Liputan6.com, Jakarta - Maroko berencana menyusun regulasi penggunaan aset kripto, dengan memastikan inovasi dalam ekosistem kripto tidak terhambat di negara itu.
Mengutip News.bitcoin.com, Jumat (20/12/2024) gubernur bank sentral Maroko Bank Al-Maghrib (BAM), Abdellatif Jouahri mengatakan bahwa kerangka legislatif yang mengatur aset kripto di Maroko hampir siap diadopsi.
Advertisement
Baca Juga
Kerangka ini bertujuan untuk mendorong inovasi keuangan sekaligus mengatur penggunaan aset kripto.
Advertisement
Gubernur bank sentral Maroko juga menyampaikan pembaruan penting pada pertemuan terakhir dewan BAM untuk tahun 2024, bahwa regulasi kripto selaras dengan rekomendasi G20 dan mengatasi risiko yang terkait dengan aset kripto.
Jouahri mengungkapkan, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan bantuan teknis dalam pengembangan kerangka tersebut dengan tujuan yang jelas untuk menyeimbangkan inovasi kripto dan lingkungan keuangan yang teregulasi dengan baik.
“Kami ingin mengatur penggunaan aset kripto tanpa menghambat inovasi yang mungkin muncul dari ekosistem ini. Kami melibatkan semua pihak terkait untuk membuat kerangka ini. Pendekatan ini memastikan adopsi yang efektif dan meminimalkan ketidakpastian.” Kata Jouahri.
Maroko berharap untuk memantapkan dirinya sebagai salah satu negara berkembang pertama yang menyediakan undang-undang yang lengkap dan jelas untuk aset kripto dengan memberlakukan kerangka hukum ini.
Program ini membekali negara tersebut untuk menangani kesulitan keuangan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh digitalisasi sistem moneter.
Pengadopsian teks legislatif melibatkan periode konsultasi publik, diikuti oleh persetujuan parlemen dan kabinet.
Pada tahun 2023, Maroko berada di peringkat ke-13 dari 20 negara dengan penggunaan Bitcoin (BTC) terbesar, menurut survei oleh Insider Monkey.
Adapun laporan adopsi kripto global Chainalysis pada tahun yang sama menempatkan negara tersebut di peringkat ke-20 dalam adopsi kripto.
Peretas Korea Utara Curi Kripto Rp 21 Triliun Sepanjang 2024
Sebelumnya, peretas yang terkait dengan Korea Utara dilaporkan menggandakan jumlah aset digital curian dari 2023-2024.
Hal itu diungkapkan dalam laporan firma analitik, Chainalysis. Mengutip Cointelegraph, Jumat (20/12/2024) Chainalysis dalam laporannya mengatakan peretas Korea Utara mencuri kripto senilai lebih dari USD 1,3 miliar (Rp.21,1 triliun) pada tahun 2024 melalui 47 insiden, atau sekitar 61% dari semua pencurian yang dilaporkan untuk tahun tersebut.
Perusahaan tersebut juga melaporkan peretas yang terkait dengan Korea Utara mencuri lebih dari USD 660 juta (Rp.10,3 triliun) pada 2023. "Tampaknya serangan kripto Korea Utara menjadi lebih sering,” kata Chainalysis.
"Terutama, serangan antara senilai USD 50 dan USD 100 juta, dan yang di atas USD 100 juta terjadi jauh lebih sering pada tahun 2024 daripada yang terjadi pada tahun 2023, yang menunjukkan bahwa Korea Utara menjadi lebih lihai dan cepat dalam eksploitasi besar-besaran. Hal ini sangat kontras dengan dua tahun sebelumnya, di mana eksploitasinya lebih sering menghasilkan keuntungan di bawah USD 50 juta,” papar Chainalysis.
Meskipun Chainalysis mengatakan bahwa Korea Utara mengalami tahun yang sangat aktif pada peretasan kripto, aktivitas global secara keseluruhan menurun pada kuartal ketiga dan keempat tahun 2024.
Advertisement
Peretasan di Seluruh Dunia
Perusahaan analitik tersebut menyatakan Korea Utara mungkin menjadi kurang bergantung pada pencurian kripto setelah memperdalam hubungan politik dan militer dengan Rusia.
Chainalysis juga melaporkan peretas di seluruh dunia telah mencuri kripto senilai sekitar USD 2,2 miliar atau Rp 35,7 triliun secara global pada 2024.
Angka tersebut merupakan peningkatan 21% secara tahunan, tetapi jauh di bawah sekitar USD 3,7 miliar (Rp.60,1 triliun) yang tercatat pada tahun 2022.
Menurut perusahaan tersebut, aset dari platform DeFi menyumbang bagian terbesar dari kripto yang dicuri pada kuartal pertama tahun 2024, sementara layanan terpusat paling banyak menjadi sasaran pada kuartal kedua dan ketiga.