Liputan6.com, Roma - Mantan Uskup Gereja Katolik Yunani Melkit, Monsignor Hilarion Capucci wafat dalam usia sepuh, 94 tahun. Napas penghabisan diembuskannya di Roma, tepat di hari pertama tahun 2017. Kepergiannya juga menjadi duka Palestina.
Ia bukan hanya seorang pemuka agama, namun juga aktivis. Saat kabar duka tersebut sampai ke Palestina, Presiden Mahmoud Abbas menyampaikan belasungkawa dan menyebut Capucci sebagai pejuang kemerdekaan negaranya.
Sementara, Takhta Suci Vatikan mengonfirmasi kepergian sang mantan uskup pada Senin 2 Januari 2017, namun tidak menyebutkan dengan pasti kapan Capucci tutup usia.
Advertisement
Capucci lahir di Aleppo, Suriah pada 1922. Ia ditahbiskan menjadi imam Basilian Alepian Order, Gereja Katolik Yunani Melkit -pada 1947. Kemudian pada 1965 ia ditunjuk menjadi Patriarchal Vicar di Yerusalem dan Uskup Agung Caesarea.
Pada 1974, ia melakukan perjalanan dari Beirut, Lebanon menuju Yerusalem dengan mobil berpelat nomor diplomatik Vatikan, saat dihentikan aparat keamanan Israel.
Di dalam mobil ditemukan 4 senapan Kalashnikov (AK), dua pistol, amunisi dan granat yang diduga akan diberikan pada anggota Organisasi Pembebasan Palestina atau Palestine Liberation Organisation (PLO).
Cappuci kala itu beralasan, ia dipaksa untuk mengangkut senjata-senjata itu. Namun, pengadilan Israel memutuskannya bersalah dan menjatuhkan vonis 12 tahun.
Pria itu kemudian dibebaskan pada 1977, menyusul banding yang diajukan secara personal oleh Paus Paul VI.
Setelah kebebasannya, beberapa aksi Cappuci menjadi subjek pemberitaan.
Salah satunya, dalam pembebasan sandera di Iran. Ia memainkan peran dalam pengembalian jasad delapan penerbang AS yang tewas dalam misi penyelamatan yang gagal.
Pada 1990, ia bertemu dengan pemimpin Irak, Saddam Hussein untuk mengupayakan pembebasan 68 warga Italia -- yang tak boleh meninggalkan negara itu pasca-invasi ke Kuwait.
Sepuluh tahun kemudian, Cappuci memimpin delegasi pemuka agama dan cendekiawan ke Irak, menunjukkan solidaritas menentang sanksi PBB atas negara itu.
Sementara, pada 2010 ia berada di Mavi Marmara, saat kapal mirip Turki itu dicegat komando Israel karena ambil bagian dalam armada bantuan mencoba menembus blokade Jalur Gaza.
Sebanyak 10 aktivis Turki, salah satunya berkewarganegaraan ganda AS, tewas dalam insiden penyerangan itu. Puluhan lainnya luka-luka setelah komando Israel masuk secara paksa ke kapal, dengan tambang yang diturunkan dari helikopter militer.
Hilarion Capucci menyebut, penyerbuan itu tak beralasan.