Memahami Sum'ah Adalah: Definisi, Dampak, dan Cara Menghindarinya dalam Islam

Pelajari tentang sum'ah, perilaku berupa amal perbuatan yang bukan dari Allah, melainkan karena ingin dipuji orang lain

oleh Septika Shidqiyyah diperbarui 24 Jan 2025, 08:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 08:00 WIB
sum ah adalah
sum ah adalah ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Dalam ajaran Islam, keikhlasan merupakan aspek fundamental yang harus dijaga dalam setiap ibadah dan amal saleh. Namun, terkadang seorang muslim dapat terjebak dalam perilaku yang justru menodai keikhlasan tersebut, salah satunya adalah sum'ah.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang sum'ah, mulai dari definisi, dampak, hingga cara menghindarinya agar kita dapat menjaga kemurnian niat dalam beribadah.

Definisi Sum'ah dalam Islam

Sum'ah adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada perilaku seseorang yang sengaja memperdengarkan atau memberitahukan amal ibadahnya kepada orang lain dengan tujuan mendapatkan pujian, sanjungan, atau pengakuan. Kata sum'ah berasal dari bahasa Arab "sami'a" yang berarti mendengar. Secara terminologi, sum'ah dapat didefinisikan sebagai sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal salehnya - yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi - kepada orang lain agar dirinya mendapatkan kedudukan, penghargaan, atau keuntungan materi.

Dalam konteks ibadah, sum'ah merupakan lawan dari keikhlasan. Seorang yang melakukan sum'ah tidak lagi murni beribadah karena Allah SWT, melainkan ada unsur keinginan untuk didengar dan diketahui oleh manusia. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip fundamental dalam Islam yang mengajarkan bahwa setiap amal ibadah harus dilakukan semata-mata karena Allah SWT.

Penting untuk dipahami bahwa sum'ah bukan hanya terbatas pada ibadah ritual seperti shalat atau puasa, tetapi juga mencakup berbagai bentuk amal saleh lainnya seperti sedekah, membantu orang lain, atau bahkan prestasi dalam bidang keilmuan dan dakwah. Ketika seseorang dengan sengaja menceritakan atau memamerkan amal baiknya agar diketahui orang lain, maka ia telah terjebak dalam perilaku sum'ah.

Perbedaan Sum'ah dan Riya

Meskipun sum'ah dan riya sering kali disebutkan beriringan dan memiliki kemiripan, keduanya sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Berikut adalah penjelasan detail mengenai perbedaan antara sum'ah dan riya:

  1. Definisi:
    • Sum'ah: Perilaku memperdengarkan atau memberitahukan amal ibadah yang telah dilakukan agar diketahui dan dipuji oleh orang lain.
    • Riya: Melakukan suatu amal ibadah dengan niat agar dilihat dan dipuji oleh orang lain saat melakukannya.
  2. Waktu Terjadinya:
    • Sum'ah: Biasanya terjadi setelah amal ibadah dilakukan.
    • Riya: Terjadi saat amal ibadah sedang dilakukan.
  3. Fokus Indera:
    • Sum'ah: Berkaitan dengan indera pendengaran (memperdengarkan).
    • Riya: Berkaitan dengan indera penglihatan (memperlihatkan).
  4. Cara Melakukannya:
    • Sum'ah: Menceritakan atau memberitahukan amal ibadah yang telah dilakukan.
    • Riya: Melakukan amal ibadah dengan cara yang berlebihan atau tidak biasa agar terlihat oleh orang lain.
  5. Tingkat Kesengajaan:
    • Sum'ah: Seringkali lebih disengaja dan direncanakan.
    • Riya: Bisa terjadi secara spontan saat ada orang lain yang melihat.

Meskipun berbeda, baik sum'ah maupun riya sama-sama termasuk dalam kategori sifat tercela dalam Islam. Keduanya dapat merusak keikhlasan dalam beribadah dan berpotensi menghapuskan pahala dari amal yang dilakukan. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan untuk selalu menjaga niat dan keikhlasan dalam setiap amal ibadahnya, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

Jenis-jenis Sum'ah

Sum'ah, sebagai salah satu sifat tercela dalam Islam, memiliki beberapa jenis atau variasi. Memahami jenis-jenis sum'ah ini penting untuk membantu kita mengenali dan menghindarinya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah penjelasan detail mengenai jenis-jenis sum'ah:

  1. Tasmi'us Shiddiqin (Sum'ah yang Mengandung Kebenaran):

    Jenis sum'ah ini terjadi ketika seseorang melakukan amal ibadah dengan niat yang benar karena Allah SWT, namun kemudian ia membicarakan atau memberitahukan amal tersebut kepada orang lain dengan harapan mendapatkan pujian atau penghargaan. Meskipun amal awalnya dilakukan dengan ikhlas, tindakan membicarakannya kepada orang lain dapat mengurangi atau bahkan menghapus pahala dari amal tersebut.

  2. Tasmi'ul Kadzibiin (Sum'ah yang Mengandung Kebohongan):

    Jenis sum'ah ini lebih berbahaya karena melibatkan unsur kebohongan. Seseorang menceritakan atau mengklaim telah melakukan suatu amal ibadah yang sebenarnya tidak ia lakukan, semata-mata untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Jenis sum'ah ini tidak hanya merusak keikhlasan, tetapi juga termasuk dalam kategori dusta yang sangat dilarang dalam Islam.

  3. Sum'ah dalam Ibadah Ritual:

    Jenis sum'ah ini terjadi ketika seseorang membicarakan atau memamerkan ibadah ritualnya seperti shalat, puasa, atau membaca Al-Qur'an. Misalnya, seseorang yang sengaja menceritakan bahwa ia selalu bangun malam untuk shalat tahajud atau selalu berpuasa sunnah setiap hari Senin dan Kamis.

  4. Sum'ah dalam Amal Sosial:

    Jenis sum'ah ini berkaitan dengan amal-amal sosial seperti sedekah, membantu orang lain, atau kegiatan sukarela. Contohnya, seseorang yang sengaja memberitahukan jumlah sedekah yang ia berikan atau menceritakan bagaimana ia telah membantu banyak orang yang kesulitan.

  5. Sum'ah dalam Prestasi atau Pencapaian:

    Jenis sum'ah ini terjadi ketika seseorang berlebihan dalam membicarakan atau memamerkan prestasi atau pencapaiannya dalam bidang keilmuan, karir, atau dakwah. Meskipun berbagi pengalaman positif tidak selalu salah, namun jika dilakukan dengan niat untuk mendapatkan pujian atau pengakuan, maka hal tersebut dapat termasuk dalam kategori sum'ah.

  6. Sum'ah Terselubung:

    Jenis sum'ah ini lebih halus dan seringkali sulit dideteksi. Misalnya, seseorang yang berpura-pura merendah atau menolak pujian, tetapi sebenarnya ia melakukannya dengan harapan orang lain akan semakin memujinya. Atau seseorang yang sengaja meninggalkan jejak atau bukti dari amal baiknya agar orang lain mengetahuinya tanpa ia harus mengatakannya secara langsung.

Memahami berbagai jenis sum'ah ini dapat membantu kita untuk lebih waspada dan introspektif terhadap niat dan perilaku kita sendiri. Penting untuk selalu mengevaluasi motivasi di balik setiap tindakan dan perkataan kita, terutama yang berkaitan dengan amal ibadah dan kebaikan. Dengan kesadaran ini, kita dapat lebih baik dalam menjaga keikhlasan dan menghindari jebakan sum'ah dalam berbagai bentuknya.

Contoh Perilaku Sum'ah dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk lebih memahami konsep sum'ah, penting bagi kita untuk mengenali contoh-contoh perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh perilaku sum'ah yang sering terjadi:

  1. Menceritakan Ibadah Malam:

    Seseorang yang bangun di tengah malam untuk melakukan shalat tahajud, kemudian di pagi harinya ia sengaja menceritakan kepada teman-temannya bahwa ia telah melakukan shalat malam, dengan harapan mereka akan memuji ketaatannya.

  2. Memamerkan Jumlah Sedekah:

    Seorang individu yang memberikan sedekah dalam jumlah besar, lalu ia memberitahukan nominal sedekahnya kepada orang lain, baik secara langsung maupun melalui media sosial, agar orang-orang mengetahui kedermawanannya.

  3. Mengunggah Foto Ibadah di Media Sosial:

    Seseorang yang sengaja mengunggah foto dirinya sedang beribadah, seperti saat shalat di masjid atau membaca Al-Qur'an, dengan caption yang mengarah pada pamer kebaikan.

  4. Menceritakan Prestasi Hafalan Al-Qur'an:

    Seorang penghafal Al-Qur'an yang sering kali menceritakan jumlah juz yang telah ia hafalkan kepada orang-orang di sekitarnya, dengan tujuan mendapatkan pengakuan atau pujian.

  5. Membicarakan Kegiatan Sosial:

    Seseorang yang terlibat dalam kegiatan sosial atau amal, kemudian ia sering kali membicarakan kontribusinya dalam kegiatan tersebut kepada orang lain, agar dipandang sebagai orang yang peduli dan dermawan.

  6. Menceritakan Pengalaman Umrah atau Haji:

    Seseorang yang baru pulang dari umrah atau haji, lalu ia berlebihan dalam menceritakan pengalamannya, bukan untuk berbagi ilmu atau inspirasi, melainkan untuk mendapatkan status sosial atau pengakuan sebagai orang yang telah menunaikan ibadah tersebut.

  7. Memamerkan Pengetahuan Agama:

    Seorang individu yang selalu berusaha menunjukkan pengetahuan agamanya dalam setiap kesempatan, bukan dengan niat untuk memberi manfaat, melainkan agar dipandang sebagai orang yang alim atau berilmu.

  8. Berlebihan dalam Berpakaian Islami:

    Seseorang yang sengaja berpakaian sangat Islami secara berlebihan, bukan karena ketaatan, melainkan agar dipandang sebagai orang yang sangat religius oleh lingkungannya.

  9. Menceritakan Puasa Sunnah:

    Seseorang yang rutin melakukan puasa sunnah, kemudian ia sering kali memberitahukan kepada orang lain bahwa ia sedang berpuasa, dengan harapan mendapatkan pujian atas ketaatannya.

  10. Memamerkan Kedekatan dengan Tokoh Agama:

    Seseorang yang selalu berusaha menunjukkan kedekatannya dengan tokoh-tokoh agama atau ulama terkenal, bukan karena ingin belajar, melainkan untuk mendapatkan status sosial atau pengakuan.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua tindakan berbagi pengalaman ibadah atau kebaikan termasuk dalam kategori sum'ah. Niat dan motivasi di balik tindakan tersebut yang menentukan apakah hal itu termasuk sum'ah atau bukan. Jika dilakukan dengan niat yang tulus untuk memberi manfaat, menginspirasi, atau mengajak pada kebaikan, maka hal tersebut bisa jadi justru merupakan bentuk dakwah yang positif. Namun, jika motivasinya adalah untuk mendapatkan pujian atau pengakuan, maka hal tersebut bisa termasuk dalam perilaku sum'ah yang perlu dihindari.

Dampak Negatif Sum'ah

Sum'ah, meskipun mungkin tampak tidak berbahaya pada awalnya, sebenarnya memiliki dampak negatif yang signifikan, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi masyarakat secara umum. Berikut adalah penjelasan detail mengenai dampak negatif dari perilaku sum'ah:

  1. Mengurangi atau Menghapuskan Pahala Amal:

    Dampak paling serius dari sum'ah adalah potensinya untuk mengurangi atau bahkan menghapuskan pahala dari amal ibadah yang dilakukan. Dalam Islam, keikhlasan adalah syarat diterimanya suatu amal. Ketika seseorang melakukan sum'ah, ia telah mencampuri niatnya yang awalnya murni karena Allah dengan keinginan untuk dipuji manusia. Hal ini dapat mengakibatkan amal tersebut tidak diterima atau pahalanya berkurang.

  2. Merusak Keikhlasan:

    Sum'ah secara langsung bertentangan dengan prinsip keikhlasan dalam beribadah. Semakin sering seseorang melakukan sum'ah, semakin sulit baginya untuk mempertahankan keikhlasan dalam beramal. Ini dapat mengakibatkan seseorang terbiasa melakukan ibadah atau kebaikan dengan motivasi yang tidak murni.

  3. Menimbulkan Rasa Tidak Puas dalam Beribadah:

    Orang yang terbiasa dengan sum'ah cenderung merasa tidak puas jika amal ibadahnya tidak diketahui atau dipuji oleh orang lain. Hal ini dapat mengarah pada ketidaktenangan hati dan hilangnya kekhusyukan dalam beribadah.

  4. Memunculkan Sifat Sombong:

    Sum'ah dapat menjadi pintu masuk bagi sifat sombong. Ketika seseorang terbiasa memamerkan amal ibadahnya dan mendapat pujian, ia mungkin mulai merasa lebih baik atau lebih saleh dari orang lain. Ini dapat mengarah pada kesombongan yang merupakan sifat tercela dalam Islam.

  5. Mengurangi Keberkahan dalam Hidup:

    Amal yang dilakukan dengan sum'ah cenderung kehilangan keberkahannya. Meskipun mungkin mendapat pengakuan dari manusia, namun hilangnya ridha Allah dapat mengakibatkan berkurangnya keberkahan dalam kehidupan seseorang.

  6. Merusak Hubungan Sosial:

    Perilaku sum'ah dapat merusak hubungan sosial seseorang. Orang-orang di sekitarnya mungkin merasa tidak nyaman atau bahkan terganggu dengan kebiasaannya yang selalu memamerkan amal ibadah. Ini dapat mengarah pada isolasi sosial atau hilangnya kepercayaan dari orang lain.

  7. Menimbulkan Kecemburuan Sosial:

    Ketika seseorang sering memamerkan amal ibadah atau kebaikannya, hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat. Orang lain mungkin merasa inferior atau iri, yang dapat mengarah pada ketegangan dalam hubungan sosial.

  8. Menciptakan Standar Palsu dalam Masyarakat:

    Perilaku sum'ah yang meluas dapat menciptakan standar palsu dalam masyarakat, di mana orang-orang mulai menilai kesalehan seseorang berdasarkan apa yang terlihat atau terdengar, bukan berdasarkan ketulusan hati dan amal yang sebenarnya.

  9. Mengurangi Fokus pada Perbaikan Diri:

    Orang yang terjebak dalam perilaku sum'ah cenderung lebih fokus pada bagaimana mereka terlihat di mata orang lain, daripada berusaha untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadahnya secara pribadi.

  10. Melemahkan Iman:

    Dalam jangka panjang, kebiasaan sum'ah dapat melemahkan iman seseorang. Ketika motivasi beribadah lebih didorong oleh keinginan untuk dipuji manusia daripada mencari ridha Allah, hal ini dapat mengikis fondasi keimanan seseorang.

Mengingat dampak negatif yang serius ini, penting bagi setiap muslim untuk selalu menjaga niat dan keikhlasan dalam beribadah. Menghindari perilaku sum'ah bukan hanya akan menjaga kualitas ibadah seseorang, tetapi juga akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara spiritual dan sosial.

Cara Menghindari Sifat Sum'ah

Menghindari sifat sum'ah memerlukan kesadaran diri dan upaya yang konsisten. Berikut adalah beberapa cara efektif untuk menghindari sifat sum'ah:

  1. Meluruskan Niat:

    Sebelum melakukan setiap amal ibadah, luangkan waktu untuk meluruskan niat. Ingatkan diri bahwa tujuan utama beribadah adalah untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk mendapatkan pujian dari manusia. Niatkan segala amal dan ibadah semata hanya karena Allah SWT.

  2. Menyadari Hakikat Diri sebagai Hamba Allah:

    Selalu ingat bahwa kita adalah hamba Allah yang lemah dan bergantung pada-Nya. Segala kelebihan dan kemampuan yang kita miliki adalah anugerah dari Allah, bukan hasil usaha kita semata. Kesadaran ini akan membantu kita tetap rendah hati dan menghindari keinginan untuk memamerkan amal.

  3. Memperbanyak Ibadah yang Tersembunyi:

    Usahakan untuk memperbanyak ibadah yang tidak terlihat oleh orang lain, seperti sedekah secara sembunyi-sembunyi, shalat malam, atau puasa sunnah tanpa memberitahu orang lain. Ini akan melatih keikhlasan dan mengurangi kecenderungan untuk melakukan sum'ah.

  4. Memohon Perlindungan Allah dari Sum'ah:

    Berdoalah kepada Allah SWT agar dilindungi dari sifat sum'ah. Akui kelemahan diri dan mohon pertolongan-Nya untuk menjaga keikhlasan dalam beribadah.

  5. Memperbanyak Rasa Syukur:

    Fokus pada rasa syukur atas setiap kesempatan beribadah yang diberikan Allah. Dengan bersyukur, kita akan lebih menghargai nilai ibadah itu sendiri daripada pengakuan dari orang lain.

  6. Mengingat Kematian:

    Sering-seringlah mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Kesadaran bahwa kita akan kembali kepada Allah dan mempertanggungjawabkan setiap amal perbuatan akan membantu kita fokus pada keikhlasan daripada pujian duniawi.

  7. Membiasakan Hidup Sederhana:

    Jalani gaya hidup yang sederhana dan tidak berlebihan. Kesederhanaan dapat membantu kita lebih fokus pada esensi ibadah daripada penampilan luar.

  8. Menghindari Media Sosial untuk Pamer Ibadah:

    Berhati-hatilah dalam menggunakan media sosial. Hindari kecenderungan untuk memposting atau membagikan aktivitas ibadah atau amal baik di platform publik.

  9. Belajar dari Teladan Orang Saleh:

    Pelajari kisah-kisah orang saleh yang terkenal dengan keikhlasannya. Teladani bagaimana mereka menjaga amal ibadahnya tetap tersembunyi dan menghindari pujian manusia.

  10. Melakukan Muhasabah (Introspeksi Diri):

    Lakukan evaluasi diri secara rutin. Tanyakan pada diri sendiri tentang motivasi di balik setiap amal ibadah yang dilakukan. Jika ditemukan unsur sum'ah, segera perbaiki niat dan mohon ampun kepada Allah.

  11. Menghargai Privasi dalam Beribadah:

    Hormati privasi orang lain dalam beribadah dan jaga privasi ibadah diri sendiri. Hindari bertanya atau membicarakan detail ibadah orang lain yang bersifat pribadi.

  12. Fokus pada Kualitas Bukan Kuantitas:

    Utamakan kualitas ibadah daripada kuantitas. Fokus pada kekhusyukan dan keikhlasan dalam setiap ibadah, bukan pada jumlah atau frekuensinya yang bisa dipamerkan.

  13. Memperdalam Pemahaman Agama:

    Tingkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, terutama mengenai keikhlasan dan bahaya riya serta sum'ah. Pemahaman yang mendalam akan membantu memperkuat motivasi untuk menjaga keikhlasan.

Menghindari sifat sum'ah adalah proses yang berkelanjutan dan membutuhkan kesabaran serta konsistensi. Dengan menerapkan langkah-langkah di atas secara konsisten, seorang muslim dapat meningkatkan kualitas ibadahnya dan menjaga keikhlasan dalam setiap amal yang dilakukan. Ingatlah bahwa tujuan utama dari setiap ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencari ridha-Nya, bukan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari manusia.

Hadits tentang Sum'ah

Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa hadits yang secara khusus membahas tentang sum'ah dan peringatan terhadapnya. Berikut adalah beberapa hadits tersebut beserta penjelasannya:

 

 

  • Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى رَاءَى اللَّهُ بِهِ"

Artinya: "Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Barangsiapa yang berbuat sum'ah, maka Allah akan memperdengarkan (aibnya). Dan barangsiapa yang berbuat riya, maka Allah akan memperlihatkan (aibnya).'" (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan: Hadits ini menunjukkan bahwa balasan bagi orang yang melakukan sum'ah adalah Allah akan membongkar aibnya di hadapan manusia. Ini merupakan peringatan keras terhadap perilaku sum'ah dan riya.

 

  • Hadits Riwayat Muslim:

 

عَنْ جُنْدَبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ"

Artinya: "Dari Jundub radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Barangsiapa yang berbuat sum'ah, maka Allah akan memperdengarkan (aibnya). Dan barangsiapa yang berbuat riya, maka Allah akan memperlihatkan (aibnya).'" (HR. Muslim)

Penjelasan: Hadits ini memiliki makna yang serupa dengan hadits sebelumnya, menekankan bahwa Allah akan membongkar aib orang yang melakukan sum'ah dan riya.

 

  • Hadits Riwayat Ahmad:

 

عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ" قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الرِّيَاءُ"

Artinya: "Dari Mahmud bin Labid radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.' Para sahabat bertanya: 'Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Riya.'" (HR. Ahmad)

Penjelasan: Meskipun hadits ini secara spesifik menyebutkan riya, namun sum'ah juga termasuk dalam kategori syirik kecil yang dimaksud. Hadits ini menunjukkan betapa berbahayanya sifat sum'ah dan riya hingga Rasulullah menyebutnya sebagai hal yang paling ditakutkan menimpa umatnya.

Manfaat Menghindari Sum'ah

Menghindari perilaku sum'ah membawa banyak manfaat bagi seorang muslim, baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Berikut adalah penjelasan detail mengenai manfaat-manfaat tersebut:

  1. Meningkatkan Keikhlasan dalam Beribadah:

    Dengan menghindari sum'ah, seseorang dapat lebih fokus pada esensi ibadah yaitu mencari ridha Allah SWT. Ini akan meningkatkan kualitas keikhlasan dalam setiap amal yang dilakukan, yang pada gilirannya akan membuat ibadah lebih bermakna dan berbobot di sisi Allah.

  2. Mendapatkan Pahala yang Lebih Besar:

    Amal yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa unsur sum'ah, berpotensi mendapatkan pahala yang lebih besar dari Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, amal yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi (tidak dipamerkan) bisa mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

  3. Mencapai Ketenangan Hati:

    Ketika seseorang tidak lagi terbebani oleh keinginan untuk dipuji atau diakui oleh orang lain atas amal ibadahnya, ia akan merasakan ketenangan hati yang lebih besar. Fokus pada ridha Allah membawa kedamaian batin yang tidak bisa didapatkan dari pujian manusia.

  4. Meningkatkan Hubungan dengan Allah:

    Menghindari sum'ah membantu seseorang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ketika amal ibadah dilakukan semata-mata untuk Allah, hubungan spiritual dengan-Nya akan semakin kuat dan intim.

  5. Mengembangkan Sifat Rendah Hati:

    Dengan tidak memamerkan amal ibadah, seseorang akan lebih mudah mengembangkan sifat rendah hati. Ini akan membantu dalam membentuk karakter yang lebih baik dan lebih dihargai dalam masyarakat.

  6. Meningkatkan Kualitas Hubungan Sosial:

    Orang yang tidak suka memamerkan amal ibadahnya cenderung lebih disukai dan dihormati oleh orang lain. Ini dapat meningkatkan kualitas hubungan sosial dan membangun kepercayaan dalam masyarakat.

  7. Mendorong Introspeksi Diri:

    Menghindari sum'ah mendorong seseorang untuk lebih sering melakukan introspeksi diri. Ini membantu dalam pengembangan diri yang berkelanjutan dan perbaikan kualitas ibadah secara terus-menerus.

  8. Meningkatkan Fokus pada Substansi daripada Penampilan:

    Ketika seseorang tidak lagi terfokus pada bagaimana amal ibadahnya terlihat oleh orang lain, ia dapat lebih berkonsentrasi pada substansi dan kualitas ibadah itu sendiri. Ini akan menghasilkan ibadah yang lebih bermakna dan berdampak positif.

  9. Mengurangi Beban Psikologis:

    Keinginan untuk selalu dipuji atau diakui atas amal ibadah dapat menjadi beban psikologis. Dengan menghindari sum'ah, seseorang dapat terbebas dari tekanan ini dan menjalani kehidupan spiritual yang lebih ringan dan menyenangkan.

  10. Meningkatkan Konsistensi dalam Beribadah:

    Ketika ibadah dilakukan semata-mata karena Allah, bukan untuk dipamerkan, seseorang cenderung lebih konsisten dalam menjalankannya. Ini karena motivasinya bersifat internal dan tidak bergantung pada pengakuan eksternal.

  11. Membangun Karakter yang Lebih Kuat:

    Menghindari sum'ah membantu dalam membangun karakter yang lebih kuat dan tahan uji. Seseorang menjadi lebih mampu melakukan kebaikan tanpa perlu pengakuan atau pujian dari orang lain.

  12. Meningkatkan Keberkahan dalam Hidup:

    Amal yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa unsur sum'ah, cenderung membawa lebih banyak keberkahan dalam kehidupan. Ini bisa terlihat dalam bentuk ketentraman hidup, kemudahan dalam urusan, dan peningkatan kualitas hidup secara umum.

Dengan memahami dan menginternalisasi manfaat-manfaat ini, seorang muslim dapat lebih termotivasi untuk menghindari perilaku sum'ah dan fokus pada peningkatan kualitas ibadah yang ikhlas. Manfaat-manfaat ini tidak hanya berdampak pada kehidupan spiritual individu, tetapi juga pada kehidupan sosial dan masyarakat secara luas.

Tradisi yang Berpotensi Menimbulkan Sum'ah

Dalam kehidupan masyarakat, terdapat beberapa tradisi atau kebiasaan yang, meskipun tidak selalu dimaksudkan demikian, dapat berpotensi menimbulkan perilaku sum'ah. Penting untuk mengenali tradisi-tradisi ini agar kita dapat lebih waspada dan menjaga niat serta keikhlasan dalam menjalankannya. Berikut adalah beberapa contoh tradisi yang berpotensi menimbulkan sum'ah:

  1. Pengumuman Jumlah Sumbangan di Masjid:

    Tradisi mengumumkan jumlah sumbangan atau sedekah yang diberikan oleh jamaah di masjid, meskipun bertujuan untuk transparansi, dapat berpotensi menimbulkan sum'ah. Beberapa orang mungkin terdorong untuk menyumbang lebih banyak agar namanya disebut atau dikenal sebagai dermawan.

  2. Pemasangan Papan Nama Donatur:

    Praktik memasang papan nama atau plakat yang mencantumkan nama-nama donatur di tempat ibadah atau lembaga sosial dapat mendorong orang untuk berdonasi dengan motivasi agar namanya tercantum, bukan semata-mata karena Allah.

  3. Publikasi Kegiatan Sosial di Media Sosial:

    Kebiasaan memposting kegiatan amal atau sosial di media sosial, meskipun mungkin dimaksudkan untuk menginspirasi, dapat menjadi ajang pamer dan menimbulkan sum'ah jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

  4. Pemberian Gelar atau Penghargaan Keagamaan:

    Tradisi memberikan gelar atau penghargaan kepada individu atas kontribusi mereka dalam kegiatan keagamaan dapat mendorong orang untuk berlomba-lomba mendapatkan pengakuan, bukan karena ketulusan dalam beribadah.

  5. Perlombaan Keagamaan:

    Beberapa perlombaan keagamaan, seperti lomba hafalan Al-Qur'an atau ceramah, meskipun bertujuan baik, dapat berpotensi menimbulkan sum'ah jika peserta lebih fokus pada kemenangan dan pengakuan daripada peningkatan kualitas ibadah.

  6. Tradisi Mengenakan Pakaian Khusus saat Ibadah:

    Kebiasaan mengenakan pakaian tertentu yang dianggap lebih islami atau saleh, terutama di tempat umum, dapat menjadi ajang pamer kesalehan jika tidak dilandasi niat yang benar.

  7. Ritual Umrah atau Haji Berulang:

    Meskipun umrah atau haji berulang kali adalah hal yang baik, namun jika dilakukan dengan motivasi untuk mendapatkan status sosial atau pengakuan sebagai orang yang sering beribadah, hal ini dapat mengarah pada sum'ah.

  8. Tradisi Menceritakan Pengalaman Spiritual:

    Kebiasaan menceritakan pengalaman spiritual atau mimpi-mimpi religius, jika tidak dilakukan dengan bijak, dapat menjadi bentuk sum'ah di mana seseorang ingin dipandang sebagai orang yang dekat dengan Allah.

  9. Pemberian Titel Keagamaan:

    Pemberian atau penggunaan titel keagamaan seperti 'ustadz', 'kyai', atau 'haji/hajjah' dalam konteks sosial dapat berpotensi menimbulkan sum'ah jika seseorang terlalu bangga atau sengaja menonjolkan titel tersebut.

  10. Tradisi Ziarah Kubur yang Berlebihan:

    Meskipun ziarah kubur adalah tradisi yang baik, namun jika dilakukan secara berlebihan atau dengan tujuan untuk dipandang sebagai orang yang sangat menghormati leluhur, hal ini dapat mengarah pada sum'ah.

  11. Perayaan Keagamaan yang Mewah:

    Beberapa perayaan keagamaan yang diselenggarakan secara mewah atau berlebihan, seperti acara maulid atau isra mi'raj yang sangat besar, dapat menjadi ajang pamer kekayaan atau status sosial jika tidak dilandasi niat yang benar.

  12. Tradisi Membagikan Makanan di Bulan Ramadhan:

    Kebiasaan membagikan makanan berbuka puasa atau sahur di masjid atau tempat umum, meskipun baik, dapat berpotensi menjadi ajang sum'ah jika dilakukan dengan niat untuk dipuji atau dikenal sebagai dermawan.

Penting untuk dicatat bahwa tradisi-tradisi ini pada dasarnya tidak salah dan bahkan bisa sangat bermanfaat jika dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang tepat. Namun, kita perlu waspada dan selalu mengevaluasi niat kita dalam menjalankan tradisi-tradisi tersebut. Fokus utama harus selalu pada pencarian ridha Allah SWT, bukan pada pengakuan atau pujian dari manusia. Dengan kesadaran ini, kita dapat menjalankan tradisi-tradisi keagamaan dan sosial dengan lebih bermakna dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat.

5W1H Sum'ah

Untuk memahami konsep sum'ah secara lebih komprehensif, kita dapat menganalisisnya menggunakan metode 5W1H (What, Who, When, Where, Why, How). Berikut adalah penjelasan detail mengenai sum'ah berdasarkan metode ini:

  1. What (Apa):

    Sum'ah adalah perilaku memperdengarkan atau memberitahukan amal ibadah yang telah dilakukan kepada orang lain dengan tujuan mendapatkan pujian, pengakuan, atau status sosial. Ini adalah bentuk dari riya (pamer) yang berkaitan dengan indera pendengaran, di mana seseorang ingin amal baiknya didengar dan diketahui oleh orang lain.

  2. Who (Siapa):

    Sum'ah dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang usia, status sosial, atau tingkat pengetahuan agama. Namun, orang-orang yang lebih rentan terhadap sum'ah biasanya adalah:

    • Individu yang memiliki keinginan kuat untuk diakui atau dipuji.
    • Orang yang kurang percaya diri dan mencari validasi eksternal.
    • Mereka yang baru mulai mendalami agama dan ingin menunjukkan perubahan diri.
    • Tokoh masyarakat atau figur publik yang sering menjadi sorotan.
  3. When (Kapan):

    Sum'ah biasanya terjadi:

    • Setelah melakukan suatu amal ibadah atau kebaikan.
    • Saat berinteraksi sosial, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
    • Ketika ada kesempatan untuk menceritakan pengalaman spiritual atau keagamaan.
    • Pada momen-momen tertentu seperti bulan Ramadhan, hari raya, atau acara keagamaan lainnya.
  4. Where (Di mana):

    Sum'ah dapat terjadi di berbagai tempat dan situasi, termasuk:

    • Di tempat ibadah seperti masjid atau musholla.
    • Dalam lingkungan sosial seperti pertemuan keluarga atau teman.
    • Di media sosial dan platform online lainnya.
    • Dalam forum-forum keagamaan atau diskusi.
    • Di tempat kerja atau lingkungan pendidikan.
  5. Why (Mengapa):

    Beberapa alasan mengapa seseorang melakukan sum'ah antara lain:

    • Keinginan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain.
    • Upaya untuk meningkatkan status sosial atau reputasi sebagai orang yang saleh.
    • Kurangnya pemahaman tentang konsep keikhlasan dalam beribadah.
    • Kebiasaan yang terbentuk dari lingkungan sosial yang mendukung perilaku pamer.
    • Keinginan untuk memotivasi atau menginspirasi orang lain (meskipun dengan cara yang kurang tepat).
  6. How (Bagaimana):

    Sum'ah dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

    • Menceritakan secara langsung tentang amal ibadah yang telah dilakukan.
    • Memposting kegiatan ibadah atau amal di media sosial.
    • Memberikan isyarat atau petunjuk tidak langsung tentang amal yang telah dilakukan.
    • Berlebihan dalam menampilkan simbol-simbol keagamaan.
    • Sengaja melakukan ibadah di tempat yang mudah dilihat orang lain.
    • Menyebarkan informasi tentang sumbangan atau sedekah yang telah diberikan.

Memahami sum'ah melalui perspektif 5W1H ini dapat membantu kita untuk lebih waspada terhadap perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kesadaran ini, kita dapat lebih baik dalam menjaga keikhlasan dan menghindari jebakan sum'ah yang dapat mengurangi nilai ibadah kita di hadapan Allah SWT. Penting untuk selalu mengevaluasi niat dan motivasi di balik setiap amal ibadah yang kita lakukan, serta berusaha untuk menjaga kerahasiaan amal sebisa mungkin kecuali jika ada kebutuhan yang mendesak untuk membagikannya.

Perbandingan Sum'ah dengan Sifat Tercela Lainnya

Untuk memahami sum'ah secara lebih mendalam, penting untuk membandingkannya dengan sifat-sifat tercela lainnya dalam Islam. Perbandingan ini akan membantu kita memahami posisi sum'ah dalam spektrum akhlak tercela dan bagaimana ia berhubungan dengan sifat-sifat lain. Berikut adalah perbandingan sum'ah dengan beberapa sifat tercela lainnya:

  1. Sum'ah vs Riya:
    • Persamaan: Keduanya termasuk dalam kategori syirik kecil dan bertujuan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia.
    • Perbedaan: Sum'ah lebih fokus pada memperdengarkan atau memberitahukan amal ibadah setelah dilakukan, sedangkan riya lebih pada memperlihatkan amal ibadah saat sedang dilakukan.
  2. Sum'ah vs Ujub (Bangga Diri):
    • Persamaan: Keduanya melibatkan perasaan bangga atas amal yang dilakukan.
    • Perbedaan: Sum'ah bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, sedangkan ujub lebih pada perasaan bangga dalam diri sendiri tanpa perlu pengakuan eksternal.
  3. Sum'ah vs Takabur (Sombong):
    • Persamaan: Keduanya dapat muncul dari perasaan superioritas atas amal atau kelebihan yang dimiliki.
    • Perbedaan: Sum'ah lebih spesifik pada memamerkan amal ibadah, sedangkan takabur adalah sikap merendahkan orang lain dan merasa diri lebih tinggi secara umum.
  4. Sum'ah vs Hasad (Iri Hati):
    • Persamaan: Keduanya dapat muncul dari keinginan untuk mendapatkan posisi atau pengakuan yang lebih baik dari orang lain.
    • Perbedaan: Sum'ah berfokus pada memamerkan diri sendiri, sedangkan hasad lebih pada perasaan tidak suka atas kelebihan orang lain.
  5. Sum'ah vs Ghibah (Menggunjing):
    • Persamaan: Keduanya melibatkan pembicaraan tentang orang lain atau diri sendiri yang dapat merusak hubungan sosial.
    • Perbedaan: Sum'ah berfokus pada membicarakan kebaikan diri sendiri, sedangkan ghibah adalah membicarakan keburukan orang lain.
  6. Sum'ah vs Namimah (Adu Domba):
    • Persamaan: Keduanya melibatkan penyebaran informasi yang dapat mempengaruhi persepsi orang lain.
    • Perbedaan: Sum'ah bertujuan untuk meningkatkan citra diri sendiri, sedangkan namimah bertujuan untuk merusak hubungan antara orang lain.
  7. Sum'ah vs Kadzib (Berbohong):
    • Persamaan: Keduanya dapat melibatkan penyampaian informasi yang tidak sepenuhnya benar.
    • Perbedaan: Sum'ah mungkin melibatkan melebih-lebihkan amal yang sebenarnya dilakukan, sedangkan kadzib adalah kebohongan yang disengaja tentang berbagai hal.
  8. Sum'ah vs Israf (Berlebih-lebihan):
    • Persamaan: Keduanya dapat melibatkan tindakan yang melampaui batas kewajaran.
    • Perbedaan: Sum'ah berlebihan dalam memamerkan amal, sedangkan israf berlebihan dalam konsumsi atau penggunaan sumber daya.
  9. Sum'ah vs Hubbud Dunya (Cinta Dunia Berlebihan):
    • Persamaan: Keduanya dapat muncul dari kecintaan pada pujian dan pengakuan duniawi.
    • Perbedaan: Sum'ah lebih spesifik pada memamerkan amal ibadah, sedangkan hubbud dunya mencakup kecintaan berlebihan pada segala aspek kehidupan dunia.
  10. Sum'ah vs Nifaq (Munafik):
    • Persamaan: Keduanya melibatkan perbedaan antara apa yang ditampilkan dan apa yang sebenarnya.
    • Perbedaan: Sum'ah mungkin masih melakukan amal dengan niat yang tercampur, sedangkan nifaq melibatkan kepura-puraan iman yang lebih mendalam.

Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun sum'ah memiliki keunikannya sendiri, ia sering berkaitan erat dengan sifat-sifat tercela lainnya. Dalam banyak kasus, sum'ah dapat menjadi pintu masuk atau berhubungan dengan sifat-sifat tercela lain seperti riya, ujub, atau takabur. Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim untuk tidak hanya menghindari sum'ah, tetapi juga waspada terhadap sifat-sifat tercela lainnya yang mungkin muncul bersamaan atau sebagai akibat dari perilaku sum'ah.

Memahami perbandingan ini juga dapat membantu kita dalam melakukan introspeksi diri yang lebih mendalam. Dengan mengenali bagaimana sum'ah berhubungan dan berbeda dengan sifat-sifat tercela lainnya, kita dapat lebih efektif dalam memperbaiki diri dan menjaga keikhlasan dalam beribadah. Pada akhirnya, tujuan utama adalah untuk mencapai akhlak yang mulia dan mendapatkan ridha Allah SWT dalam setiap amal ibadah yang kita lakukan.

FAQ Seputar Sum'ah

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) seputar sum'ah beserta jawabannya:

  1. Q: Apakah berbagi pengalaman ibadah untuk menginspirasi orang lain termasuk sum'ah?

    A: Tidak selalu. Jika niatnya murni untuk menginspirasi dan memberi manfaat kepada orang lain, bukan untuk mendapatkan pujian, maka hal tersebut bisa dianggap sebagai bentuk dakwah yang positif. Namun, penting untuk tetap menjaga niat dan cara penyampaian agar tidak terjerumus ke dalam sum'ah.

  2. Q: Bagaimana cara membedakan antara sum'ah dan berbagi pengalaman yang bermanfaat?

    A: Perbedaan utamanya terletak pada niat dan cara penyampaian. Jika fokusnya adalah pada manfaat bagi orang lain dan disampaikan dengan rendah hati, maka itu cenderung bukan sum'ah. Namun, jika tujuan utamanya adalah mendapatkan pujian atau pengakuan, maka itu bisa termasuk sum'ah.

  3. Q: Apakah memposting kegiatan amal di media sosial selalu termasuk sum'ah?

    A: Tidak selalu. Jika tujuannya adalah untuk mengajak orang lain berbuat baik atau memberikan informasi yang bermanfaat, maka hal tersebut bisa menjadi sarana dakwah. Namun, jika tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan like atau pujian, maka itu bisa termasuk sum'ah.

  4. Q: Bagaimana jika saya diminta untuk menceritakan pengalaman ibadah saya?

    A: Jika diminta dan ada manfaat yang jelas bagi orang lain, maka menceritakan pengalaman ibadah bisa diperbolehkan. Namun, tetap jaga niat dan hindari berlebihan dalam menceritakannya. Fokus pada aspek yang bermanfaat bagi pendengar, bukan pada menonjolkan diri sendiri.

  5. Q: Apakah menerima penghargaan atas amal kebaikan termasuk sum'ah?

    A: Menerima penghargaan atas amal kebaikan tidak otomatis termasuk sum'ah. Yang penting adalah niat awal dalam melakukan amal tersebut. Jika amal dilakukan dengan ikhlas karena Allah, maka menerima penghargaan sebagai bentuk apresiasi tidak apa-apa, selama tidak membuat kita menjadi sombong atau berlebihan dalam memamerkannya.

  6. Q: Bagaimana cara menghindari sum'ah saat bekerja di bidang keagamaan atau sosial?

    A: Tetap fokus pada niat untuk beribadah dan memberi manfaat kepada orang lain. Hindari membicarakan prestasi atau kontribusi pribadi secara berlebihan. Selalu kembalikan segala pujian dan keberhasilan kepada Allah SWT.

  7. Q: Apakah sum'ah hanya berlaku untuk ibadah ritual saja?

    A: Tidak, sum'ah bisa berlaku untuk semua bentuk amal kebaikan, termasuk ibadah ritual, amal sosial, prestasi dalam bidang keilmuan, atau bahkan dalam pekerjaan sehari-hari yang diniatkan sebagai ibadah.

  8. Q: Bagaimana jika saya tidak sengaja melakukan sum'ah?

    A: Jika tidak disengaja, segera perbaiki niat dan mohon ampun kepada Allah SWT. Jadikan pengalaman tersebut sebagai pembelajaran untuk lebih berhati-hati dalam menjaga niat dan perbuatan di masa depan.

  9. Q: Apakah sum'ah bisa menghapuskan pahala amal sepenuhnya?

    A: Menurut beberapa ulama, sum'ah bisa mengurangi atau bahkan menghapuskan pahala amal, tergantung pada sejauh mana niat sum'ah tersebut mempengaruhi amal yang dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga keikhlasan dalam beramal.

  10. Q: Bagaimana cara menasihati seseorang yang sering melakukan sum'ah tanpa menyinggung perasaannya?

    A: Berikan nasihat dengan lembut dan bijaksana. Mulailah dengan menjelaskan pentingnya keikhlasan dalam beribadah. Gunakan pendekatan yang positif, misalnya dengan menceritakan kisah-kisah inspiratif tentang keikhlasan. Hindari menyebutkan secara langsung bahwa orang tersebut melakukan sum'ah, tetapi fokus pada pentingnya menjaga niat dalam beramal.

Memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu kita lebih baik dalam mengenali dan menghindari perilaku sum'ah dalam kehidupan sehari-hari. Penting untuk selalu introspeksi diri dan menjaga niat dalam setiap amal ibadah yang kita lakukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya