Liputan6.com, Jakarta - Pada tanggal 14 Mei 1991 silam, hakim mengetuk palu persidangan sebagai simbol keputusannya atas hukuman yang diterima oleh Winnie Mandela. Istri Nelson Mandela itu dijatuhi hukuman 6 tahun penjara karena terbukti bersalah atas kasus penculikan dan penganiayaan terhadap empat orang pemuda.
Salah satu korban yaitu Stompie Moeketsi berusia 14 tahun bahkan tewas mengenaskan dibunuh oleh asisten Winnie yaitu Jerry Richardson.
Baca Juga
Tak diketahui pasti apa motif penculikan dan pembunuhan tersebut. Keempat pemuda yang berusia belasan tahun itu merupakan anggota Mandela Football Club salah satu gerakan melawan apartheid.
Advertisement
Selain Winnie, asisten rumah tangga dan sopir juga divonis penjara karena turut membantu penculikan dan penganiayaan.
Atas kasus ini, sosok populer Winnie yang saat itu tengah disegani oleh khalayak ramai seketika menjadi redup. Meskipun sang suami Nelson Mandela menegaskan bahwa istrinya tak bersalah.
Pada Juni 1993, Mahkamah Agung Afrika Selatan mengurangi masa hukuman Winnie selama 2 tahun. Sebagai gantinya ia harus membayar denda sebesar 3.200 poundsterling.
Tak hanya itu Winnie juga harus membayar sejumlah uang kepada tiga korban penculikan yang masih hidup.
Ternyata kisah pembunuhan yang pernah dilakukan oleh keluarga kalangan atas ini pernah beberapa kali tercatat dalam sejarah.
Tak hanya mantan ibu negara seperti Winnie, beberapa keluarga atas juga melakukan hal yang sama. Meliputi anggota kerajaan, keluarga bangsawan, anak walikota, dan juga mantan dokter di Angkatan Darat.
Karena perbuatannya, para pelaku kejahatan tersebut harus mendekam di dalam jeruji besi, bahkan dieksekusi mati.
Seperti dikutip dari laman Listverse.com, berikut adalah enam pembunuhan mengerikan yang dilakukan oleh keluarga kelas atas:
1. Elizabeth Branch
Elizabeth Branch adalah seorang janda berkewarganegaraan Inggris yang hidup sekitar Abad ke-17. Wanita yang berasal dari keluarga kalangan atas itu memiliki reputasi buruk karena kekejamannya terhadap asisten rumah tangganya.
Lahir di Bristol Inggris, Elizabeth memiliki kekayaan yang cukup besar berkat warisan dari ayahnya yang pernah bekerja sebagai kepala kapal. Ditambah lagi harta milik sang suami Benjamin Branch.
Pasca-kematian suaminya, Elizabeth semakin menjadi-jadi. Tak hanya menghabiskan harga peninggalan suami, ia juga menjadi kian kejam terhadap sesama.
Suatu hari di tahun 1740, Elizabeth dan anak perempuannya yang bernama Betty melakukan aksi kekejaman terhadap seorang asisten rumah tangganya bernama Jane.
Gadis berusia 13 tahun itu kian menjadi pelampiasan kemarahan karena kinerjanya yang terbilang lambat.
Ketika Jane ingin membuat suatu alasan, hantaman berupa pukulan keraslah yang ia dapat.
Seperti peribahasa buah yang jatuh tak jauh dari batang pohonnya, si Betty juga turut menghujani gadis tersebut dengan pukulan-pukulan keras.
Seorang asisten rumah tangga lainnya yang melihat kejadian segera meminta bantuan. Beberapa jam kemudian setelah ia kembali, tubuh Jane yang semula masih sehat bugar terlihat sudah terbaring lemah dalam kondisi tak bernyawa lagi.
Demi menutupi aksi busuknya, duo anak ibu itu menyingkirkan jasad Jane dan kabur entah ke mana. Penduduk setempat yang curiga segera mengirim tubuh tak berdaya Jane ke dokter setempat.
Saat visum, dokter menemukan adanya indikasi pemukulan yang di luar akal manusia. Dalam persidangan Elizabeth dan Betty dinyatakan bersalah oleh hakim. Namun mereka berupaya untuk menyogok agar terbebas dari dakwaan.
Namun, mereka berdua tetap dinyatakan bersalah dan divonis hukuman gantung atas perbuatannya.
Advertisement
2. Metta Fock
Seorang wanita bangsawan asal Swedia bernama Metta Fock adalah pembunuh tiga orang yang dihukum mati pada tahun 1810. Ia didakwa karena telah membunuh suami, anak laki-laki, dan anak perempuannya.
Meskipun Metta dan suaminya yang berpangkat Sersan berasal dari keluarga berada, tetap saja mereka mengalami masalah keuangan.
Sersan Henrik Johan Fock diduga menderita penurunan kapasitas mental. Sehingga menghambat kinerjanya demi menghidupi anak istri.
Rumor yang beredar mengatakan, Metta berselingkuh dengan seorang pesepak bola bernama Johan Fagercrantz. Pada tahun 1802, Hendrik dan dua orang anaknya ditemukan meninggal.
Warga yang menemukan jasad tersebut menduga Metta lah sosok yang dianggap paling bertanggung jawab atas kematian suami dan anak-anaknya.
Warga menuduh Metta meracuni anggota keluarganya demi memilih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Hingga akhirnya Metta ditangkap dan diadili pada tahun 1805. Dalam persidangan Metta mengklaim suami dan anaknya terkena wabah campak yang berujung pada kematian.
Sesuai hukum Swedia saat itu, ia dipenjara sampai mengaku. Kala itu Metta Fock menjadi satu-satunya wanita yang dipenjara di Benteng Carlsten. Namun, pada tahun 1809 Metta mengakui segala kesalahannya dan mendapat hukuman dengan cara dipenggal kepalanya.
3. Grete Beier
Lahir pada tahun 1885, Marie Margarethe Beier adalah anak perempuan walikota Brand di Saxony, Jerman. Berkat status keluarga itulah, Beier diuntungkan dengan pendidikan eksklusif dan asuhan terbaik.
Ketika berusia 22 tahun, orangtua Beier berusaha meningkatkan derajat anaknya dengan menjodohkan sang buah hati dengan seorang insinyur sukses bernama Heinrich Pressler. Namun kondisinya, Beier telah memiliki tambatan hati bernama Johannes Merker dan tidak berniat untuk memutus jalinan cintanya.
Niat jahat kemudian muncul, Beier yang merasa rakus tak ingin kehilangan kedua-duanya.
Hingga suatu hari, Beier berencana untuk membunuh sang tunangan sehingga mendapat harta kekayaan milik Pressler.
Pada tanggal 13 Mei 1907, Beier menemui calon suami dan meracuninya dengan sianida. Karena ingin menghilangkan jejak, Beier menempelkan pistol di mulut Pressler sehingga terlihat kematian itu sebagai upaya bunuh diri.
Cerdiknya Beier, ia menulis sebuah surat berisi alasan tindakan bunuh diri dan beberapa surat cinta fiktif antara Pressler dengan wanita Italia.
Beier juga menulis beberapa surat wasiat yang seolah-olah dibuat oleh sang tunangan. Dalam surat wasiat itu tertulis bahwa ia akan menyerahkan segala harta warisannya kepada calon istrinya.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh pihak polisi, ditemukan hal ganjil sehingga polisi menduga kuat Beier lah yang merekayasa kematian. Akhirnya gadis yang berwajah malaikat namun berhati iblis tersebut dieksekusi hukuman kurungan di penjara Freiburg.
Advertisement
4. Jean Kincaid
Jean Kincaid lahir di Livingstone pada tahun 1579 di Skotlandia. Ayahnya adalah John Livingstone yang berasal dari kota Dunipace. Jean kemudian menikah dengan John Kincaid yang merupakan anggota kerajaan dari klan Kincaid of Stirlingshire. Terlepas dari kekayaan dan jabatan, pernikahan Jean dan Kincaid tidaklah bahagia.
Sebab, sang suami sangat ringan tangan. Kekerasan fisik kian dirasa oleh Jean. Tak lama, muncul rasa benci dalam hati wanita tersebut.
Atas saran sang pelayan, Jean berencana untuk melakukan upaya pembunuhan kepada sang suami.
Ia mengirim sang perawat untuk meminta bantuan Robert Weir salah satu pelayan ayahnya dan juga selingkuhannya (menurut rumor). Ketika Weir tiba di perkebunan tempat John tinggal, ia mulai bersembunyi di ruang bawah tanah hingga John tertidur pulas.
Saat dirasa tepat, Jean membawa Weir ke kamar tidur sang suami. Hingga akhirnya si lelaki itu memukul kepala John dan kemudian mencekiknya.
Karena perasaan cinta, Weir melarikan diri dan bersedia menanggung akibat dari perbuatannya. Meskipun Jean tetap bersikeras untuk menemani pria tersebut.
Empat tahun kemudian, Jean berhasil ditangkap dan dijatuhi atas pasal pembunuhan. Tak ada yang menyangka jika sang istri lah dalang di balik semua kejadian.
Alhasil, Jean beserta perawat dan dua pelayan wanitanya dibawa ke pengadilan pada tanggal 3 Juli 1600. Sidang berlangsung selama dua hingga tiga jam dan kemudian terdakwa dinyatakan bersalah.
'Kaki tangan' Jean dicekik hingga tewas kemudian dibakar. Sedangkan Jean yang merupakan seorang bangsawan tersebut dipenggal hingga tewas.
5. Beatrice Cenci
Meskipun Beatrice Cenci meninggal di Abad ke-16, legendanya masih menghantui kota Roma sampai hari ini. Rumor yang beredar, hantu itu kembali di setiap tahunnya setiap malam pada hari ulang tahunnya.
Arwah Beatrice Cenci konon berkeliaran di sebuah jembatan tempat di mana ia dieksekusi sambil membawa kepalanya yang terpenggal.
Kisah tragis Beatrice Cenci sangat menarik, bahkan kasus kekejaman dan pembunuhan yang telah menimpa dirinya diangkat oleh banyak seniman seperti Alexandre Dumas, Percy Shelley, dan Stendhal.
Lahir dari salah satu keluarga bangsawan Roma di tahun 1577, Beatrice Cenci merupakan putri dari Francesco Cenci.
Ayahnya dikenal sebagai seorang bangsawan sadis yang sering menggunakan nama besar dan kekayaannya untuk menghindari hukuman karena tindak kejahatannya sendiri.
Tak jarang anggota keluarganya juga mendapat kekerasan dari sang ayah. Karena kesal, Beatrice meminta bantuan saudaranya yaitu Giacomo untuk membunuh sang ayah.
Pertama mereka membunuh Francesco dengan cara diracun, kemudian memukulnya dengan palu, dan melempar jasad korban dari balkon seolah-olah kematian itu diakibatkan karena bunuh diri.
Meski telah menyimpan rahasia pembunuhan, kejahatan keempat Cencis bersaudara terbongkar.
Beatrice dan Lucrezia di bawa ke Jembatan Sant' Angelo tempat mereka dipenggal. Sementara Giacomo dan Bernado dijadikan budak.
Advertisement
6. Lewis Hutchinson
Pada tahun 1760, dokter seorang dokter asal Skotlandia bernama Lewis Hutchinson berimigrasi ke Jamaika. Ia tinggal di sebuah perkebunan di Saint Ann Parish bernama Edinburgh Castle.
Dalam sejarah, Lewis dikenal sebagai orang pertama yang melakukan pembunuhan berantai paling produktif di Jamaika. Lewis yang juga dikenal sebagai dokter ini kian mengembangkan reputasi jahatnya sehingga sulit memisahkan mana yang fakta dan mana yang opini.
Isu yang beredar, Lewis melakukan aksi bejatnya murni karena kesenangan belaka. Ia juga dikabarkan sering meminta bantuan orang lain untuk memuaskan hasrat membunuh orang.
Kabarnya banyak pelancong yang melakukan perjalanan di daerah ini dan tak mendapat tempat beristirahat. Sehingga banyak yang memilih untuk tinggal di sebuah tempat bernama Kastil Edinburgh.
Saat tengah beristirahat, Lewis mulai beraksi. Aksi pembunuhan dilancarkan. Lewis sangat suka memotong anggota tubuh korban dan melempar jasadnya ke dalam lubang pembuangan yang dikenal dengan Lubang Hutchinson.
Karena takut, banyak warga yang memilih untuk tak mendekati kawasan tersebut.
Mendengar berita ini, seorang tentara Inggris bernama John Callender mengejar Lewis dan mencoba untuk menembak mati pelaku pembunuhan sadis tersebut. Namun sayangnya, Lewis berhasil melarikan diri.
Akhirnya Lewis dapat ditangkap dan dinyatakan bersalah dan divonis hukuman gantung.