Pertemanan Inklusif di Lingkungan Kampus, Mahasiswa Disabilitas Ini Temukan Kekuatan Baru untuk Belajar

Teman-teman yang memiliki kesadaran inklusif dapat membantu penyandang disabilitas mendapatkan hak dan kesetaraan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 21 Jan 2025, 15:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 15:00 WIB
Pertemanan Inklusif di Lingkungan Kampus Bikin Mahasiswa Disabilitas Ini Semangat Belajar
Pertemanan Inklusif di Lingkungan Kampus Bikin Mahasiswa Disabilitas Ini Semangat Belajar. Foto dibuat oleh AI.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Lingkungan pertemanan sudah sepatutnya memberi dorongan positif bagi setiap individu termasuk yang menyandang disabilitas.

Teman-teman yang memiliki kesadaran inklusif dapat membantu penyandang disabilitas mendapatkan hak dan kesetaraan. Seperti yang dirasakan oleh April Anantra.

Ia adalah mahasiswa angkatan 2022 di Universitas Serambi Mekkah (USM) yang menyandang disabilitas fisik.

Disabilitas yang disandang awalnya membuat April khawatir terkait penerimaan lingkungan sekitar kampus. Ia hanya memiliki satu tangan dan hal inilah yang membuatnya takut dibeda-bedakan.

“Kadang merasakan pergulatan batin karena takut tak punya teman atau takut dibeda-bedakan karena keunikanku, bahkan aku ketakutan ketika sedang butuh apa-apa tidak ada yang membantu,” ujar April mengutip laman USM, Senin (20/1/2025).

Meski memiliki kekhawatiran, ia tetap memiliki tekad bulat untuk menempuh pendidikan tinggi di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) USM. Dan setelah menjalani kehidupan kuliah, ternyata kekhawatirannya tak terjadi.

Sebaliknya, ia diperlakukan adil oleh teman-temannya di perkuliahan. Teman-temannya bersikap ramah bahkan tidak pernah menyinggung kondisi disabilitasnya.

“Kampus USM memiliki lingkungan yang inklusif. Penyandang disabilitas seperti saya justru mendapatkan perlakuan yang ramah dari teman-teman,” tutur April.

Tak Ada Perlakuan Diskriminatif

April Anantra
April Anantra, mahasiswa angkatan 2022 di Universitas Serambi Mekkah (USM) yang menyandang disabilitas fisik. Foto: Humas USM.... Selengkapnya

April menambahkan, kebaikan yang diberikan teman-teman kuliahnya membuatnya nyaman dalam menimba ilmu. Tidak ada perlakuan diskriminatif yang ia alami, melainkan dorongan positif selama berkuliah.

“Walaupun saya memiliki keterbatasan tetapi teman-teman tidak pernah mendiskriminasi saat di kampus sehingga saya merasa nyaman karena kebaikan mereka,” lanjut April.

Pemuda asal Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil ini percaya, keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk dapat berkarya dan meraih prestasi. Sebaliknya, disabilitas dapat menjadi kelebihan jika seseorang bisa memanfaatkannya untuk menemukan potensi dan kreativitasnya.

“Sebenarnya keterbatasan bisa dijadikan sebagai pembuktian untuk menggali potensi dan membuat kita terlahir menjadi orang-orang hebat,” kata April.

Pendidikan Inklusif Harus Berjalan Sepanjang Hayat

Lingkungan yang ramah disabilitas termasuk pertemanan, sarana prasarana, guru atau tenaga pendidik merupakan penunjang terciptanya pendidikan inklusif.

Dalam keterangan lain, Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Guru Tunanetra Indonesia (IGTI) Bima Kurniawan mengatakan bahwa pendidikan inklusif harus berjalan sepanjang hayat.

Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu konsep pendidikan yang berfokus pada proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang berlangsung sepanjang rentang usia individu.

“Sepanjang napas masih berembus, sepanjang hayat masih dikandung badan, inilah hakikat pendidikan inklusif sepanjang hayat,” kata Bima dalam seminar daring IGTI, dikutip Minggu (2/7/2023).

Lantas mengapa pendidikan sepanjang hayat harus inklusif termasuk bagi penyandang disabilitas?

Dosen Universitas Trunojoyo Madura itu menjawab, pendidikan inklusif cenderung lebih demokratis. Karena dalam pendidikan inklusif perlu ada empat prinsip yang dipenuhi. Keempat prinsip itu adalah pengakuan, kehadiran, partisipasi, dan prestasi/pencapaian.

Ciri Pendidikan Inklusif

Ciri-ciri pendidikan inklusif menurut Bima yakni:

  • Pendidikan inklusif berjalan dengan adanya kolaborasi antara guru dan siswa.
  • Guru dan siswa berpartisipasi dalam proses pemikiran dan saling memengaruhi.
  • Guru dan siswa sama-sama merancang program dan mempertimbangkan pendapat semua pihak terlibat dalam pengambilan keputusan.
  • Guru mengajukan pilihan dan siswa memiliki kebebasan untuk memilih dengan tanggung jawab.
  • Guru dan siswa bisa sama-sama menetapkan aturan dan saling menghormati aturan tersebut.
  • Guru memiliki pengetahuan yang luas dan siswa memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuannya.

“Dengan kita bersikap inklusif, kita telah bersikap demokratis sesuai dengan pengamalan pancasila,” ucap Bima.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya