Kisah Tragis Presiden Perempuan Korsel, dari Istana ke Penjara

Dalam sejarah, Park tercatat sebagai presiden perempuan pertama di Korsel. Namun skandal besar mencoreng nama sekaligus mengubah statusnya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Apr 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2017, 09:12 WIB
Park Geun-hye, ketika diantar menuju Pusat Penahanan Seoul
Park Geun-hye, ketika diantar menuju Pusat Penahanan Seoul (Chung Sung-Jun/AP)

Liputan6.com, Seoul - Saat masih menjabat sebagai Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye selalu tampil di muka publik dengan gaya rambut disanggul kecil.

Gaya tersebut juga dipakai sang ibu, Yuk Young-soo, mantan First Lady Korsel yang dibunuh tahun 1974.

Situasi kini berbeda. Tuduhan korupsi dan penyalahgunaan wewenang membuat perempuan presiden pertama Korsel tersebut dimakzulkan pada 10 Maret 2017.

Teranyar, Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengeluarkan surat penangkapan terhadap Park setelah yang bersangkutan menjalani penyelidikan kurang lebih selama sembilan jam pada Kamis waktu setempat.

Tidak hanya status yang berubah, jepit rambut yang biasa dikenakannya sekarang juga harus dilepas.

Narapidana di Pusat Penahanan Seoul tidak diizinkan menyimpan jepit rambut yang terbuat dari logam karena benda itu bisa digunakan untuk melukai diri sendiri.

"Ketika dia bangun di pagi hari dan menyadari bahwa dia tidak bisa menata rambutnya lagi, maka dia akan mulai menghadapi kenyataan yang sebenarnya," ujar Lee Yong-ju, mantan jaksa yang kini duduk di kursi parlemen dari pihak oposisi.

Park, putri dari mantan presiden Korsel ke-3, Park Chung-hee, kini menjalani kehidupan baru berbanding 180 derajat dari sebelumnya.

Dari istana presiden berjuluk Blue House kini ia mendekam di sel penjara seorang diri, mengonsumsi makanan seharga US$ 1,3 atau Rp 17.000, mencuci nampan sendiri, dan tidur di kasur lipat yang digelar di lantai.

Jika kelak persidangan membuktikan ia bersalah, ancaman bui 10 tahun menanti.

Karena mendiang sang ayah sempat berkuasa, kebanyakan warga Korsel memberinya julukan bernada ejekan, "tuan putri". Park sendiri dikenal sangat cerewet.

Pernah ia mengunjungi kota pelabuhan Incheon saat masih jadi presiden dan kala itu otoritas setempat sampai harus membangun toilet baru, khusus untuk Park. Setidaknya itu yang disampaikan oleh mantan Wali Kota Incheon.

Banyak warga Korsel terjaga hingga larut untuk menyaksikan bagaimana jaksa mengawal Park menuju "rumah barunya" yang berada di Uiwang, bagian Seoul selatan. Dia merupakan narapidana profil tinggi pertama yang tiba di sana sejak 1995.

Roh Tae-woo, seorang mantan diktator militer, juga ditahan di sana.

Ketika ratusan pendukung Park mengungkapkan perasaan mereka dengan berteriak, "Park Geun-hye, presiden kami!", sebagian lainnya justru merayakan penahanannya.

Park Geun-hye ketika disumpah sebagai presiden perempuan pertama Korsel (AP/Lee Jin-man)

"Waktunya untuk membayar apa yang telah Anda lakukan!" pekik seorang perempuan di hadapan iring-iringan yang membawa Park ke tahanan.

Meski demikian, Park masih mendapat pengawalan yang disediakan negara. Ini satu-satunya hak istimewa yang masih bisa dinikmatinya.

Sejak pemakzulannya oleh Mahkamah Konstitusi, ia nyaris kehilangan seluruh fasilitas yang didapatkan oleh mantan presiden, mulai dari sebuah kantor, staf pribadi, dan tunjangan pensiun.

Seperti dilansir New york Times, Sabtu (1/4/2017), begitu tiba di pusat penahanan, pakaian Park berganti menjadi jumpsuit berwarna hijau, sesuai dengan tahanan lainnya. Ia difoto, menjalani pemeriksaan medis, dan diantar menuju sel isolasi.

Sel isolasi memang digunakan untuk menahan politikus dan konglomerat, demi menjamin keamanan mereka. Petugas penjara menolak mengungkap ukuran sel yang akan dihuni Park.

Setiap sel disebut memiliki satu set TV, wastafel, lemari kecil, dan meja baca yang juga berfungsi sebagai meja makan. Petugas menjelaskan, TV hanya menampilkan program resmi Departemen Kehakiman.

Para tahanan diizinkan menghabiskan waktu 45 menit untuk beraktivitas di luar ruangan.

Tidak ada batasan bagi kunjungan pengacara dan kebanyakan tahanan kaya akan lebih sering menghabiskan waktu dengan kuasa hukum mereka dibanding seorang diri di sel.

Begitu juga dengan Park. Ia diperkirakan akan lebih sering bertemu dengan pengacara untuk mempersiapkan persidangannya.

Dalam pernyataannya, jaksa menyebut, Park tidak diberikan akses untuk bertemu dengan penata gaya, koki pribadi, ahli bedah plastik, spesialis perawat kulit atau terapis fisik yang kerap mengunjunginya di Blue House.

Park mengenal sejumlah narapidana di sana, termasuk mantan kepala stafnya serta beberapa pejabat senior lain di pemerintahannya. Mereka semua terseret pusaran korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Park dan karibnya, Choi Soon-sil.

Soon-sil dan Lee Jae-yong, putra mahkota Samsung yang dituduh menyuap Park sebesar US$ 38 juta juga ditahan di pusat penahanan tersebut. Otoritas penjara berpendapat, besar kemungkinan Park tidak akan berinteraksi dengan orang-orang yang dikenalnya.

Jeong Jun-gil, juru bicara dari Partai Saenuri -- tunggangan politik Park -- mengungkapkan harapannya agar Park menjadi mantan Presiden Korsel terakhir yang dipenjara, meski dia bukan yang pertama.

"Ini benar-benar menyedihkan. Kita harap, sejarah memilukan tentang seorang mantan presiden yang ditangkap tidak akan terulang di negara ini," ujar Jeong.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya