Gerakan Tangan Tak Sesuai Keinginan Otak, Kisah di Balik Karya Lukis Kakak Beradik Penyandang Muscular Dystrophy

Karya lukis itu memiliki kisah unik tersendiri karena lahir dari tangan kakak beradik penyandang disabilitas Rizkqi Puput Isnaini dan Ahmad Zulfikar.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 29 Nov 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2022, 10:00 WIB
Zul dan Puput
Kakak beradik Ahmad Zulfikar (Zul–kiri) dan Rizkqi Puput Isnaini (Puput–kanan), adalah pelukis disabilitas autodidak asal Semarang yang terlahir dengan kondisi Muscullar Distrophy dan merupakan penerima manfaat program Kita Muda Kreatif yang digagas oleh UNESCO dan Citi Indonesia. Semarang, (24/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa karya lukis terpampang di salah satu kafe kawasan Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah. Lukisan pemandangan hingga kucing membuat orang yang datang berdecak kagum.

Bagaimana tidak, karya lukis itu memiliki kisah unik tersendiri karena lahir dari tangan kakak beradik penyandang disabilitas Rizkqi Puput Isnaini dan Ahmad Zulfikar.

Keduanya menyandang muscular dystrophy yang membuat proses melukis semakin menantang. Muscular dystrophy adalah kondisi penurunan kekuatan otot secara progresif yang membuat otot tubuh semakin lemah. Akibatnya, tangan tremor atau bergetar dan terkadang bergerak tak sesuai keinginan otak.

“Kami berdua ini tremor, tangannya getar-getar. Kadang, gerakan tangan kita enggak sesuai dengan otak kita. Kadang kita ingin menggambar lurus, malah jadi belok,” kata Puput kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di kafe tersebut, Kamis (24/11/2022).

Sedangkan menurut adiknya, Zul (panggilan karib Ahmad Zulfikar), kondisi ini membuat mereka memutar otak untuk melatih tangan. Sehingga, gerakan yang tak sesuai keinginan itu tetap menghasilkan karya yang diinginkan.

Zul pun menerangkan soal kondisi yang disandangnya bersama sang kakak. Menurutnya, muscular dystrophy adalah penurunan fungsi otot secara progresif.

“Semakin bertambah usianya, semakin melemah ototnya. Jadi, ini otot seluruh tubuh, bukan hanya kaki, bukan hanya tangan tapi untuk menyangga kepala pun sama,” kata Zul.

Melukis sendiri adalah kegiatan yang cocok bagi keduanya. Pasalnya, melukis dapat membantu melatih fungsi motorik.

Neurographic Art

Puput
Rizkqi Puput Isnaini (Puput), adalah pelukis disabilitas autodidak asal Semarang yang terlahir dengan kondisi Muscullar Distrophy dan merupakan penerima manfaat program Kita Muda Kreatif yang digagas oleh UNESCO dan Citi Indonesia. Semarang, (24/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Selain melukis seperti biasa, keduanya juga gemar melakukan terapi diri dengan neurographic art. Ini merupakan teknik menggambar yang bisa meredam stres dan bermanfaat bagi otak.

“Jadi neurographic art ini seni yang berawal dari coretan di mana setiap ujung dari coretan kita buat lengkungan. Dan ini memicu kita untuk lebih pandai dalam menemukan solusi dari suatu masalah,” kata Puput.

Secara sederhana, neurographic art dimulai dengan menggambar coretan bebas sesuai keinginan atau emosi masing-masing. Coretan itu memiliki ujung-ujung yang saling berpotongan. Dari setiap ujung itu, perlu dibuat lengkungan hingga tak terlihat ada ujung lagi. Lengkungan-lengungan yang telah dibuat dapat diisi dengan warna sesuai selera atau suasana hati.

“Neuro itu sebagian dari penyakit kita, jadi neurographic art adalah sebagian dari terapi,” tambahnya.

Seni ini diciptakan untuk semua orang yang merasa memiliki masalah kehidupan. Ujung-ujung dalam coretan tersebut diumpamakan sebagai masalah. Sedangkan, lengkungan yang dibuat diumpamakan sebagai solusi.

Suka Melukis Sejak Kecil

Zul
Ahmad Zulfikar (Zul) adalah pelukis disabilitas autodidak asal Semarang yang terlahir dengan kondisi Muscullar Distrophy dan merupakan penerima manfaat program Kita Muda Kreatif yang digagas oleh UNESCO dan Citi Indonesia. Semarang, (24/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Lebih jauh, keduanya juga bercerita soal awal mula ketertarikan pada dunia lukis. Menurut mereka, hobi melukis sudah dimiliki sejak kecil. Dimulai dengan corat-coret tembok rumah nenek.

“Suka corat-coret tembok, tembok rumah nenek malah. Digambar-gambarin kartun,” kata Zul dan Puput.

Hobi menggambar pun berkembang dan mulai dilakukan dengan lebih serius pada 2015.

“Hobinya sudah dari kecil, cuman kita berdua ngembangin hobi kita di tahun 2015 dan awalnya tuh dengan alat yang sangat sederhana. Kita berdua beli alat lukis patungan,” ujar Puput.

Ia menambahkan, kebiasaan menonton kartun dan anime membuatnya suka menggambar karakter. Hasil gambarnya diunggah di media sosial dan mendapat tanggapan baik dari warganet.

“Awalnya gambar-gambar anime gitu, terus kalau kita upload di media sosial itu banyak yang minat. ‘Kalau gambar wajah bisa enggak?’ terus kita challenge diri kita, kayaknya bisa, ya udah kita coba dan eksplor skill kita lagi dan Alhamdulillah sekarang bisa jadi mata pencaharian.”

Melihat ketertarikan beberapa orang, keduanya pun memberanikan diri untuk mulai membuka pesanan gambar pada 2015 dengan alat seadanya.

“Biasanya lukisan wajah paling sering (dipesan), karena buat kado ulang tahun atau pernikahan.”

Mengembangkan Bakat

Karya Lukis
Karya lukis Ahmad Zulfikar (Zul), pelukis disabilitas autodidak asal Semarang yang terlahir dengan kondisi Muscullar Distrophy dan merupakan penerima manfaat program Kita Muda Kreatif yang digagas oleh UNESCO dan Citi Indonesia. Semarang, (24/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Meski lukisan mereka sudah banyak peminat, tapi mereka sadar bahwa melukis di kanvas saja tidak cukup dan pengembangan kemampuan serta keluar dari zona nyaman adalah hal penting.

Mereka pun mendaftar sebagai penerima manfaat dalam program Kita Muda Kreatif (KMK). Program ini digagas oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Citi Indonesia.

“Kami daftarnya bareng, tapi penyelenggara tidak tahu bahwa kami kakak beradik, dan kami berdua pun terpilih karena murni kemampuan masing-masing,” kata Zul.

Dalam program ini, penerima manfaat seperti Puput dan Zul diberi berbagai pelatihan untuk mengembangkan karyanya. Mulai dari mengembangkan ragam produk hingga pemasarannya.

Keduanya mulai merambah pada lukisan selain di kanvas pada tahun ini. Bahkan baru empat minggu yang lalu, sekitar akhir Oktober atau awal November 2022.

Keduanya ditantang untuk melukis kebaya kosong (polos) oleh pihak UNESCO dan menerima tantangan tersebut. Berbagai referensi pun dicari, tak lupa soal cat yang cocok untuk digunakan di pakaian. Tantangan ini pun digarap dengan hasil yang memuaskan. 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya