Liputan6.com, Kirkuk - Seorang remaja calon pelaku bom bunuh diri yang diperintahkan untuk menyerang sebuah stadion di Irak, menceritakan bagaiamana dirinya dilatih untuk membunuh di kamp ISIS khusus anak-anak.
Mahmoud Ahmed diberhentikan oleh polisi di dekat stadion di Kirkuk pada Agustus lalu. Kala itu ia menggunakan rompi peledak.
Remaja berusia 15 tahun itu saat ini berada di pusat penahanan remaja di Irak, menunggu sidang dakwaan terorisme, di mana dirinya merinci bahwa radikalisasi tersebut dilakukan oleh ISIS.
Advertisement
Dikutip dari Independent, Senin (19/12/2016), rekaman dari insiden tersebut memperihatkan seorang anak laki-laki yang terkejut, menangis, dan tertekan, di mana rompi bunuh dirinya dirinya dilucuti sambil dikelilingi polisi.
Ahmed mengatakan, ia didoktrin dengan ajaran menyesatkan dan diajari menggunakan senjata mematikan. "Mereka mengajarkan kami bagaimana menggunakan Kalashnikov dan senapan mesin PKC dan kemudian memindahkan kita ke Hawija," ujar Ahmed.
"Ada empat orang lebih tua yang mengajarkan kami tentang surga dan hal-hal seperti itu. Dua puluh empat jam sehari mereka mengajarkan tentang hal ini. Ada 60 dari kami yang merupakan kelahiran 2002 atau lebih."
"Mereka menakuti kami dan memperlihatkan video pemenggalan dan semacamnya," imbuh Ahmed.
Remaja itu mengaku bahwa apa yang diajarkan ISIS merupakan hal yang salah. Namun ia selalu diberi tahu bahwa apa yang diterimanya merupakan permintaan dari komandan ISIS.
Pejabat Kurdi mengatakan, ribuan anak-anak di Irak dan Suriah saat ini digunakan ISIS sebagai pelaku bom bunuh diri di garis depan. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang berusia sembilan tahun.
Direktur Zanyari Agency--badan intelijen untuk pemerintah wilayah Kurdi--Lahur Talabany, mengatakan bahwa ISIS menggunakan anak-anak karena mereka jarang disangka sebagai pelaku bom bunuh diri dan lebih mudah dipengaruhi.
"Kami tahu dalam satu setengah tahun terakhir, mereka telah mengincar anak-anak dan menempatkannya dalam program semacam ini," kata Talabany.
"Mereka sangat rentan dan lebih mudah mengubah anak-anak menjadi pelaku bom bunuh diri dibanding orang dewasa," imbuh dia.
Laporan yang diterbitkan pada awal tahun ini menemukan bahwa jumlah anak-anak yang dikirim ke medan pertempuran dapat meningkat. Hal itu disebabkan karena terdesaknya wilayah ISIS oleh pemberontak yang didukung oleh Pemerintah AS.
Anak-anak sering muncul di sejumlah video propaganda ISIS. Salah satunya adalah anak kelahiran London bernama Isa Dare yang dibawa ke Suriah oleh ibunya yang merupakan mualaf, Khadijah Dare.
Dalam sebuah video yang dirilis pada Februari 2016, Isa terlihat meledakkan sebuah mobil dengan tiga tahanan di dalamnya. "Kami akan membunuh para kafir di sana," ujar Isa yang terlihat memakai ikat kepala ISIS.
Penelitian yang dilakukan Combating Terrorism Centre (CTC) menunjukkan, antara Januari 2015 hingga Januari 2016 ditemukan setidaknya 89 bomber anak telah tewas.
Tugas Pertama Tentara Cilik ISIS: Bunuh Orangtua
Panggil saja namanya Nasir. Boleh dikatakan ia adalah bocah yang paling beruntung di dunia. Ia selamat dari cengkraman ISIS. Usianya baru 12 tahun.
Anak laki-laki itu akhirnya berhasil bertemu dengan sang ibu di kamp pengungsi Esyan di Kurdistan. Itu adalah rumah bagi 15.000 kaum Yazidi yang melarikan diri dari ISIS. Berkisah kepada CNN, seperti dilansir Liputan6.com, pada Januari 2016 lalu. Nasir meminta agar wajah, suara, dan nama aslinya disamarkan.
"Ada 60 anak," kata Nasir memulai kisahnya.
"Hal yang paling menakutkan bagi kami adalah saat serangan udara berlangsung. Mereka membawa kami ke bawah tanah lewat lorong-lorong berliku untuk bersembunyi. Mereka berkata kepada kami, orang Amerika adalah kafir, mencoba membunuh kami. Namun mereka, ISIS, berjanji akan mencintai kami. Mereka berjanji akan mengasuh kami jauh lebih baik daripada orangtua kami," kata Nasir.
"Saat kami berlatih mereka mengatakan orangtua kami juga kafir dan pekerjaan pertama kami adalah membunuh orangtua," ujar Nasir lagi. Sesekali ia mengusap air matanya.
Kisah anak-anak sebagai tentara ISIS terdokumentasi dengan baik. Minggu lalu contohnya, sebuah video propaganda terbaru menggunakan bocah berbahasa (dan berlogat) Inggris. Kenyataan di balik berita-berita tentara anak ISIS sungguh mengerikan.
Indoktrinisasi ISIS yang diterima Nasir dan anak-anak lainnya seragam. Teroris yang mencuci otaknya berkali-kali mengatakan ISIS adalah satu-satunya keluarganya.
Masih kata Nasir, anak-anak yang termuda di kamp berusia 5 tahun. Tak ada satu pun dari mereka luput dari pelatihan yang kejam kendati bocah-bocah itu disebut 'bayi-bayi kalifah'.
"Kami tak boleh menangis. Namun tiap kali aku ingat ibuku, aku menangis. Aku berpikir ia pasti khawatir," ucap Nasir.
"Dan saat aku berhasil bebas dan bisa melihat ibuku lagi... aku seperti hidup kembali," ujar Nasir sambil melihat ke sang ibu.
Advertisement