Liputan6.com, Jakarta Southeast Asia kini memiliki platform energi terbarukan berskala utilitas baru bernama Sustainable Asia Renewable Assets (SARA). Platform ini didirikan melalui kolaborasi British International Investment (BII), lembaga keuangan pembangunan Inggris; FMO, bank pembangunan kewirausahaan Belanda; dan SUSI Partners, manajer investasi spesialis infrastruktur transisi energi. SARA merupakan bagian dari kerangka kerja SUSI Asia Energy Transition Fund (SAETF) dan bertujuan membangun portofolio proyek energi terbarukan sebesar 500 MW di kawasan Asia Tenggara hingga akhir masa hidup dana tersebut.
Fokus utama SARA adalah pembangunan proyek greenfield, sekaligus mengembangkan jalur proyeknya sendiri untuk menciptakan platform energi terbarukan yang mandiri dan dapat diperluas. Salah satu proyek unggulan yang menjadi aset awal SARA adalah Pembangkit Listrik Tenaga Angin Dam Nai di Vietnam, yang diakuisisi oleh SUSI pada Oktober 2024.
Baca Juga
BII dan FMO masing-masing menginvestasikan USD 70 juta dan USD 50 juta untuk mendukung SARA serta memberikan komitmen tambahan kepada SAETF. Dengan tambahan dukungan dari investor baru dan lama, SUSI telah berhasil menggandakan kapasitas dana SAETF dari USD 120 juta menjadi USD 259 juta. Dana ini sepenuhnya difokuskan pada pengembangan proyek infrastruktur energi berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
Advertisement
Wilayah Asia Tenggara, yang terus berkembang sebagai pusat manufaktur dan industri global, diproyeksikan menyumbang lebih dari seperempat pertumbuhan permintaan energi dunia hingga 2035, menurut Badan Energi Internasional (IEA). Namun, dengan sebagian besar kebutuhan energi kawasan ini masih dipenuhi oleh bahan bakar fosil, transisi menuju energi bersih menjadi semakin mendesak. Investasi dalam energi terbarukan di Asia Tenggara memiliki dampak iklim per dolar tertinggi dibandingkan wilayah lain di dunia.
Â
Pelopor transisi energi
SUSI Partners, yang telah beroperasi di Singapura sejak 2019, menjadi pelopor dalam transisi energi di kawasan ini. Setelah sukses menutup SAETF pada 2023 dengan nilai awal USD 120 juta, dana ini kembali dibuka pada 2024 untuk menjawab permintaan yang tinggi dari investor. Hingga saat ini, SAETF telah berinvestasi di berbagai proyek energi terbarukan di Vietnam, Filipina, Thailand, dan Kamboja, dengan fokus pada proyek berskala utilitas serta efisiensi energi untuk kebutuhan komersial dan industri.
Managing Director dan Head of Asia BII, Srini Nagarajan, menyatakan bahwa Asia Tenggara memiliki potensi besar untuk investasi energi bersih. "Kami sangat senang bermitra dengan SUSI dan FMO dalam meluncurkan platform ini. Dukungan ini juga menjadi langkah pertama kami di kawasan ini sesuai strategi 2022–2026," ujarnya.
Â
Advertisement
Visi mencapai net-zero
Peter Byrde, Direktur Private Equity FMO, menambahkan bahwa investasi ini selaras dengan visi FMO untuk mencapai portofolio net-zero pada 2050. "Melalui SARA, kami dapat menyediakan energi bersih untuk kawasan Asia Tenggara yang sangat membutuhkan tambahan daya, sekaligus mendiversifikasi matriks energinya. Ini adalah langkah strategis untuk memaksimalkan dampak kami dalam investasi hijau," katanya.
Wymen Chan, Head Asia di SUSI Partners, mengungkapkan bahwa Asia Tenggara menawarkan peluang besar untuk menciptakan dampak signifikan dalam transisi energi global. "Dukungan dari BII dan FMO sangat penting untuk menarik modal yang lebih besar untuk infrastruktur energi berkelanjutan di kawasan ini," ujarnya.
Dengan prospek ekonomi yang menjanjikan, kebijakan yang semakin mendukung, dan potensi mitigasi iklim yang substansial, SARA diharapkan dapat menjadi katalis dalam transisi energi di Asia Tenggara. Ketiga institusi ini tetap berkomitmen untuk mempercepat pembangunan infrastruktur energi berkelanjutan demi masa depan yang lebih hijau.