Liputan6.com, Bangkok - Beberapa cerita menyejukkan hati hadir tak lama bom meledak di persimpangan sibuk Ratchaprasong, Bangkok, Senin 17 Agustus 2015 malam lalu.
Setelah bom meledak, banyak saksi mata melihat orang-orang tak kenal suku bangsa dan warna kulit bahu-membahu menolong orang yang terluka, membawa ke rumah sakit, memberi air kepada yang terluka atau sekadar memeluk tanda simpati satu sama lain.
Tak lama kemudian, polisi di rumah sakit terdekat mengumumkan membutuhkan banyak penerjemah bahasa China-Thai untuk para korban yang hanya bisa berbahasa China. Para relawan termasuk turis segera menuju rumah sakit membantu mereka.
Advertisement
"Keluarga dari turis asing khawatir dengan kerabat mereka yang terkena dampak dari ledakan ini. Mereka butuh tempat bertanya. Kami hadir untuk menerjemahkan kondisi mereka," kata Sunantha Deepoh yang bersama temannya menjadi relawan penerjemah bahasa China kepada Bangkokpost, Rabu (19/08/2015).
Penduduk sekitar pun tak kalah gesit menawarkan bantuan, termasuk kepada salah seorang awak media. Ia ditawari naik mobil oleh seorang pria begitu mengetahui ia adalah wartawan dan akan meliput ledakan yang telah merenggut 22 nyawa dan melukai 125 orang tersebut.
"Anda harus melaporkan kejadian ini, ayo ke rumah sakit," cerita seorang wartawan perempuan kepada Bangkok Post.
Palang Merah Thailand pun mendapat bantuan donor darah dari para relawan. Pada hari normal mereka hanya mendapatkan 600 hingga 800 kantong darah per harinya, sesaat setelah ledakan, mereka membutukan 2.000 kantong darah.
"Saya berterima kasih kepada para relawan yang telah mendonorkan darah mereka," kata ketua Palang Merah, Soyssa-ang. Puluhan orang antre untuk memberikan donor darah.
Pemerintah Thailand juga memberikan kompensasi kepada yang terluka hingga tewas. Rumah sakit juga membebaskan biaya perawatan. Para dokter pun tak kalah semangatnya untuk membantu korban. Banyak di antara mereka datang dari rumah sakit distrik lain untuk membantu sejawat mereka yang kelimpungan menghadapi korban luka.
Tak ketinggalan gerakan di media sosial. Para netizen menyebarluaskan tagar #prayforthailand meminta untuk tidak mem-posting foto korban untuk menghormati keluarga. PM Prayuth Chan-ocha juga mengimbau agar peliputan ledakan mematikan ini dilakukan secara konstruktif dan bertanggung jawab.
"Saya meminta kerja sama dengan media, termasuk netizen untuk menyajikan berita yang konstruktif dan bertanggung jawab dibanding menyiarkan drama, kerusakan, dan kekerasan yang bisa mengganggu investigasi," kata perdana menteri dari junta militer itu seperti dikutip dari globalvoice. (Rie/Yus)