Liputan6.com, Washington DC - China setuju untuk mengembalikan drone bawah air milik Amerika Serikat yang mereka ambil secara tidak sah di perairan internasional di Laut China Selatan. Hal tersebut dinyatakan oleh Pentagon pada Sabtu, 17 Desember 2016.
"Kami telah mendaftarkan keberatan kami atas pengambilan melanggar hukum yang dilakukan china terhadap kendaraan bawah air tak berawak AS yang beroperasi di periran internasional di Laut China Selatan," ujar juru bicara Pentagon, Peter Cook, dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga
"Melalui keterlibatan langsung dengan pihak berwenang China, kami telah mendapat pemahaman bahwa China akan mengembalikan UUV kepada Amerika Serikat," imbuh Cook, di mana UUV adalah singkatan unmanned underwater vehicle atau wahana nirawak bawah air.
Advertisement
Namun hingga berita ini diturunkan, rincian tentang kapan atau bagaimana drone bawah air itu akan dikembalilkan belum diketahui.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan China mengatakan, pihak berwenangnya telah memutuskan untuk mengembalikan UUV, namun mereka mengkritik AS karena membesar-besarkan isu. Sementara itu Presiden terpilih Donald Trump menyebut tindakan yang dilakukan China "belum pernah terjadi sebelumnya."
"Setelah mengonfrimai bahwa perangkat tersebut merupakan drone bawah air AS, pihak China memutuskan untuk menyerahkannya ke AS dengan cara yang tepat," ujar juru bicara kata juru bicara Kementerian Pertahanan China, Yang Yujun, seperti dikutip dari CNN, Minggu (18/12/2016).
"China dan Amerika Serikat telah mengkomunikasikan tentang proses ini. Merupakan hal yang tak pantas -- dan tidak membantu bagi resolusi -- bahwa AS secara sepihak telah membesar-besarkan masalah ini. Kami menyatakan penyesalan atas hal itu," imbuh Yang.
Kejadian tersebut berlangsung di perairan internasional Laut China Selatan, saat kapal USNS Bowditch milik AS sedang beralayar sekitar 160 kilometer dari lepas pantai Teluk Subic, Filipina.
Bowditch sedang berhenti di laut untuk mengambil dua drone bawah air. Pada saat itu, sebuah kapal angkatan laut China yang menguntit kapal AS tersebut menurunkan sekoci ke laut.
Sekoci itu mendekat dan para awak China memungut begitu saja salah satu drone milik AS. Menurut pejabat AS, pihaknya tidak mendapat jawaban radio dari pihak China ketika dijelaskan bahwa drone itu milik AS.
Ketika mereka pergi, barulah pihak China melakukan kontak radio dan mengisyaratkan kembali ke tugas operasinya sendiri.
Kapal penelitian oseanografi AS memang kerap dibuntuti di laut, karena dianggap sedang melakukan kegiatan mata-mata. Tapi, dalam kasus ini, pejabat tersebut mengatakan bahwa drone hanya sedang mengukur kondisi lautan.
Tidak jelas apa motivasi pihak China, namun pengambilan drone itu terjadi setelah langkah provokatif presiden AS terpilih Donald Trump menerima ucapan selamat dari Presiden Taiwan, yang merupakan pelanggaran kesepakatan "One China policy" antara AS dan China.