Eka Kurniawan, Novelis Dunia yang Menulis Tanpa Rencana

Penulis Indonesia pertama dengan nominasi penghargaan literatur International Prize 2016, Eka Kurniawan, berbagi pengalaman penulisan.

oleh Mulyono Sri Hutomo diperbarui 02 Nov 2016, 08:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2016, 08:00 WIB
Eka Kurniawan, Penulis Tanpa Rencana
Eka Kurinawan (ketiga dari kiri) seusai sesi Writing Inspirations from Eka Kurniawan

Liputan6.com, Jakarta Eka Kurniawan mencatatkan namanya sebagai novelis Indonesia pertama yang karyanya masuk dalam nominasi penghargaan literatur bergengsi Man Booker International Prize 2016. Bagi pegiat sastra tulis, Man Booker sering disebut penghargaan prestisius terhadap karya sastra yang posisinya satu tingkat di bawah penghargaan Nobel Sastra. Novel Lelaki Harimau atau Man Tiger membuat Eka Kurniawan mengukirkan sejarah literasi Indonesia di kancah dunia.

Karya pria kelahiran Tasikmalaya tahun 1975 ini bersanding bersama penulis novel dunia, seperti Orhan Pamuk, Kezaburo Oe, dan Marie NDiaye. Ditemui Liputan6.com di pusat kebudayaan Amerika Serikat @america, Pacific Place, SCBD, Jakarta, Eka Kurniawan bercerita tentang bagaimana ia menyelesaikan novel Lelaki Harimau dan arti menulis untuk dirinya.

Apa arti menulis bagi Anda?

Mencatat dan berbagi gagasan. Bagi saya itu dua hal yang paling penting.

Apakah ada waktu khusus untuk menulis?

Saya tidak terlalu disiplin waktu untuk menulis, cenderung tanpa rencana. Namun bila sedang fokus menulis novel, misalnya, saya bisa berjam-jam menghabiskan waktu untuk itu.

Anda cenderung menghindari media sosial. Apakah ada maksud khusus dengan hal ini?

Dibilang menghindari, nggak terlalu menghindari. Ya, kadang-kadang mencari informasi di social media. Tapi aku mengalokasikan waktu lebih ke hal yang lain, seperti membaca buku atau mengasuh anak dibanding aktivitas di social media.

Novel-novel Eka Kurniawan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Foto: Eka Kurniawan

Dari novel yang sudah Anda tulis, mulai dari Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), serta O (2016), novel apa yang paling berkesan?

Setiap karya punya cerita dan problemnya masing-masing. Tentunya setiap novel memiliki makna sendiri untuk saya.

Siapa sastrawan Indonesia yang 'mewarnai' tulisan-tulisan Eka Kurniawan?

Saya paling berkesan dengan karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Saya hampir membaca semua karya Pram dan Gadis Pantai menjadi novel favorit saya.

Apa pesan untuk penulis muda yang tengah merintis membuat novel atau karya sastra lain?

Saya rasa yang paling penting banyak membaca. Dan ketika memutuskan untuk menulis, perlu diingat bahwa menulis perlu komitmen. Harus diselesaikan.

Mengakhiri perbincangan, menceritakan novel yang tengah dipersiapkan untuk terbit. "Mudah-mudahan, awal tahun depan segera cetak," ia memungkasi.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya yang sedang populer: 16 Cara Membaca Pikiran Melalui Gerakan Mata Seseorang. Yuk, berbagi di Forum Liputan6.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya