Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda merasa bingung saat menemukan kloset tanpa bidet di suatu negara? Bagi sebagian individu, bidet adalah alat kebersihan yang tak tergantikan, tetapi di banyak negara, alat ini justru dianggap asing atau bahkan tidak ada sama sekali.
Bidet adalah alat sanitasi yang digunakan untuk membersihkan area intim setelah buang air besar atau kecil, biasanya dengan semprotan air.
Di negara-negara seperti Jepang, Italia, dan Indonesia, bidet dianggap sebagai standar kebersihan yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan tisu toilet. Namun, di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, bidet sering kali tidak ditemukan di kamar mandi. Mengapa bisa begitu?
Advertisement
Salah satu alasan utama adalah perbedaan budaya dan tradisi. Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, penggunaan tisu toilet lebih umum dan sudah menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Hal ini menyebabkan bidet dianggap sebagai barang yang tidak perlu atau bahkan aneh.
Di sisi lain, negara-negara dengan budaya bidet yang kuat terus melakukan inovasi. Jepang, misalnya, kini memiliki toilet pintar dengan berbagai fitur canggih seperti pemanas kursi, pengering, dan analisis kesehatan.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas mengapa kloset di beberapa negara tidak dilengkapi bidet, serta faktor-faktor apa yang memengaruhi adopsi alat ini.
Persepsi Masyarakat dan Stigma Bidet
Persepsi masyarakat juga memainkan peran penting dalam adopsi bidet. Di beberapa negara, bidet masih disalahpahami atau dikaitkan dengan stigma tertentu.
Di Amerika Serikat, misalnya, bidet sempat dianggap tidak maskulin atau terkait dengan praktik tertentu, sehingga kurang populer di kalangan umum. Hal ini diperparah oleh kurangnya edukasi tentang manfaat bidet, seperti kebersihan yang lebih baik dan pengurangan penggunaan tisu toilet.
Media sosial juga berkontribusi dalam mengubah pandangan masyarakat. Video tentang “pengalaman bidet pertama” sering kali viral dan menarik perhatian generasi muda.
Banyak orang yang akhirnya mencoba bidet setelah melihat pengalaman positif orang lain. Ini menunjukkan bahwa dengan edukasi dan promosi yang tepat, adopsi bidet bisa meningkat di negara-negara yang sebelumnya tidak mengenalnya.
Advertisement
Faktor Ekonomi dan Lingkungan
Ketiadaan bidet di beberapa negara bukan hanya soal desain kamar mandi, tetapi juga mencerminkan faktor ekonomi dan lingkungan.
Di negara-negara yang mengandalkan tisu toilet, seperti Kanada dan Inggris, industri ini sangat besar. Produksi tisu toilet memerlukan banyak air, energi, dan penebangan pohon, yang berdampak negatif pada lingkungan.
Dengan beralih ke bidet, kita bisa mengurangi limbah kertas dan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri tisu toilet.
Namun, perubahan ini tidak mudah. Mengubah rantai pasok yang sudah mapan dan mengedukasi masyarakat tentang manfaat bidet membutuhkan waktu dan usaha. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya kebersihan dan keberlanjutan masih belum meluas di banyak tempat.
Inovasi dan Masa Depan Bidet
Di negara-negara dengan budaya bidet yang kuat, inovasi terus berkembang. Jepang merupakan contoh negara yang sangat mengedepankan teknologi dalam alat kebersihan.
Toilet pintar di Jepang tidak hanya menawarkan fitur kebersihan, tetapi juga kenyamanan dan analisis kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa bidet tidak hanya sekadar alat, tetapi juga bagian dari gaya hidup modern yang lebih bersih dan sehat.
Di Indonesia, meskipun bidet belum menjadi standar, selang air tetap menjadi pilihan favorit karena kesederhanaan dan efektivitasnya.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebersihan dan keberlanjutan, tidak menutup kemungkinan bahwa bidet akan semakin diterima di negara-negara yang sebelumnya tidak mengenalnya.
Advertisement
