Peserta Pemilu Belum Serius Perangi Hoaks dan Ujaran Kebencian

Peneliti Perludem, Amalia Salabi, menilai peran para peserta pemilu dalam memerangi hoaks dan ujaran kebencian belum terlihat di Pemilu 2024 ini.

oleh Rida Rasidi diperbarui 30 Okt 2023, 16:55 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2023, 09:00 WIB
Banner Infografis Geger Akun Penyebar Hoaks di YouTube. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Geger Akun Penyebar Hoaks di YouTube. (Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Jakarta- Peserta Pemilu 2024, seperti partai politik (parpol), capres-cawapres, maupun calon legislatif (caleg) perlu berpartisipasi dalam memerangi hoaks maupun ujaran kebencian yang beredar di tengah masyarakat.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Amalia Salabi mengatakan, peran peserta pemilu dalam memerangi hoaks dan ujaran kebencian,  saat ini belum terlihat. Padahal saat ini hoaks seputar politik sudah beredar menjelang pesta demokrasi tersebut. 

“Peran mereka belum terlihat, tetapi setiap pasangan calon dalam kampanye-kampanye mengajak untuk berkampanye dengan bersih," dalam acara Virtual Class Liputan6.com bertajuk “Pahami Aturan Main Pemilu Agar Gen-Z Kebal Hoaks” yang digelar secara daring pada Jumat (27/10).

Menurutnya, setiap pasangan calon presiden dalam kampanyenya perlu mengajak untuk berkampanye dengan bersih, yakni tidak menyebar hoaks dan ujaran kebencian berbasis identitas.

Amalia menjelaskan, hoaks dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024 telah banyak beredar di media sosial, berdasarkan analisa Perludem telah ditemukan 420 hoaks dalam platform TikTok dan Snack Video. Data yang diperlukan dalam analisis tersebut diperoleh dari Mafindo dan hasil pemantauan Perludem sendiri.

Sebanyak 83,13% dari hasil analisis tersebut adalah hoaks seputar kontestasi Pilpres. Mayoritas hoaksnya adalah berbentuk video dengan persentase 76,6 persen, dan 16,2 persennya adalah hoaks yang mengambil atau mengedit tangkapan layar berita dari suatu media dengan judul yang diubah sesuka hati.

“Hoaks seperti ini paling banyak ditemukan di Youtube dengan persentase 41,9%, lalu disusul dengan platform digital lainnya, seperti Facebook, Twitter, TikTok, hingga Snack Video,” tambah Amalia.

Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa hoaks jenis ini tidak hanya beredar dengan narasi negatif, tetapi juga dengan narasi positif yang dibuat-buat dan tidak pernah terjadi.

“Ya, tidak hanya beredar dengan narasi negatif, tetapi juga narasi positif. Misalnya, ada hoaks dengan narasi ‘Calon C mendapatkan penghargaan sebagai Kepala Daerah terbaik di Indonesia’, padahal sebenarnya calon yang disebutkan itu tidak pernah mendapatkan penghargaan yang seperti itu,” jelasnya.

Kampanye Ilegal dan Ancaman Hoaks

Dalam penjelasannya, Amalia juga menyebutkan, para peserta pemilu selalu menampilkan sisi terbaik dari diri mereka. Namun, permasalahan muncul dalam kampanye ilegal atau kampanye “bawah tanah” yang sering kali dilakukan dengan cara-cara ilegal, seperti keterlibatan pasukan siber, akun-akun anonim, hingga bot yang menyebarkan disinformasi dan ujaran kebencian.

“Dalam kampanye formal, memang pastinya keluar yang baik-baik. Sedangkan, yang kampanye di bawah tanah ini yang biasanya dilakukan dengan cara-cara ilegal. Yang melibatkan pasukan siber, akun-akun anonim, dan bot yang menyebarkan disinformasi dan ujaran kebencian,” ujarnya.

Bahkan, ia menambahkan, dalam kampanye ilegal ini banyak yang menargetkan kelompok-kelompok marginal, seperti perempuan, transgender, disabilitas mental, dan lainnya.

Masyarakat Indonesia, khususnya para pegiat cek fakta, sangat menantikan langkah konkret dari para peserta pemilu untuk aktif dalam memerangi hoaks dan ujaran kebencian. Dalam upaya bersama, diharapkan proses pemilu yang damai dapat membawa Indonesia menuju masa depan lebih demokratis.

 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya