KOLOM BAHASA: Bahasa Hukum dalam Media Massa

Infiltrasi bahasa hukum dalam media massa membuat istilah tersangka, terdakwa, dan terpidana dikenal luas.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 26 Nov 2016, 08:48 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2016, 08:48 WIB

Liputan6.com, Jakarta Laras bahasa jurnalistik yang digunakan media massa adalah ragam bahasa yang “semi-sastra” dengan kalimat efektif yang lugas, efektif, dan efisien. Bahasa jurnalistik tidak bertele-tele dalam menyampaikan maksudnya. Harapannya, begitu pembaca membaca sebuah kalimat jurnalistik, saat itu juga maksudnya dapat dipahami.

Ada suatu pameo yang berkembang di kalangan para pewarta. Janganlah menyiksa pembaca dengan bahasa yang ribet, begitulah kira-kira. Prinsip itu juga diterapkan kala menyunting suatu naskah. Tantangan para editor adalah membuat bahasa jurnalistik yang sederhana, tidak membuat pusing pembaca, dan efektif dalam penyampaian.

Hal itu juga berlaku ketika berhadapan dengan istilah-istilah hukum yang muncul di media massa. Misalnya ada istilah terduga, tersangka, dan tertuduh yang sebenarnya bersinonim, tapi menunjukkan status hukum orang yang diduga/disangkakan/dituduhkan melakukan kejahatan.

Dalam berita mengenai diperiksanya Gubernur DKI Jakarta petahana berkaitan dengan statusnya sebagai tersangka, patut dibedakan pula ada istilah terdakwa dan terpidana. Seorang tersangka belum tentu menjadi terpidana atau dinyatakan bersalah. Jika hakim menyatakan dia tak terbukti melakukan perbuatan yang disangkakan dan bebas, maka statusnya pun gugur demi hukum.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai perbedaan istilah ini, saya beberkan pengertian yang dimaksud berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 8 Tahun 1981.

Dalam mengusut suatu aduan, kepolisian akan melakukan penyelidikan, yakni menyelidiki, yang bertujuan untuk mencari adanya unsur pidana dalam tindakan yang disanksikan kepada yang bersangkutan.

Setelah unsur pidananya ditemukan, proses akan naik ke penyidikan, yakni menyidik. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik menurut undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi.

Jika sudah di tahap penyidikan, belum tentu tersangkanya ditetapkan. Namun di KPK, pada tahap penyidikan sudah harus ada tersangkanya.

1. Pelaporan

Seseorang disangka melakukan tindak pidana
--> disangka, diduga – menjadi tersangka, terduga.

Tersangka berarti seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.

2. Kepolisian

a. Bagi polisi --> menyelidiki (mencari bukti awal adanya tindakan pidana)

b. Kepala kepolisian menyidik (mencari barang bukti dan saksi-saksi untuk diserahkan ke jaksa)

3. Kejaksaan

a. Pembacaan surat dakwaan di awal sidang --> terdakwa

Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

b. Pemeriksaan keterlibatan (barang bukti, keterangan saksi)

--> tertuduh, bersinonim dengan pesakitan, terdakwa.

c. Pleidoi [pembelaan]

d. Pembacaan tuntutan jaksa terhadap tertuduh

4. Hakim

a. Memeriksa dan memutuskan

--> Terpidana, yakni seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

--> Terdakwa, jika menolak dan banding ke pengadilan tinggi atau kasasi.

Di pengadilan, hakim berhak memvonis. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan vonis, yakni putusan hakim (pada sidang pengadilan) yang berkaitan dengan persengketaan di antara pihak yang maju ke pengadilan; hukuman (pada perkara pidana).

Sederhananya dapat disimpulkan begini:

Polisi --> menyelidiki, menyidik

Jaksa --> mendakwa, menuduh

Hakim --> memutuskan, memvonis

Jadi, sudahkan Anda memahami perbedaan kosakata yang digunakan dalam setiap proses hukum yang bergulir pada orang yang disangkakan melakukan tindak perdana atau perdata?

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya