Liputan6.com, Jakarta Kita semua tahu bahwa olahraga penting untuk menjaga tubuh Anda dalam kondisi prima, terutama seiring bertambahnya usia. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa berkeringat dapat bermanfaat lebih dari sekadar kesehatan jantung Anda.
Baca Juga
Advertisement
Faktanya, sebuah penelitian menemukan bahwa melakukan satu latihan sederhana hanya tiga kali seminggu dapat secara drastis mengurangi risiko demensia. Latihan tersebut pun amat mudah dilakukan, yakni berjalan kaki.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Berjalan kaki tiga kali seminggu mengurangi risiko terkena demensia
Melansir dari Bestlifeonline, para peneliti dari University of Texas Southwestern (UTSW) berusaha untuk lebih memahami bagaimana aliran darah ke otak dapat mempengaruhi timbulnya demensia. Untuk menguji teori mereka, 70 peserta antara usia 55 dan 80 yang telah didiagnosis dengan kehilangan memori secara acak dibagi menjadi dua kelompok.
Peneliti kemudian menginstruksikan satu set peserta untuk menyelesaikan latihan peregangan tiga sampai lima kali setiap minggu selama 30 sampai 40 menit. Kelompok lain diinstruksikan untuk jalan cepat tiga sampai lima kali seminggu untuk durasi waktu yang sama.
Setelah satu tahun, MRI menunjukkan bahwa mereka yang berada dalam kelompok yang diberi resep latihan aerobik yaitu jalan kaki telah meningkatkan aliran darah ke otak mereka dan pembuluh darah di leher mereka tidak terlalu kaku. Peserta dalam kelompok peregangan tidak menunjukkan hasil yang sama.
Advertisement
Efek olahraga pada otak
Meskipun tidak ada cukup bukti untuk menarik hubungan konkret antara jalan kaki dan demensia, para peneliti menyimpulkan bahwa hasil tersebut memerlukan studi lebih lanjut tentang hubungan antara peningkatan aliran darah ke otak. Tim mengatakan temuan mereka akan membantu memandu fase penelitian mereka berikutnya, lapor Eating Well.
"Masih banyak yang tidak kita ketahui tentang efek olahraga pada penurunan kognitif di kemudian hari," kata C. Munro Cullum, PhD, profesor psikiatri di UTSW dan penulis senior studi tersebut, dalam sebuah pernyataan. "MCI [gangguan kognitif ringan] dan demensia cenderung dipengaruhi oleh interaksi kompleks dari banyak faktor, dan kami berpikir bahwa, setidaknya untuk beberapa orang, olahraga adalah salah satu faktor tersebut."
Hubungan antara olahraga dan kesehatan otak
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kurangnya sirkulasi darah ke otak dapat menyebabkan penurunan kognitif yang dikenal sebagai demensia vaskular. Penulis penelitian mengatakan temuan mereka mendukung gagasan bahwa latihan seperti berjalan mungkin menjadi salah satu cara paling sederhana untuk mengurangi kemungkinan mengembangkan demensia di kemudian hari.
"Ini adalah bagian dari bukti yang berkembang yang menghubungkan olahraga dengan kesehatan otak," kata Rong Zhang, PhD, pemimpin studi dan profesor neurologi di UTSW, dalam sebuah pernyataan. "Kami telah menunjukkan untuk pertama kalinya dalam uji coba secara acak pada orang dewasa yang lebih tua ini bahwa olahraga membuat lebih banyak darah mengalir ke otak Anda."
Advertisement
Studi lainnya yang mendukung
Studi terbaru lainnya yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Endocrinology juga menemukan hubungan antara olahraga dan peningkatan kesehatan otak. Peneliti melacak 23 peserta dengan usia rata-rata 65 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok.
Tim studi mengatakan kepada satu set peserta untuk terus mengikuti rutinitas harian normal mereka, sementara kelompok lain diminta untuk menyelesaikan tiga latihan kardio di treadmill setiap minggu yang intensitasnya meningkat selama penelitian.
Para peneliti kemudian menguji setiap peserta untuk biomarker otak yang sehat, termasuk Cathepsin B (CTSB), brain-derived neurotrophic factor (BDNF), dan klotho. Hasil menemukan bahwa mereka yang berada dalam kelompok olahraga melihat peningkatan positif pada biomarker sehat pada akhir studi enam bulan.
"[Temuan] mendukung efek menguntungkan dari pelatihan olahraga pada fungsi otak dan kesehatan otak pada individu tanpa gejala yang berisiko terkena penyakit Alzheimer," Henriette van Praag, PhD, dari Schmidt College of Medicine Florida Atlantic University, mengatakan dalam sebuah pernyataan.