Liputan6.com, Sleman - Perdebatan soal kehidupan di luar Bumi atau alien masih menjadi isu internasional yang dibahas oleh para cendekiawan. Sampai saat ini penelitian terkait hal tersebut belum menemukan titik terang.
"Ini disebut paradoks fermi atau kontradiksi antara perkiraan, kemungkinan keberadaan peradaban ekstraterestrial yang tinggi dengan kurangnya bukti atau hubungan dengan peradaban semacam itu," ujar Rene T.A Lysloff, peneliti dari University of California Riverside dalam International Search for Extra Terrestrial Intelligence (SETI) Conference di Jogja Nasional Museum (JNM), Rabu (20/7/2016).
Ia menjelaskan, paradoks itu muncul karena di dalam galaksi hidup bermiliar-miliar benda langit, seharusnya ada satu yang menyerupai bumi.
Advertisement
Dia menguraikan, ada beberapa kemungkinan penyebab belum ditemukannya jalan terang tentang peradaban di luar Bumi. Antara lain, paradoks itu memang tidak ada, tidak mau ditemui, tidak terjangkau oleh manusia, atau memiliki dimensi yang berbeda dengan bumi.
Meskipun demikian, ia merasa manusia perlu mempelajari hal ini untuk membentuk sikap dan karakter pribadi, yakni menghargai makhluk lain atau alien dan bersikap tidak sombong.
Menurutnya, diskusi semacam ini sering dilakukan di Amerika Serikat dan respons masyarakatnya sangat mempercayai kehidupan di luar Bumi. Karena mereka adalah orang-orang yang percaya dengan teknologi.
"Kalau di Indonesia saya belum bisa menyimpulkan," ucapnya.
Konferensi itu juga dihadiri oleh Hasmi, komikus terkenal Indonesia yang kerap melahirkan karya fantasi science fiction. Ia menilai istilah science fiction di Indonesia terkesan dipaksakan karena masyarakatnya tidak mendewakan teknologi.
"Teknologi yang dikemas dalam cerita lebih mirip dongeng di mata masyarakat Indonesia, jadi kalaupun ada cerita berbau science fiction pun lebih ke kisah fantasi," tuturnya.