Liputan6.com, Jakarta - Bencana Chernobyl yang terjadi 30 tahun silam merupakan kecelakaan nuklir dengan dampak terparah sepanjang sejarah abad ke-20. Untuk memperingati insiden yang jatuh pada tanggal 26 April tahun 1986 lalu itu, Kedutaan Besar Republik Belarus di Jakarta menggelar acara diskusi bersama perwakilan dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), wartawan, murid dan dosen dari sejumlah perguruan tinggi tenaga nuklir di Indonesia.
Bertemakan "30 Years of Chernobyl Accident: Consequences and the Recent Status of Environmental Development", perwakilan kedubes Belarusia berniat untuk menceritakan pengalaman buruk yang menimpa negaranya beberapa dekade lalu dengan harapan Indonesia bisa belajar dari bencana tersebut.
Baca Juga
Baca Juga
"Kesalahan operator mengakibatkan reaktor di blok pembangkit listrik nomor 4 meledak dan merembet ke yang lain. Sekitar 190 ton bahan radiasi berbahaya keluar dari reaktor, membunuh setidaknya 31 orang dan membuat 231 orang lainnya terkontaminasi hingga sekarang," Kata Penasihat Menteri Belarus untuk Indonesia, Denis Kovalev di ruang serbaguna lantai 6 Gedung BATAN, Kuningan, Selasa 26 April 2016.
Advertisement
Dampak radiasi yang keluar dari reaktor setara dengan dampak ledakan 500 bom nuklir yang dijatuhkan Amerika Serikat ke Hiroshima dan dirasakan selama berabad-abad. Menyadari hal tersebut, pemerintah Belarus langsung melancarkan aksi penggusuran 1,7 juta rumah yang dianggap terkontaminasi.
"Selain dampak buruk pada kesehatan, kerugian yang negara kami harus tanggung atas kerusakan fasiltas, infrastruktur dan lingkungan sekitar mencapai US$ 235 miliar. Itu jumlah yang sangat besar untuk negara kecil seperti kami," Ungkap Denis.
Ia menjelaskan bahwa Uni Soviet sebelumnya memberikan bantuan dana untuk biayai reparasi kerusakan. Namun upaya tersebut terpaksa dihentikan akibat runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991.
Tetap Optimis
Dampak buruk bencana Chernobyl tentu bisa membuat semua orang trauma. Namun tujuan perwakilan Belarus dalam acara ini bukan hanya untuk mengajarkan Indonesia untuk lebih berhati-hati apabila nantinya diperbolehkan untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Tetapi juga untuk menunjukkan bahwa negaranya tidak menyerah walaupun bertahun-tahun tersiksa dengan dampak buruk kecelakaan nuklir.
"Pengalaman buruk tidak membuat kami menyerah. Sekarang kami sedang berusaha membangun reaktor nuklir berkekuatan 2.400 megawatt yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2018 nanti," kata Atase pers Kedubes Belarus di Jakarta, Andrei Trusov.
Menurut Andrei, kali ini negaranya akan lebih mengandalkan teknologi nuklir yang aman dan paling canggih. Walaupun dana yang digelontorkan mencapai US$ 22 Miliar, hal tersebut dinilai penting untuk memastikan keamanan warganya.
Andrei juga menyarankan untuk Indonesia beralih ke teknologi yang lebih canggih seperti Belarus, apabila PLTN yang berada di Serpong, Yogyakarta dan Bandung nantinya boleh beroperasi. Selain itu ia juga menyarankan untuk pihak BATAN lebih seksama dan hati-hati dalam memilih lokasi pembangunan PLTN.
"Indonesia sangat rawan gempa dan hal tersebut sangat mungkin memicu terjadinya bencana seperti Fukushima. Karena itu saya sarankan untuk pihak BATAN tinjau lokasi di mana gunung berapi tak lagi aktif atau daerah-daerah yang bukan pusat gempa," terangnya.
Pihak BATAN pun angkat bicara terkait wacana pembangunan PLTN yang aman. Mereka mengaku telah melakukan survei selama 6 tahun terakhir untuk mengetahui opini masyarakat tentang pembangunan fasilitas tenaga nuklir dan juga untuk berkunjung ke daerah-daerah yang memungkinkan untuk pembangunan PLTN.
"Setelah kami telusuri satu lokasi di Indonesia ini paling menonjol. Lokasi itu adalah Pulau Belitung, riset kami menunjukkan bahwa resiko dari gunung berapi dan juga gempa sangat minim bahkan paling kecil di antara tempat-tempat lain yang kami kunjungi," tutup Dimas, salah satu perwakilan BATAN.