Meski Menyandang Tunanetra dan Tuli, Wanita Ini Berhasil Masuk Sekolah Kedokteran

Rangkaian klipnya berusaha mematahkan mitos tentang menjadi calon dokter tunanetra-rungu.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 07 Jun 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2022, 10:00 WIB
Alexandra Adams. Foto: Screenshot Twitter @Alexandra Elaine Adams
Alexandra Adams. Foto: Screenshot Twitter @Alexandra Elaine Adams

Liputan6.com, Jakarta Alexandra Adams mungkin menjadi bukti hidup bahwa penyandang tunanetra-rungu pertama di Inggris yang menjadi mahasiswa kedokteran.

Dilansir dari NYPost, Alexandra yang berasal dari South Wales, menggunakan TikTok untuk menyebarkan kesadaran akan kondisinya dan tantangan yang dihadapinya. Dalam hal ini termasuk dirinya yang menentang ide seorang buta dan Tuli tidak bisa jadi dokter.

Rangkaian klipnya berusaha mematahkan mitos tentang menjadi calon dokter tunanetra-rungu.

“Tidak ada yang mudah, tetapi saya berharap dengan melakukan ini saya dapat membantu mendidik Anda dalam menghadapi tantangan, tetapi juga dunia disabilitas dan perbedaan yang menyenangkan dan inovatif,” katanya dalam satu video.

Menurut definisi dari National Center on Deaf-Blindness, tunanetra-rungu atau buta-Tuli merupakan istilah untuk seseorang yang kehilangan pendengaran, juga penglihatan. Sehingga penyandangnya memiliki akses informasi yang memanfaatkan pendengaran dan penglihatan yang terbatas. Namun, seperti yang ditunjukkan Adams, bukan berarti pengidap kondisi tersebut buta total atau Tuli.

Faktanya, ketulian adalah spektrum, catat Adams.

“Saya sangat Tuli, artinya, tanpa alat bantu dengar saya, saya benar-benar berada dalam kesunyian,” jelas wanita berusia 28 tahun itu di postingan TikTok-nya yang lain dengan lebih dari 68.000 tampilan.

"Tapi dengan mereka, saya bisa melihat konsensus umum percakapan tatap muka menggunakan campuran getaran suara, suara vokal dan akal sehat."

Serial penjelasannya dimulai karena orang-orang mulai mempertanyakan kemampuannya menjadi mahasiswa kedokteran setelah 17 bulan dirawat di rumah sakit sebagai pasien untuk berbagai kondisi kesehatannya yang memburuk, katanya kepada Ark Media.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Memiliki kondisi lain

Selain buta-Tuli, ia juga telah didiagnosis dengan kondisi lain, termasuk sindrom Ehlers-Danlos, gangguan jaringan ikat tubuh; sindrom aktivasi sel mast, suatu kondisi yang menyebabkan sel mast tubuh melepaskan terlalu banyak zat yang menimbulkan gejala alergi; sindrom takikardia ortostatik postural, yang mempengaruhi aliran darah; dan kondisi pernapasan lainnya.

Adams menerima sepasang alat bantu dengar pertamanya pada usia 2 tahun, belajar bagaimana berbicara dan mengucapkan kata-kata dengan merasakan getaran suara melalui balon yang ditempatkan di sebelah telinganya.

"Ini berarti, ya, saya berbicara dengan pasien saya secara langsung tanpa memerlukan juru bahasa," katanya dalam sebuah video.

Ia bahkan menggunakan stetoskop sebagaimana dokter lainnya, tetapi dengan twist. Miliknya adalah versi Bluetooth, menghubungkan secara nirkabel ke alat bantu dengarnya, yang kemudian memungkinkan dirinya untuk mendengarkan paru-paru dan jantung pasien.

“Kami sebenarnya tidak membutuhkan semua pendengaran untuk menjadi dokter yang baik,” katanya dalam sebuah klip. "Kita bisa mengetahui banyak tentang pasien melalui petunjuk lain, seperti bahasa tubuh."

 

Menjadi pendengar yang baik

Di bagian komentar, pemirsa kagum dengan komitmennya pada praktik dan keterampilan medis.

“Saya ingin Anda menjadi dokter saya, sebagai pasien cacat saya merasa Anda akan mendapatkannya, dan tidak menaruh harapan yang tidak realistis pada saya!” tulis satu pengguna.

“Saya seorang mahasiswa kedokteran dan saya sangat gagap,” tulis yang lain, menambahkan bahwa mereka “sulit berkomunikasi dengan pasien” dan “Saya menyukai keberanian Anda dan Anda benar-benar mendorong saya.”

“Orang Tuli sebenarnya adalah pendengar yang sangat baik karena mereka harus lebih berkonsentrasi pada orang yang mereka ajak bicara untuk mengerti,” katanya di video lain, menekankan perlunya empati bagi pasien. “Sebaliknya, ketidaktahuan dan diskriminasilah yang merupakan bentuk ketulian yang jauh lebih besar daripada disabilitas pendengaran mana pun.”

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya