Liputan6.com, Jakarta Ribuan ton sampah tinggal di Bantar Gebang dan mungkin kamu tidak mau melihat apalagi mengunjunginya karena bau, banyak kuman, dan hal menjijikan lainnya. Namun seorang perempuan bernama Resa Boenard lahir pada tahun 1986 di Padang, Sumatera Barat telah tinggal di Bantar Gebang selama kurang lebih 20 tahun.
Baca Juga
Advertisement
Dari sejak daerah tersebut masih banyak sawah hingga menjadi gunung sampah, Resa tahu betul apa yang dialami dan dirasakan anak-anak Bantar Gebang. Resa Boenard yang sering dikatakan orang gila, karena dianggap bermimpi mewujudkan sesuatu yang tidak ada harapannya.
Mendirikan sanggar edukasi anak BGBJ (bijibiji) yang artinya Bantar Gebang Biji. Filosofinya anak-anak ini adalah biji yang nantinya bisa tumbuh di mana saja tempatnya, menjadi pohon yang kuat dan bermanfaat bagi orang lain. BGBJ mempunyai sekitar 30-70 anak didik yang berusia dari 3-24 tahun, namun kebanyakan dari anak-anak.
Tentu, Resa tidak sendiri dalam mengajar dan membangun BGBJ. Resa bekerja sama dengan para relawan dan yang harus diketahui, kebanyakan para relawan berasal dari luar negeri seperti Belanda, Jerman, Perancis, dan Australia. Kiranya sudah 200 bule selama setahun lebih yang keluar masuk membantu BGBJ. Resa pun tidak punya biaya banyak untuk mendaftarkan mereka les bahasa Inggris, apalagi membayar native speaker. Tapi, Resa berjanji akan membawa bule-bule itu untuk mengajar mereka langsung seperti bagaimana di tempat les mahal.
Bahkan ini lebih dari first class karena guru bule yang datang langsung ke tempat mereka. Tempat sanggar Resa mengajar tidak buruk sebagaimana tempat sampah. Bangunan sanggarnya yang kecil hampir mirip Green School di Bali, hanya saja tidak ada rerumputan. Dengan digantung bendera-bendera segitiga warna-warni, bangunan kayu, ditambah ada bule-bule yang bekerja merapihkan sanggar. Jangan anggap remeh lagi, sanggar ini juga ada hasil tangan dari orang Inggris dan Australia.
Apa yang dibuat Resa tidak serta merta berdiri begitu saja, seperti pada awalnya Resa pernah dianggap sebagai skismatik. Sekaligus Resa menyatakan bahwa agama yang menjadi senjata ampuh untuk anak-anak tidak belajar di BGBJ, padahal Resa sama sekali tidak ada urusan dengan agama. Bagi anak-anak yang ingin belajar sering sekali tidak percaya diri, karena apa yang mereka lakukan tidak dijadikan suatu kebanggan oleh orang di dalam rumah. Resa selau memotivasi anak-anak, “Tinggal pun kalian di pembuangan sampah, tapi ada hal yang bisa kalian tunjukan ke orang bahwa kalian tidak sama dengan sampah.”
Motivasi yang diberikan Resa bukan hanya sekedar keramahan di mulut saja. Resa menjadi contohnya sendiri, dari dia sulit untuk biaya sekolah, dianggap tidak akan pernah lulus oleh keluarganya, dan hanya anak dari pekerja daur ulang sampah. Akhirnya, Resa telah menjadi Sarjana Teknik Informatika dari Universitas Gunadarma, lebih hebatnya Resa sudah mengunjungi tujuh negara seperti Belanda, Turki, dan Jerman untuk menjadi pembicara soal pendidikan yang dia perjuangkan. Dan ini bukan hanya soal Resa Boenard, ini soal anak-anak, adik-adik saudara setanah air kita. Tidak hanya membagikan berita, menyukai, dan isi kolom komentar. Mereka butuh kalian yang terpelajar dan berhati mulia.
Penulis:
Irishta Tamzil - Binus University
Finalis Citizen Journalist Academy - Energi Muda Pertamina Jakarta
Ikuti juga liputan dan kegiatan Finalis Citizen Journalist Academy - Energi Muda Pertamina dari 3 kota di Indonesia melalui www.liputan6.com/pages/energi-muda-pertamina. Program creative mentorship dari Redaksi Liputan6.com, Indosiar bekerjasama dengan Pertamina untuk 90 mahasiswa kreatif yang telah lolos seleksi dari ribuan pendaftar di Jabodetabek, Semarang & Balikpapan.