Liputan6.com, Canberra - Australia menerapkan amnesti senjata level nasional pertamanya sejak 1996. Langkah tersebut dilakukan karena ancaman terorisme yang terus berkembang serta masuknya senjata ilegal.
Pemerintah Australia yang dikutip dari BBC, Jumat (16/6/2017), mengatakan bahwa masyarakat dapat menyerahkan senjata yang tak terdaftar tanpa perlu takut dituntut selama masa amnesti tiga bulan yang berlaku sejak 1 Juli.
Mereka yang tertangkap di luar periode itu akan didenda hingga 280 ribu dolar Australia sekitar Rp 2,8 miliar atau terancam 14 tahun penjara.
Advertisement
Diperkirakan ada 260.000 senjata ilegal di Australia.
Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan akan mengumumkan rincian lebih lanjut dari inisiatif pemerintah terkait senjata ilegal itu pada Jumat waktu setempat.
"Kita hidup dalam waktu ketika lingkungan keamanan nasional kita telah memburuk. Sayangnya, kita telah melihat, melalui serangan teror di Australia, bahwa senjata ilegal telah digunakan," kata Keenan.
"... Kami percaya sekarang adalah waktu untuk menjalankan amnesti lain, dengan tujuan mengurangi tumpukan senjata ilegal," imbuh Menteri Keenan.
Australia menerapkan kesepakatan amnesti senjata ilegal serupa setelah 21 silam lalu terjadi penembakan di Port Arthur. Saat itu, penyerang bernama Martin Bryant menewaskan 35 orang di kota wisata bersejarah di Tasmania--tercatat sebagai penembakan massal terburuk dalam sejarah Negeri Kanguru.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengungkapkan kekhawatiran atas ancaman kemungkinan serangan teroris di negara itu.
Bulan Mei lalu, Pemerintah Australia mengatakan mereka menganggap insiden pengepungan di Melbourne yang menewaskan seorang pria bersenjata sebagai aksi teror.
Sebelumnya pada 2014 terjadi penyanderaan 16 jam di sebuah kafe di Sydney. Insiden itu berakhir dengan tiga orang tewas, termasuk penyandera.