Desainer Difabel dari Semarang Siapkan Diri Unjuk Gigi di Peragaan Busana

Perayaan Hari Disabilitas Internasional (HDI) dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia salah satunya di Semarang, Jawa Tengah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Des 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2022, 10:00 WIB
Madinah
Madinah Salma Tsuraya, desainer disabilitas asli Semarang ketika ditemui di Magelang (25/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Perayaan Hari Disabilitas Internasional (HDI) dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia salah satunya di Semarang, Jawa Tengah.

Perayaan yang rencananya dihelat di kawasan Kota Lama akan dimeriahkan dengan peragaan busana karya penyandang disabilitas dalam waktu dekat.

Salah satu desainer disabilitas yang akan memamerkan karyanya adalah Madinah Salma Tsuraya. Penyandang kesulitan mendengar (Hard of Hearing/HoH) asli Semarang ini mengaku senang dan bangga karena karyanya akan ditampilkan di depan banyak orang.

“Senang dan bangga tentunya, karena merasa karya yang telah saya buat diapresiasi dengan baik,” kata Madinah kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks setelah sebelumnya ditemui di Magelang, Jawa Tengah, Jumat 25 November 2022.

Ia pun tengah melakukan berbagai persiapan untuk memastikan bahwa karya-karyanya bisa ditampilkan dengan prima.

“Masih proses menyiapkan baju yang akan ditampilkan, sedikit lebih sulit dari biasanya karena model baju kali ini cukup unik.”

Peragaan busana kali ini digelar oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Citi Indonesia. Namun, ini bukan kali pertama ia menampilkan karyanya di ajang peragaan busana. Sebelumnya, Madinah juga sempat memamerkan karyanya dalam ajang Semarang Fashion Trend (SFT). Di sana ia memamerkan busana-busana bernuansa etnis tapi dipadukan dengan gaya modern.

“Senang karena bisa menampilkan karya-karya sendiri, dengan mengikuti SFT ini juga saya terlatih untuk mengembangkan kreativitas dalam berkarya.”

Suka Tata Busana Sejak Kecil

Madinah
Karya Madinah Salma Tsuraya, desainer disabilitas asli Semarang. Foto: tangkapan layar Instagram @madinaa.salma.

Dunia tata busana memiliki tempat tersendiri di hati Madinah. Perempuan 26 tahun ini menyukai dunia mode sejak duduk di Bangku SD sekitar tahun 2010. Ia gemar menggambar sketsa pakaian wanita seperti gaun dan kebaya.

Dalam mendesain pakaian, perempuan kelahiran 19 Februari 1996 ini belajar secara autodidak dan sesekali belajar pada kenalannya yang juga seorang desainer.

“Autodidak dan sedikit-sedikit belajar juga dari kenalan, beliau Sudarna Suwarsa juga seorang designer.”

Ia pun mulai menekuni bidang ini dengan lebih serius pada 2019 dan mulai menjual karyanya. Tak hanya membuat desain baju, proses produksi mulai dari memilih kain, menjahit, hingga menjual ia lakukan sendiri.

“Iya mulai dari beli kain hingga menjualnya saya sendiri,” katanya.

Dalam memasarkan karyanya, Madinah memanfaatkan bantuan sosial media seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, dan menawarkan ke orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, dan tetangga.

Karya-karyanya pun dibanderol dengan harga yang beragam, mulai dari Rp 300 ribu hingga sekitar Rp 1 Juta.

Ikut Program KMK

Madinah Salma Tsuraya
Madinah Salma Tsuraya, desainer disabilitas asli Semarang. Magelang (25/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Hingga kini, pakaian karya Madinah sudah terjual lebih dari 50 potong. Ia pun bercita-cita ingin memiliki butik sendiri ke dapannya.

Guna mengembangkan usahanya, Madinah bergabung dalam program Kita Muda Kreatif (KMK).  Program ini digagas UNESCO dan Citi Indonesia.

“Awal mulai ikut program KMK, awalnya saya mengetahuinya dari teman mama yang bekerja dari kelurahan. Setelah itu saya tertarik untuk mengikutinya.”

Dengan mengikuti program ini, ia bisa menambah pengetahuan tentang warisan budaya UNESCO. Selain itu, menambah relasi dan ilmu yang lebih luas tentang bagaimana menerapkan suatu konsep tertentu ke dalam karya, katanya.

Dalam keterangan lain, Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A. Anjungsari menjelaskan soal KMK.

Menurutnya, KMK awalnya dibentuk untuk mengatasi masalah minimnya peluang pengembangan mata pencaharian dan kapasitas masyarakat yang tinggal di dan sekitar situs warisan dunia di Indonesia.

Bantu Wirausaha Muda di Bidang Kreatif

KMK
Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A. Anjungsari (kanan, kemeja putih) menjelaskan soal KMK. Magelang (25/11/2022). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Jumlah wisatawan yang mengunjungi situs warisan dunia di Indonesia terus meningkat, lanjutnya. Namun, masyarakat yang tinggal di dan sekitar situs-situs tersebut belum secara maksimal menerima manfaat ekonomi atau sosial yang dihasilkan oleh aliran pengunjung yang besar tersebut.

“Hal ini dikarenakan strategi konservasi dan promosi warisan budaya yang cenderung lebih fokus pada pengembangan infrastruktur, daripada pembangunan kapasitas masyarakat sekitar,” kata Puni kepada Disabilitas Liputan6.com melalui keterangan tertulis pada 29 November 2022.

“Oleh karenanya, untuk memberikan peluang lebih terhadap pengembangan kapasitas masyarakat dan mengembangkan mata pencaharian mereka, UNESCO Jakarta melalui dukungan penuh Citi Foundation menginisiasi program KMK ini,” tambahnya.

Program KMK merupakan bagian dari inisiatif Pathways to Progress, di mana Citi Foundation secara global berupaya meningkatkan kemampuan kerja dan peluang ekonomi bagi generasi muda berpenghasilan rendah dan rentan.

“Melalui program ini, kami menjangkau dan membantu wirausaha muda di bidang kreatif,” jelas Puni.

 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya