Liputan6.com, Jakarta PT Pintu Kemana Saja terus menggencarkan misi melakukan edukasi terkait investasi kripto ke perguruan tinggi. Melalui program Pintu Talks Campus Edition, Pintu kembali hadir untuk kedua kalinya di Universitas Airlangga (Unair), memberikan edukasi mengenai fundamental aset kripto.
Bersama Badan Pengawas Berjangka Perdagangan Komoditi (Bappebti), Pintu hadir memberikan edukasi di Unair pada Mei 2025 silam.
Baca Juga
Community Lead PINTU Nafila Tri Hutami mengungkapkan, kegiatan tersebut turut membahas dasar-dasar kripto dan blockchain serta perspektif aset kripto dari sisi akuntansi.
Advertisement
"Kami percaya edukasi harus dilakukan secara konsisten dan bertahap sehingga teman-teman mahasiswa dan mahasiswi di Unair ini bisa mendapatkan informasi yang menyeluruh sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada aset kripto," kata Nafila dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (13/10/2024).
Menurut dia, edukasi dan literasi mengenai aset kripto menjadi bagian yang penting di tengah pesatnya pertumbuhan investasi kripto dalam negeri.
Catatan terbaru dari Bappebti, hingga Agustus 2024, jumlah investor kripto naik menjadi 20,9 juta. Terdapat peningkatan sebesar 400 ribu dari Juli 2024 dengan jumlah investor 20,5 juta.
"Tanggung jawab terhadap edukasi akan terus kami jalankan agar peningkatan jumlah investor ini dapat sejalan dengan tumbuhnya literasi dan pemahaman yang matang mengenai aset kripto dan teknologi blockchain serta berbagai risiko yang ada. Selain itu, penyediaan platform investasi yang mudah, aman, dan terdaftar resmi juga penting untuk memastikan kegiatan investasi dapat berjalan dengan aman," bebernya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Unair Aulia Thaariq Akbar menyambut positif kegiatan yang diadakan Pintu. Dia menilai, kegiatan ini turut memberikan tambahan informasi bagi para mahasiswa yang banyak telah menabung di Bitcoin (BTC).
"Awalnya investasi Fear of Missing Out (FOMO) juga seperti teman-teman yang lain karena melihat besarnya perkembangan dari nilai aset kripto. Untuk itu, dengan adanya kegiatan ini benar-benar menambah banyak wawasan mengenai strategi nabung aset kripto yang tepat serta apa saja fundamental aset kripto," tuturnya.
Harga Bitcoin Berpotensi Sulit Tembus USD 66.000
Bitcoin, sebagai aset kripto terkemuka, telah mengalami fluktuasi signifikan selama beberapa bulan terakhir. Antara 3 hingga 7 Oktober, harga Bitcoin sempat naik 5,2 persen. Namun, hingga saat ini, harga tersebut masih belum mampu menembus batas USD 66.000 sejak akhir Juli.
Meskipun meningkatnya utang pemerintah Amerika Serikat diperkirakan dapat menjadi katalis dalam jangka panjang, dampaknya dalam waktu dekat ternyata masih sangat terbatas.
Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, salah satu faktor kunci yang menghambat pergerakan Bitcoin adalah penguatan nilai dolar Amerika Serikat. Sejak akhir September, Dolar AS telah menunjukkan tren penguatan dengan Indeks Dolar AS (DXY) naik dari 100,4 menjadi 102,5 pada awal Oktober 2024.
"Kekuatan dolar AS ini menandakan bahwa investor lebih memilih memegang dolar ketimbang aset berisiko seperti Bitcoin, meskipun ada kekhawatiran mengenai utang pemerintah AS,” kata Fyqieh, Minggu (13/10/2024).
Dia menuturkan, selain faktor penguatan dolar AS, kondisi global seperti ketidakpastian ekonomi, konflik di Timur Tengah, serta Pemilihan Presiden AS mendatang turut memengaruhi minat investor terhadap Bitcoin. Data pekerjaan Amerika Serikat untuk bulan September yang dirilis pada 4 Oktober menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap kuat.
"Hal ini meredakan risiko resesi, tetapi mengurangi peluang pemotongan suku bunga oleh The Fed,” ujar Fyqieh.
Di sisi lain, suku bunga yang tinggi juga menjadi alasan mengapa investor lebih berhati-hati terhadap aset berisiko seperti Bitcoin. Ketika suku bunga tetap tinggi, aset dengan risiko rendah seperti obligasi menjadi lebih menarik.
"Investor lebih memilih memarkir modal mereka di instrumen yang lebih stabil dibandingkan mengambil risiko pada Bitcoin,” ujar Fyqieh.
Advertisement
Sentimen Kebijakan Ekonomi China
Sementara itu, kebijakan stimulus ekonomi yang diumumkan China turut berperan dalam mengurangi daya tarik Bitcoin sebagai aset lindung nilai. Dengan adanya stimulus tersebut, kebutuhan untuk menggunakan Bitcoin sebagai pelindung terhadap inflasi atau ketidakpastian ekonomi menurun.
Adapun risalah pertemuan The Fed bulan September rilis Kamis (10/10) dinihari semakin menambah ketidakpastian bagi pasar. Pelaku pasar yang sebelumnya optimis bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada November kini lebih ragu.
"Investor semakin khawatir karena kebijakan moneter masih belum pasti, yang berdampak buruk pada Bitcoin,” katanya.
Kendati demikian, data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang akan dirilis akan menjadi titik fokus utama. Jika data ini menunjukkan inflasi yang stabil, harapan untuk pemangkasan suku bunga bisa kembali mencuat, yang dapat mendukung kenaikan harga Bitcoin.
Selain kebijakan moneter, Pemilihan Presiden AS yang semakin dekat juga berpotensi menambah volatilitas di pasar. Menurut Fyqieh, periode menjelang pemilu biasanya dipenuhi dengan ketidakpastian, dan banyak investor cenderung memilih untuk menahan modal mereka.