Terapis Anak Difabel Terkendala Sertifikasi

Institusi yang digunakan untuk terapi anak dengan disabilitas intelektual masih jarang. Terapis pun masih terbatas karena tuntutan sertifikat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 24 Mar 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi Anak
Ilustrasi anak. (dok. Bruno Nascimento/Unsplash/Adhita Diansyavira)

Liputan6.com, Jakarta Institusi untuk terapi anak dengan disabilitas intelektual masih jarang ditemukan. Terapis pun masih terbatas karena tuntutan sertifikat.

Hal ini disampaikan Naomi Novita, terapis anak dengan down syndrome dan autisme. “Kalau gak punya sertifikat terapis ya gak bisa jadi terapis. Tapi pemerintah susah menggalakan pelatihannya,” kata Naomi saat ditemui di Tangerang Selatan beberapa waktu lalu.

Ia berharap, pemerintah memiliki program pelatihan untuk para baby sitter dan terapis pemula untuk anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapat sertifikat.

“Nantinya dengan ijazah sertifikasi itu dia bisa naik ke tingkat menengah. Saya berharap ada institusi awal terutama dari unicorn-unicorn. Kenapa gak bikin sesuatu yang khusus untuk anak difabel, agar orang tua bisa bertanya secara online.”

Selain praktis, orang tua murid atau terapis tidak usah jauh-jauh pergi ke suatu tempat, tambahnya. Dengan demikian, pengeluaran pun dapat dikurangi mengingat biaya terapi sangat mahal.

“Harusnya pemerintah memiliki pusat atau rumah sakit khusus untuk difabel yang dilengkapi terapis handal hasil pelatihan oleh pemerintah.”

Lebih Percaya Kertas

Naomi Novita
Naomi Novita Terapis anak Autis dan Down Syndrome, Tangerang Selatan (4/3/2020)

Naomi berpendapat, terapis tidak melulu tentang sertifikat. Ini adalah profesi yang mengandalkan jam terbang dan keterampilan diri.

“Tidak semua guru yang memiliki ijazah guru bisa menjadi guru dan tidak semua terapis yang memiliki sertifikat terapis bisa menjadi terapis. Beri kesempatan bagi orang yang memiliki banyak talenta, tidak harus dengan sertifikat tapi dengan skill.”

Hingga kini, tambah Naomi, banyak orang yang sulit masuk instansi jika tidak memiliki ijazah atau sertifikat. Tidak seperti instansi milik orang luar yang cenderung melihat potensi diri seseorang ketimbang secarik kertas.

“Orang Indonesia lebih percaya pada kertas.”

Naomi melihat, kini ada program pemerintah berupa balai latihan khusus untuk penanggulangan banjir, kebakaran, dan kelistrikan. “Kenapa gak ada balai pelatihan khusus untuk anak difabel?”

 

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Simak Video Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya