Karena Tradisi, Pria Ini Harus Nikahi Bibi dan Anaknya

Seorang petani yang tinggal di kaki bukit di Banglades telah menjalani 45 tahun hidupnya dengan “bahagia”.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Sep 2016, 10:30 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 10:30 WIB
Dalbot, Pria yang Nikahi Bibi dan Anaknya Sekaligus
Dalbot, Pria yang Nikahi Bibi dan Anaknya Sekaligus

Liputan6.com, Jakarta Seorang petani yang tinggal di kaki bukit di Bangladesh telah menjalani 45 tahun hidupnya dengan “bahagia”. Shailesh Dalbot, namanya, telah menghabiskan 45 tahun terakhir hidupnya dengan menikahi dua perempuan yang masih saudara dekatnya. Dalbot menikahi bibi dan anaknya sekaligus.

Mereka melakukan pernikahan inses karena dalam budaya mereka diwajibkan jika seorang istri ditinggal suaminya, maka ia harus menikah lagi dengan laki-laki yang masih satu keluarga.

Dalbot adalah laki-laki terakhir dalam keluarganya. Karena itu, ia yang waktu itu masih berusia 15 tahun dipaksa menikahi bibinya, Shormi Nokrek. Untuk mencegah perselingkuhan, Nokrek menawarkan Jelita, anaknya yang saat itu masih berusia 7 tahun untuk menjadi istrinya. Sampai hari ini mereka masih tetap bersama-sama dan telah dikaruniai empat anak.

Dalbot yang kini berusia 60 tahun menjalani kehidupan keluarga secara biasa saja. Layaknya keluarga lain, mereka hidup secara harmonis di kaki bukit yang damai.

Kepada wartawan Dalbot mengatakan, “Saya sebenarnya mempunyai dua paman, tapi keduanya saat itu sudah menikah, jadi aku tak punya pilihan”.

Uniknya, Dalbot menikahi dua perempuan tersebut pada hari yang sama.

"Di sini kami sudah terbiasa dengan tradisi ini. Saya tak merasa aneh atau apa, itu normal bagi kami," katanya.

Dalbot dan Nokrek hanya menjalani kehidupan keluarga selama sepuluh tahun sebelum istri dan sekaligus bibinya meninggal pada 1971. Mereka tak pernah memiliki anak.

Selanjutnya

Dalbot, Pria yang Nikahi Bibi dan Anaknya Sekaligus
Dalbot, Pria yang Nikahi Bibi dan Anaknya Sekaligus

Sedangkan dengan Jelita, meskipun telah sah menjadi istrinya, ia harus bersabar untuk bisa berhubungan seksual. Ia harus menunggu gadis kecil itu berusia 17 tahun.

Jelita yang kini berusia 52 tahun bercerita, mengenai perkawinannya ia tak begitu ingat karena saat itu ia masih bocah. Ia mengaku tak tahu apa sebenarnya yang terjadi.

“Aku merasa baik-baik saja. Aku tahu dia adalah orang baik dan kami harus mematuhi tradisi yang ada. Aku sudah sangat senang dengan suamiku, “ katanya.

Dia menambahkan, aku tidak berbagi suami dengan ibuku. Dia tak tidur dengan ibuku ketika dia bersama saya. Kami tidak punya pilihan.

Berbeda dengan peradaban suku-suku lain, perempuan Suku Mandi memilih suami mereka sendiri. Karena menganut sistem matriarki, perempuan lebih mendominasi dalam keluarga. Pria Suku Mandi sering menikahi ibu dan anaknya sekaligus untuk menjaga agar properti keluarga tak jatuh ke tangan orang lain.

Namun tradisi ini pelan-pelan berubah. Selain peran masuknya agama di wilayah ini, anak-anak muda yang berpendidikan juga menolak tradisi unik ini. Anak-anak muda ingin menikah dengan cinta sejatinya.

Menurut Dalbot, tradisi ini sekarang sudah usang. Mungkin Dalbot dan Jelita adalah generasi terakhir yang masih memegang teguh tradisi yang mungkin tak ada duanya di dunia ini.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya