Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Meta Hanindita bahwa tidak semua anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan gizi berbeda dibandingkan anak-anak biasa.
Pada anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) cenderung memiliki kebutuhan gizi yang sama dengan anak-anak. Sehingga tidak perlu dibedakan menu makan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Advertisement
"Untuk nutrisi anak-anak di SLB, baik itu tunanetra, tunadaksa, tunawicara tidak berbeda. Dilihat dari usia dan jenis kelamin sama bila melihat angka kecukupan gizi (AKG)," kata Meta dalam media briefing bersama IDAI secara daring pada Selasa, 21 Januari 2024.
Advertisement
Pada anak berkebutuhan khusus lainnya seperti anak yang diresepkan Pangan olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) oleh dokternya bila memungkinkan untuk mengonsumsi makanan biasa juga bisa mengonsumsi menu MBG.
Mengonsumsi menu makanan dari MBG tidak akan mengganggu terapi lantaran pemberian MBG hanya sekali dalam sehari.
"MBG hanya diberikan satu kali dalam sehari dan terapi nutrisi tetap jalan, jadi MBG tidak mengganggu, sebagai tambahan saja," lanjutnya.
"Tidak perlu dibedakan kaerna masih ada asupan nutrisi selain satu kali (di luar MBG)," lanjut Meta.
Seperti diketahui siswa di SLB merupakan salah satu sasaran pelaksanaan program MBG. Beberapa waktu lalu saat Menko PMK Pratikno berkunjung ke SLB B&C Cahaya Jaya, Kelapa Gading Jakarta bisa bisa melihat menu untuk siswa SLB.
Menu yang disajikan pada saat itu 13 Januari 2025 adalah nasi, ayam kandar, tahu, tumis kacang panjang, dan buah pisang.
Jubir Kepresidenan: Tidak Ada Perbedaan Menu Makan SLB dan Sekolah Reguler
Juru Bicara Kantor Kepresidenan Philips Vermonte mengatakan bahwa menu MBG pada SLB dan sekolah reguler sama.
"Tidak ada. Di wilayah yang sama ya satu SPPG itu melayani 3.000 siswa, yang tersebar di beberapa sekolah, 10 sekolah, 11 sekolah, di sini 11 sekolah dan di 11 sekolah itu menunya sama," kata Phillips saat ke SLB Negeri 5 Jakarta.
Dalam Program MBG, standar gizi mengikuti Angka Kecukupan Gizi (AKG). Di mana untuk sekali makan bagi setiap kelompok sasaran persentase nilai gizinya dihitung, yakni 20-25 persen AKG marian makan pagi dan 30-35 persen makan siang.
Dalam Program MBG, standar gizi mengikuti Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan prinsip Isi Piringku, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014.
"Angka kecukupan gizinya juga sama. Jadi, semuanya dikelola oleh SPPG," katanya mengutip Antara.
Advertisement
IDAI Apresiasi Program MBG
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengapresiasi program Makan Bergizi Gratis di pemerintahan Prabowo Subianto.
"Biar bagaimanapun tidak bisa dimungkiri bahwa kesenjangan sosial kita tinggi," kata Meta.
Ia melihat bahwa banyak anak yang teramat senang ketika mendapatkan MBG. Bahkan ada yang sampai dibawa pulang agar bisa dimakan bersama ibunya. Meski ada juga yag mengomentari soal rasa yang kurang dan lain sebagainya.
Pesan IDAI untuk Program MBG
Namun, Meta mengingatkan pula pentingnya pihak pelaksana MBG untuk memastikan menu makan yang dibagikan aman.
Tak ketinggalan Meta mengingatkan agar yang mendapatkan MBG benar-benar anak yang membutuhkan.
"Soal target, ya kalau bisa di daerah 3 T. Jangan untuk semua anak tapi sasaran anak di 3T tidak kebagian," katanya.
Advertisement