Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, menonton konser musisi favorit tampaknya menjadi salah satu hal yang tak boleh terlewatkan.
Sayangnya, menurut salah satu pendiri organisasi Recording Artists and Music Professionals with Disabilities (RAMPD), Gaelynn Lea, belum banyak lokasi atau venue konser yang inklusif atau ramah penyandang disabilitas.
Baca Juga
“Begitu sedikit yang telah dilakukan untuk komunitas disabilitas untuk menikmati konser, sehingga setiap upaya kecil apa pun akan menghasilkan sesuatu yang positif,” tuturnya kepada The Current.
Advertisement
Menyadari hal ini, beberapa advokat disabilitas menjelaskan beberapa hal yang bisa ditingkatkan baik oleh pihak venue maupun penyelenggara konser. Apa saja?
Situs Web untuk Venue
Menurut Lea, situs web venue konser kerap memberi kesan yang tidak mengutamakan aksesibilitas.
Hal ini dapat terjadi dengan dua cara: ketidakcocokan dengan pembaca layar yang digunakan oleh penyandang tunanetra atau rabun, dan menu navigasi yang menyimpan informasi aksesibilitas di tempat yang sulit ditemukan,” katanya.
Seharusnya, lanjut Lea, lokasi konser mencantumkan fitur tersendiri untuk penyandang disabilitas, di mana mereka mendapatkan informasi yang lebih mendetail.
“Di sana, harusnya tersedia juga informasi mengenai akomodasi di setiap tahap pengalaman konser, seperti di mana menemukan tempat parkir terdekat, bagaimana menemukan lokasi penurunan yang luas di dekat pintu masuk,” lanjutnya.
Alat Pembantu Navigasi dan Aksesibilitas
Menurut Lea, di dalam venue, sebaiknya terdapat penanda yang cukup terang untuk menunjukkan arah ke meja penyedia alat pembantu untuk penyandang disabilitas.
“Misalnya, di meja itu penonton dapat mengambil kit yang berisi penyumbat telinga, kacamata, dan alat pembantu fidget untuk orang-orang yang memiliki sensori yang sensitif,” tuturnya.
Selain itu, Lea melanjutkan, meja tersebut juga dapat menyediakan alat bantu dengar, serta alat bantu peraba yang dapat membantu penyandang tunanetra.
“Secara ideal, jalur-jalur yang terang yang disertai ramp juga diperlukan untuk menuju ke lokasi menonton, toilet, dan tempat lainnya,” ujarnya.
Advertisement
Staf Pembantu
Menurut Lea, semua staf dalam konser harus dipersiapkan dan dilatih untuk membantu penyandang disabilitas di area konser. Staf pembantu ini termasuk staf pemindai tiket, bartender, dan lainnya.
Di luar itu, venue juga dapat memiliki staf khusus yang mengenakan pakaian yang mudah terlihat untuk berkeliaran di sekitar tempat.
“Adapun staf khusus ini dilengkapi dengan air dan berbagai alat lain di dalam ransel, siap mendukung penonton sesuai kebutuhan,” lanjut Lea, yang juga merupakan pengguna kursi roda karena mengidap Brittle Bones Disease.
Juru Bahasa Isyarat
Lebih lanjut, Lea menerangkan, dua juru bahasa isyarat perlu ada di spot samping panggung dengan pencahayaan yang cukup.
“Dengan dua juru, mereka bisa menerjemahkan bersamaan untuk memberikan bahasa isyarat yang lebih relevan secara budaya bagi komunitas tuli,” tuturnya.
Musisi R&B Keny Grey yang telah menyediakan juru bahasa isyarat di konser-konsernya mengungkap, banyak kesalahpahaman bahwa komunitas tuli tidak menikmati musik.
“Padahal mereka menikmatinya, dan banyak dari orang-orang dengan spektrum ketulian pergi ke konser,” katanya.
Kelompok penggemar online Grey sendiri berkembang beberapa tahun yang lalu sebagian karena langkah sederhana seperti menyertakan closed caption dan berduet dengan penyanyi tuli di TikTok.
Advertisement