Filipina Resmi 'Bercerai' dari AS dan Merapat ke Tiongkok

Secara tegas, Presiden Duterte mengatakan hubungan militer dan ekonomi Filipina-AS telah berakhir.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Okt 2016, 09:29 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2016, 09:29 WIB
Presiden Rodrigo Duterte bersalaman dengan Presiden China, Xi Jinping dalam lawatan kenegaraan ke Tiongkok
Presiden Rodrigo Duterte bersalaman dengan Presiden China, Xi Jinping dalam lawatan kenegaraan ke Tiongkok (Reuters)

Liputan6.com, Beijing - Pada Kamis, 20 Oktober kemarin, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, secara resmi mengumumkan perpisahan dengan Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, ia menyatakan telah sepakat dengan Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui perundingan.

Seperti dilansir Reuters, Jumat (21/10/16), pernyataan Duterte ini disampaikan di hadapan setidaknya 200 pelaku bisnis asal Tiongkok. Pertemuan tersebut, menurut dia, dilakukan demi membuka apa yang disebutnya sebagai aliansi perdagangan baru.

"Dalam kesempatan ini, saya umumkan perpisahan dari Amerika Serikat. Baik di bidang militer dan juga ekonomi. Mungkin tidak secara sosial. Amerika sudah kalah," ujar Presiden Filipina itu di hadapan para pengusaha yang juga dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri Tiongkok, Zhang Gaoli.

Upaya Duterte untuk merapat ke Tiongkok terjadi setelah berbulan-bulan lalu Mahkamah Arbitrase di Den Haag, Belanda, memutuskan bahwa Beijing tidak memiliki hak berdasarkan sejarah di Laut China Selatan. Kasus klaim Tiongkok atas wilayah sengketa tersebut diajukan oleh pendahulu Duterte, Beniqno Aquino III.

Kebijakan Duterte yang memilih China dibanding AS sebagai sekutu ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Filipina.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Filipina, Ramon Lopez, mengatakan dalam lawatan pihaknya ke China, kedua negara telah menandatangani kesepakatan bisnis senilai US$ 13,5 miliar.

"Aku sudah menyesuaikan diri dalam aliran ideologi Anda. Mungkin aku juga akan pergi ke Rusia untuk bicara dengan Presiden Vladimir Putin dan mengatakan bahwa kita bertiga akan melawan dunia--Tiongkok, Filipina, dan Rusia. Hanya itu satu-satunya jalan," kata Duterte.

Pernyataan Duterte tersebut akan "memukul" Negeri Paman Sam mengingat selama ini Presiden Barack Obama melihat Manila sebagai sekutu penting dalam "menyeimbangkan" kekuatan di Asia di tengah meningkatnya pengaruh Tiongkok.

Sebelumnya, AS telah memiliki kesepakatan dengan mantan presiden Aquino untuk memberikan Washington akses ke pangkalan militer Filipina.

Disambut dengan Meriah

Kedatangan orang nomor satu di Filipina itu dikomentari oleh Kementerian Luar Negeri AS. Mereka mengatakan 'bingung' dengan pernyataan Duterte dan akan segera meminta penjelasan dari Daniel Russel, diplomat tertinggi AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik.

Russel dijadwalkan akan mengunjungi Manila akhir pekan ini.

"Kami akan mencari penjelasan dari apa yang disampaikan Presiden tentang perpisahan dengan AS. Bagi kita, maksudnya tidak jelas," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby.

Baik Kemlu AS maupun Gedung Putih menggambarkan komentar Duterte ini bertentangan dengan aliansi lama yang dimiliki kedua negara. Namun, bagaimana pun Washington akan menyambut baik hubungan erat Filipina-Tiongkok.

Duterte berjalan bersama dengan Xi Jinping dalam pertemuan keduanya di Beijing, China (Reuters)

"Aliansi AS-Filipina telah dibangun selama 70 tahun, terdapat hubungan people to people yang erat dan sederet kerja sama keamanan," sebut juru bicara Gedung Putih, Eric Schultz.

Beberapa jam setelah pidato kontroversial Duterte tersebut, para pejabat ekonomi Filipina merilis pernyataan bahwa ketika integrasi perekonomian Asia "melambat" itu tidak berarti Filipina akan mendekat ke Barat.

"Kami akan menjaga hubungan dengan Barat, tapi kami menginginkan integrasi yang kuat dengan para tetangga. Kami berbagi budaya dan pemahaman yang lebih baik dengan kawasan," ujar Menteri Ekonomi Filipina, Carlos Dominguez, dan Menteri Perencanaan Ekonomi, Ernesto Pernia, dalam konferensi pers bersama.

Kedatangan Duterte ke Tiongkok disambut dengan upacara penyambutan meriah di Balai Agung Rakyat di mana terdapat marching band dalam komposisi yang lengkap. Ini sangat jarang terlihat dalam kunjungan kebanyakan kepala negara ke Tiongkok.

Presiden Xi Jinping menyebut pertemuannya dengan Duterte sebagai "tonggak" baru dalam hubungan kedua negara. Ia menegaskan bahwa Tiongkok dan Filipina adalah saudara dan mereka "dapat menangani sengketa"--tanpa menyebut Laut China Selatan.

"Aku berharap kami dapat mengikuti kehendak rakyat dan menggunakan kunjungan ini, sebagai kesempatan untuk mendorong hubungan Tiongkok-Filipina yang bersahabat dan penuh peningkatan," jelas Presiden Xi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya