Kinescope, Bacaan (Alternatif) Pecinta Film

Kondisi kehidupan dan perkembangan dunia sinema Indonesia saat ini stagnan. Begitulah yang muncul dari launching majalah (cetak) Kinescope.

oleh Liputan6 diperbarui 31 Agu 2013, 12:39 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2013, 12:39 WIB
31082013-kinescope.jpg
Citizen6, Jakarta: Kondisi kehidupan dan perkembangan dunia sinema Indonesia saat ini stagnan. Begitulah yang muncul dari launching majalah (cetak) Kinescope yang diadakan di FX Jumat (30/08/2013). Karena itu sekumpulan anak muda yang memiliki latar belakang pengalaman dan keilmuan yang beragam namun memiliki visi dan idealisme yang sama melahirkan Kinescope.


Majalah yang rencananya dibagikan secara gratis ini mempunyai mimpi besar, yakni ingin memberikan kontribusi pemikiran, wadah diskusi dan polemik sebagai upaya membangun dunia sinema dan seni Indonesia secara umum yang lebih positif dan produktif dalam membangun pemikiran, budaya dan peradaban Indonesia yang lebih maju.



Kenapa namanya Kinescope? Kinescope adalah alat yang digunakan untuk menterjemahkan sinyal menjadi gambar. Kinescope ingin mendorong majalah ini menjadi penterjemah nilai-nilai seni, sinema, musik dan lainnya. Meskipun gratis, majalah Kinescope tetap ingin memberikan yang terbaik untuk masyarakat, baik dari sisi content, tata letak dan kualitas cetak yang baik.

Acara launching Kinescope Megazine dihadiri oleh para sineas, politisi, pejabat dan kritikus film. Mereka, masing-masing diwakili oleh Andi bachtiar Yusuf, Sammy (Sam D. Putra), Angga sasongko, Wanda Hamidah, seorang ibu dari departemen pariwisata DKI dan Shandy Gasella Budiawan dari komunitas Kopdar Budaya. Pada event ini mereka berdiskusi tentang dunia film di Indonesia.



Hal menarik muncul dari kritikus film Shandy, menurutnya resensi film di media arus utama baik itu cetak atau online, belum bisa dijadikan acuan bagi pecinta film untuk menentukan pilihannya.  Biasanya ulasan resensi film di media itu tidak diasuh oleh orang-orang yang kompeten. Sebaiknya media mainstream, menghire orang yang serius yang memahami film. Orang-orang yang mempunyai latar belakang sastra, karena menurutnya film adalah masih turunannya. 

Efeknya apa, para penonton film akan mencari informasi lain yang lebih bisa dipercaya, misalnya dari movie blogger berkualitas, yang masih menurut dia, jumlahnya tidak banyak juga.



Acara itu dimeriahkan juga oleh Simponi (sindikat musik penghuni bumi) band dan komunitas Underdog Kick Ass, sebuah gerakan yang lebih menekankan pada Pembentukan Karakter melalui kurikulum yang mencakup pendidikan akting, penulisan script dan directing.  (kw)


Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke citizen6@liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya