Kisah Nenek Penjual Ubi, Berjalan Jauh demi Beras 3 Liter

Demi sesuap nasi, nenek itu berjalan dari Nagreg hingga Sukajadi dan daerah-daerah lain hingga ubi jalar dagangannya habis.

oleh Karmin Winarta diperbarui 27 Mei 2017, 09:25 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2017, 09:25 WIB
Kisah Nenek Penjual Ubi, Berjalan Jauh demi Beras 3 Liter
Foto: Sinta Guslia

Liputan6.com, Jakarta Demi sesuap nasi, wanita tua itu berjalan setapak demi setapak dari Nagreg hingga Sukajadi dan daerah-daerah lainnya hingga ubi jalar yang dia bawa dalam karung dan kresek hitam habis terjual.

Nenek bernama Ema ini tak pernah mengenal waktu, saat menjajakan ubi jalar khas Sumedang yang manis dan enak itu. Sering kali perempuan itu berangkat di pagi buta dan pulang malam.

“Saya melakukan ini demi beras 3 liter," katanya kepada Firda, salah satu staf FO Rumah Yatim Cemara. Saat itu, sang nenek sedang menjajakan ubinya ke Rumah Yatim Cemara Bandung.

Ubinya dia hargai Rp 10.000 per kilogram (kg). Keuntungan yang dia dapat dari 1 kg itu hanya Rp 3.000. Sisanya dia berikan kepada pemilik ubi. Setiap hari dia bawa 10 kantong kresek masing-masing seberat 2 kg.

Dengan jarak tempuh yang cukup jauh dengan sisa tenaga di masa tuanya, ibu enam orang anak ini sangat luar biasa tak mengenal lelah. Saat dia datang ke Rumah Yatim, ubinya baru terjual empat kresek saja. Dia pun mencoba memberanikan diri menawarkannya ke Rumah Yatim yang saat itu disambut Nenden Nurahmi kepala Asrama dan Firda.

Melihat perjuangan si ibu, membuat Nenden merasa terharu, meski sudah tua dan langkahnya yang gontai akibat barang bawaan yang sedemikian banyak ibu itu tetap berjuang. Bahkan saat Nenden memberikan beras, teman nasi dan lainnya, dengan rasa terima kasih ibu itu mengungkapkan bahwa dia tak mengharapkan belas kasihan, tapi benar-benar berjualan semata.

Hatur nuhun neng, ieu meni seuer pisan. ibu terima tapi niat ibu bukan untuk meminta-minta, ibu mah kadie ngan jualan wungkul," papar ibu yang sering pulang jam 10 malam hingga jam 1 dini hari ini.

Nenden merasa terinspirasi olehnya. Di tengah impitan ekonomi yang kian hari, kebutuhan bahan pokok semakin mahal, ibu penjual ubi itu terus berusaha, memperjuangkan anak-anaknya bisa hidup dan makan. Dia tak memperdulikan dirinya yang sudah tua, yang sudah waktunya menikmati sisa usia dengan duduk santai di rumah.

Dia menyadari betul jika saat ini dia hanya duduk manis saja, bagaimana nasib putra-putrinya, siapa yang akan membantunya. Maka si ibu hanya mampu berusaha, berusaha dan terus berusaha sembari tak lupa berdoa kepada sang pemilik dirinya yang tak berdaya. “Hebat, saya bertemu seorang wanita yang tangguh,” papar Nenden.

Penulis:

Enuy Nuryati

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya