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM"

Cek Fakta Liputan6.com juga menemukan artikel berjudul "Satgas Covid-19: Pesan Berantai Bahaya Vaksin terhadap Respons Imun, Hoaks" yang tayang di Merdeka.com pada 8 Maret 2021. Berikut isinya:

"Merdeka.com - Satgas Penanganan Covid-19 menegaskan bahwa pesan berantai di whatsapp yang berupa video dengan narasi 'Potensi bahaya vaksin Covid-19' merupakan konten yang menyesatkan.

Dalam pesan berantai itu, disebutkan bahwa efek samping vaksinasi Covid-19 yakni munculnya fenomena ADE atau Antibody-dependent Enhancement.Satgas penanganan Covid-19 memastikan hingga saat ini belum ada bukti terjadinya ADE.

"Konten yang menyesatkan. Video tentang respon imun ADE, berdasarkan hasil penelitian hingga saat ini tidak ditemukan karena penyakit virus corona pada manusia tidak memiliki atribut klinis, epidemiologis, biologis, atau patologis dari penyakit ADE," dikutip dari keterangan resmi Satgas Covid-19, Senin (8/3).

Dalam keterangan Satgas tersebut, terdapat beberapa referensi penjelasan fenomena ADE terhadap vaksinasi Covid-19. Yang pertama yakni dari jurnal PubMed.gov yang diterbitkan oleh Oxford University Press untuk Infectious Diseases Society of America tahun 2020.

“Mungkinkah vaksin COVID-19 membuat manusia peka terhadap infeksi terobosan yang bergantung pada antibodi (ADE)? Ini tidak mungkin karena penyakit virus corona pada manusia tidak memiliki atribut klinis, epidemiologis, biologis, atau patologis dari penyakit ADE yang dicontohkan oleh virus dengue (DENV). Berbeda dengan DENV, SARS dan MERS CoVs terutama menginfeksi epitel pernapasan, bukan makrofag. Selain itu, Satgas juga memaparkan penjelasan lainnya berdasarkan Children’s Hospital of Philadelphia (CHOP).

"Baik penyakit Covid-19 maupun vaksin Covid-19 baru tidak menunjukkan bukti penyebab ADE. Orang yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, kemungkinan tidak mengembangkan ADE setelah terpapar berulang Ini juga berlaku untuk virus Corona lainnya".

Selain itu, CHOP juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian vaksin di laboratorium dengan hewan maupun uji klinis pada manusia, bukti adanya ADE belum ditemukan.

Diketahui, pesan berantai tersebut sebelumnya juga sudah pernah beredar dan Satgas juga sudah mengklarifikasi narasi yang menyesatkan ini. Pada 6 Oktober 2020, Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito menyatakan, berdasarkan hasil penelitian para ahli, fenomena ADE tidak ditemukan di manusia.

"Fenomena ADE di SARS-CoV-2 sudah diselidiki sejak percobaan pra- klinis dan dinyatakan aman dan baik. Namun karena adanya perbedaan antara hewan percobaan dan manusia, tentu risiko ADE pada manusia juga harus diinvestigasi," sebut Wiku.

Wiku mengatakan fenomena ADE hanya terlihat pada penyakit dengue dan sejenisnya.

"Terkait dengan efek samping ADE, sejauh ini hanya terlihat pada penyakit dengue dan sejenisnya dan tidak pada virus lain. Fenomena ADE terlihat pada MERS, SARS, Ebola, HIV, semata-mata ditemukan in silico dan in vitro dan tidak menggambarkan fenomena di manusia," lanjut Wiku.

Selain itu, pada 12 Oktober 2020, Guru Besar Fakultas Kedokteran & Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjajaran, Kusnandi Rusmil juga mengklarifikasi isu tersebut.

“Hingga saat ini belum ada bukti terjadinya ADE (pada kandidat vaksin Covid-19). Kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan," tegasnya.

Sumber:

https://www.liputan6.com/health/read/4388341/ketua-tim-riset-uji-klinis- sebut-tidak-ada-fenomena-ade-di-kandidat-vaksin-covid-19? source=search

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20201102/4135866/fenom ena-ade-ada-dengue-tidak-kandidat-vaksin-covid-19/

https://www.merdeka.com/peristiwa/satgas-covid-19-pesan-berantai- bahaya-vaksin-terhadap-respons-imun-hoaks.html

https://covid19.go.id/masyarakat-umum/fenomena-ade-tidak-ditemukan- pada-kandidat-vaksin-covid19

Kesimpulan

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Video yang menyebut vaksin covid-19 berbahaya karena adanya potensi ADE adalah tidak benar.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya