Virus Zika Merebak, Perempuan Hamil di Amerika Latin Minta Aborsi

Aborsi atau pengguguran kandungan adalah sesuatu yang ilegal untuk dilakukan di negara-negara itu.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 21 Feb 2016, 22:02 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2016, 22:02 WIB
Virus Zika Merebak, Perempuan Hamil di Amerika Latin Minta Aborsi
Virus Zika Merebak, Perempuan Hamil di Amerika Latin Minta Aborsi (Reuters)

Liputan6.com, Amerika Latin - Para perempuan hamil di Amerika Latin ketakutan dengan merebaknya virus Zika ke negara-negara mereka. Mereka tak bisa membayangkan kalau janin yang mereka kandung harus menjadi disabilitas karena terkena mikrosefalus.

Lantaran itulah, mereka kini tengah memohon kepada pemerintah, untuk mengabulkan aborsi, sesuatu yang ilegal untuk dilakukan di negara tersebut.

Beberapa perempuan hamil mengatakan mereka positif Zika. Sementara sebagian wanita lainnya takut akan tertular penyakit tersebut.

Perempuan-perempuan dari Brasil, Kolombia, Venezuela, Peru dan El Salvador telah mengirimkan ribuan e-mail atau surat elektronik kepada Women on Web, sebuah organisasi perempuan dari Kanada yang pro-choice, atau mendukung aborsi di negara-negara yang melarangnya.

Hukum aborsi berbeda tiap negara di Amerika Latin. El Salvador, misalnya. Negara itu sangat keras melarang pengguguran kandungan, termasuk kasus perkosaan ataupun inses.

Sementara di negara lain, seperti Kolombia, membolehkan aborsi jika janin cacat.

Wabah Zika telah membawa perdebatan tersendiri di negara mayoritas Katolik, namun perempuan hamil yang putus asa tak punya waktu untuk mengubah undang-undang dan telah memohon dikirimi pil penggugur kandungan dari Women on Web.

Kelompok itu selama 10 telah mengirim pil penggugur kandungan Mifeprostone dan Misoprosol kepada wanita seluruh dunia. Women on Web didirikan pada 2005 oleh dokter Rebecca Gomperts, seorang dokter Belanda.

Peneliti belum lama ini justru menduga penyebab mikrosefali bukanlah virus zika melainkan pestisida yang disebut Pyriproxyfen.Angka perempuan Brasil yang mengontak Women on Web tiga kali lipat dibanding awal Desember tahun lalu. Atau sebelum wabah menjadi masalah publik.

Pada Desember, hanya 100-an, sementara di awal Februari mencapai 285.

"Ketika Zika menjadi menjadi tajuk di media, kami memerhatikan adanya peningkatan permintaan (pil) dari negara-negara berdampak," ujar Rebecca, seperti dilansir News.com.au, yang Liputan6.com kutip pada Minggu (21/2/2016).

"Kami berpikir ini berhubungan dengan wabah Zika. Kami tak punya alasan lain. Kemungkinan banyak sekali perempuan sedang mencari layanan aborsi. Perempuan hamil dan curiga mereka punya Zika, mereka tidak mau berisiko memiliki bayi mikrosefalus," imbuh dia.

"Yang kami khawatirkan, jika tak melakukan sesuatu, mereka akan melakukan metode aborsi yang tidak aman, sementara, kami ini bisa membantu mereka melakukan pengguguran kandungan secara medis," Rebecca menegaskan.

Ia pun memberikan salah satu contoh e-mail dari seorang perempuan Brasil yang memerlukan bantuan menggugurkan kandungannya.

"Aku terkena Zika 4 hari lalu dan tak disangka aku hamil 6 minggu. Aku punya anak laki-laki, dan aku mencintainya, mencintai anak-anak. Tapi aku tak percaya bahwa membiarkan bayi hidup dengan kondisi yang akan menderita adalah keputusan yang bijaksana. Aku butuh aborsi. Aku tak tahu harus lari ke mana, tolong aku, segera," tulisan dari e-mail yang Rebecca tidak sebut namanya.

Tak Bisa Tinggalkan Negaranya

Kebanyakan perempuan-perempuan dari negara Amerika Latin itu mengatakan mereka wajib dites Zika. Jika terbukti positif mereka tidak bisa pergi ke luar negeri. Hingga tak memungkinkan mereka mendapatkan pil aborsi.

Salah seorang perempuan mengatakan ia bisa mendapatkan Misoprostol di pasar gelap, namun tidak yakin bagaimana menggunakan obat itu. Perempuan lainnya mengatakan mereka tidak pernah dites dan yang lainnya tak percaya dengan diagnosis dokter.

Seorang perempuan berkisah ia memiliki gejala seperti Zika-- kemerahan di kulit, demam dan diare-- selama tiga minggu saat ia hamil. Saat ia pergi ke dokter, gejala itu hilang, dan dokter mengatakan itu bukan Zika. Namun, ia tak percaya dan takut kalau terjadi masalah dengan bayinya.

"Dalam pikiranku, aku tak bisa melupakan keadaanku saat simptom menyerang, dan tak bisa membayangkan konsekuensi yang bakal terjadi...Apa yang harus aku lakukan?" ungkap dia di e-mail.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya