PBB: Tahun 2020 Jalur Gaza Palestina Tak Layak Dihuni Manusia

Ada sejumlah indikator memburuknya kondisi di Jalur Gaza. Salah satunya, saat ini 95 persen air di sana tak layak minum.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Jul 2017, 19:40 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2017, 19:40 WIB
20170611-Meratapi Kehidupan Warga Gaza Jalani Ramadan Tanpa Listrik-AFP
Sebuah keluarga Palestina menikmati makan sahur selama pemadaman listrik di kamp pengungsian Rafah, Jalur Gaza selatan, 11 Juni 2017. Israel mengumumkan pihaknya mengurangi pasokan listriknya ke Gaza atas permintaan Otoritas Palestina. (SAID KHATIB/AFP)

Liputan6.com, Jalur Gaza - Sebuah laporan lembaga PBB menyebutkan, kondisi kehidupan di Jalur Gaza memburuk dalam 10 tahun terakhir, tepatnya sejak wilayah tersebut diblokade Israel.

Laporan yang dipublikasikan pada Selasa kemarin dengan judul "Gaza - 10 years later" memuat sejumlah indikator kunci yang membuat Jalur Gaza tidak layak ditinggali pada tahun 2020.

Sejumlah indikator itu berupa penurunan pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan listrik yang semakin memburuk. Hal-hal tersebut sebelumnya pernah diungkapkan dalam laporan PBB tahun 2012.

PBB mengatakan, produk domestik bruto (GDP) riil per kapita di Gaza telah menurun, dan penyediaan layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan juga terus merosot.

Dokumen PBB pun menekankan bahwa satu-satunya sumber air di Gaza akan habis pada tahun 2020, kecuali ada tindakan mendesak yang dilakukan.

Robert Piper, Koordinator Bantuan Kemanusiaan dan Pembangunan PBB, mengatakan bahwa semua indikator "menuju ke arah yang salah".

"Beberapa tahun lalu kami memprediksikan bahwa Gaza akan lebih cepat menjadi tidak layak dihuni menyusul sejumlah indikator tersebut dan tenggat waktu (2020) sebenarnya jauh lebih cepat dibanding yang kami perkirakan," ujar Piper, seperti Liputan6.com kutip dari Asharq Al-Awsat pada Rabu (12/7/2017).

Piper lebih lanjut menjelaskan, di Gaza, listrik hanya menyala selama dua jam sehari dan pengangguran kaum muda mencapai lebih dari 60 persen. Adapun 95 persen air di Gaza saat ini tidak layak minum.

Al Jazeera melansir, bantuan kemanusiaan saat ini masih terus mengalir ke Gaza, terutama melalui layanan PBB. Bantuan ini mungkin memperlambat penurunan, tetapi arah kemundurannya jelas.

"Saya melihat ini luar biasa tidak manusiawi dan proses tidak adil yang mencekik dua juta waga sipil di Gaza yang benar-benar menimbulkan ancaman bagi siapa pun," tutur Piper.

Gaza direbut oleh Hamas dari pemerintah Palestina pimpinan Presiden Mahmoud Abbas pada Juni 2007. Tindakan tersebut memicu Israel memberlakukan blokade atas wilayah tersebut.

Mesir, satu-satunya negara yang memiliki perbatasan dengan Gaza, telah menutup dan menghancurkan sebagian besar terowongan penyelundupan yang selama ini memasok berbagai kebutuhan penting bagi warga Gaza. Pada saat bersamaan, Hamas juga memanfaatkan jalur tersebut untuk menyelundupkan senjata.

Sejak 2008, Hamas terlibat dalam tiga peperangan dengan Israel. Yang terakhir, terjadi pada tahun 2014.

Piper berpendapat, krisis kemanusiaan di Jalur Gaza masih mungkin untuk dihindari jika masyarakat internasional bergegas bertindak.

"Pertama-tama kita harus menempatkan rakyat pada agenda utama. Kami 100 persen optimistis bahwa itu bisa dilakukan jika ada kemauan dari aktor-aktor kunci," ungkap Piper.

 

Simak video menarik berikut:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya