Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Bertarung Setengah Bugil...5 Fakta Gladiator Wanita yang Terkuak

Gladiator Romawi Kuno dianggap sosok paling maskulin dalam sejarah. Tapi, ada juga petarung perempuan yang disebut gladiatrix.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 10 Agu 2017, 22:40 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 22:40 WIB
Gladiator (2)
Ilustrasi gladiatrix. (Sumber Flickr)

Liputan6.com, Jakarta - Para gladiator Romawi Kuno mungkin menjadi sosok paling maskulin dalam sejarah. Namun tidak banyak orang mengetahui keberadaan para gladiator wanita (gladiatrix) yang juga bertarung di Colosseum.

Kebanyakan gladiator bertarung tanpa pakaian bagian atas, jadi kaum gladiatrix pun bertempur tanpa penutup bagian atas (topless), walaupun mengenakan helm dan perisai tulang kering. Cawat yang dipakai pun seadanya dan mudah tersingkap selagi bertempur.

Menurut beberapa ahli sejarah, keadaan nyaris telanjang bukan untuk tujuan erotis, hanya alasan praktis. Tapi tentu saja menjadi hiburan tersendiri bagi penonton yang kebanyakan terdiri dari kaum pria.

Kaum wanita juga tidak diizinkan menghadiri kamp pelatihan bagi gladiator pria sehingga ada segelintir gladiatrix belajar di gim dan klub-klub sosial seperti halnya gerakan kepanduan sekarang ini.

Garis hidup anak perempuan masa itu ditentukan oleh ayahnya, termasuk dalam mencari suami atau apakah ia diajari bertarung.

Jika ayahnya meninggal saat wanita itu masih kecil, ia diwajibkan secara hukum untuk membayar seorang tutor, yang mungkin juga diminta mengajari bertarung.

Kaum wanita memang tidak boleh lagi bertarung sebagai gladiator sejak 200 M berdasarkan larangan oleh Kaisar Septimius setelah menyaksikan Olimpiade di Yunani. Kaum wanita yang terlahir merdeka tidak bolah lagi menjadi gladiator.

Tapi, seperti disarikan dari Listverse.com pada Kamis (10/8/2017) berikut ini adalah sejumlah fakta menarik tentang pada gladiatrix:

1. Hiburan Selingan

Sosok patung gladiatrix. (Sumber Wikimedia Commons)

Pertempuran gladiator dikemas penuh gaya dan para petarungnya dilatih agar pertarungan mereka sekaligus menjadi hiburan bagi penonton.

Karena tontonan semacam itu sudah disajikan selama 1.000 tahun, maka dicarilah cara agar tidak membosankan, mirip dengan tayangan gulat modern WWE yang diberi narasi, kostum seru, dan sejenisnya.

Tidak heran kalau akhirnya kaum wanita pun disertakan menjadi gladiator.

Pada awalnya, gladiator wanita menjadi daya tarik seksual dan selingan bagi pertarungan berdarah-darah.

Misalnya, gladiatrix turun ke gelanggang melawan manusia kerdil atau babi hutan untuk mengundang tawa penonton.

Pada akhirnya, para gladiatrix pun bertarung melawan sesamanya.

2. Ekspresi Pemberontakan

Lukisan gladiator oleh Jean-Leon Gerome Pollice Verso (Sumber Wikimedia Commons)

Banyak kaum pria merdeka memutuskan menjadi gladiator karena ingin terkenal, dipuji orang, atau kesempatan mendapatkan uang hadiah. Kaum wanita pun demikian.

Kenyataannya, kebanyakan gladiator wanita memilih pekerjaan itu secara sadar. Bagi wanita lajang, itu adalah cara mendapatkan pemasukan dan menjadi selebritas di masyarakat. Jika menang tarung, ia akan mandiri secara keuangan dan tidak usah lagi menuruti perintah ayah, suaminya kelak, ataupun pembimbingnya.

Aulus Cornelius Celsus adalah seorang penyusun ensiklopedi kedokteran pada masa Romawi Kuno. Ia menuliskan tentang gladiator wanita yang disebutnya "nista", lalu menantang kaum pria untuk membayangkan para istri mereka pulang dengan baju zirah dan perlengkapan gladiator.

Tampilan seperti itu dianggap sebagai ancaman bagi peran kaum pria dalam masyarakat.

Celcus pada hakikatnya menyebut gladiator wanita sebagai vulgar. Baginya, seorang wanita yang memilih menjadi gladiator berarti memberontak terhadap masyarakat.

3. Dianggap Setara PSK

Ilustrasi gladiatrix. (Sumber Flickr)

Para gladiator pria yang meraih kebebasan mereka melanjutkan hidup normal bersama istri dan keluarga. Jika ia dulunya seorang tawanan perang, kebanyakan dari mereka pulang ke keluarga sebagai orang bebas.

Di sisi lain, wanita petempur gladiator dipandang sebagai "kenistaan tak resmi" sehingga mereka menjadi kaum paria secara sosial dan tersingkir dari dunia perjodohan.

Apalagi karena gladiatrix bertarung hampir telanjang, sehingga statusnya menjadi serupa dengan seorang pekerja seks komersial ataupun para penari telanjang.

Kenyataannya, semua gladiator – baik lelaki maupun perempuan – digolongkan dalam jenis pekerjaan yang sama dengan para pelacur.

Gladiator dipandang sebagai seseorang yang menjual tubuh mereka untuk hiburan sehingga hak legal mereka disamakan dengan para pekerja seks.

Di Romawi, kaum wanita biasanya menikah muda. Jika seorang wanita berasal dari keluarga kaya, pernikahan biasanya diatur oleh ayahnya.

Jika ada istri yang menyeleweng, maka pasangan itu bercerai dan si wanita dilarang menikah lagi.

Dengan demikian, jika ayahnya menolaknya kembali, wanita itu ditakdirkan menjalani hidup melarat. Bahkan Kaisar Agustus juga mengusir putrinya, Julia, ketika ia mengetahui putrinya tersebut memiliki beberapa kekasih.

Walaupun tidak ada buku harian ataupun catatan tentang kehidupan para gladiator wanita, bisa dimengerti jika wanita memilih terjun ke dalamnya karena dilarang menikah akibat perselingkuhan di masa lalu.

Juga sangat mungkin kalau kaum lesbian menjadikan ini satu-satunya pilihan mereka untuk kabur karena tidak mau dipaksa menikahi seorang pria.

4. Makam Gladiatrix

Relik purba tentang gladiator Romawi Kuno. (Sumber Wikimedia Commons)

Pada tahun 2000, beberapa ahli arkeologi menemukan makam seorang wanita berusia 20-an dekat Amphiteater di London. Wanita muda itu dalam keadaan baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit. Makamnya juga dihiasi dengan pernak-pernik seorang gladiator.

Ada juga sisa makanan yang lazim disantap dalam upacara suatu pemakaman yang berjalan rumit. Lalu ada beberapa pernak-pernik berharga di belakang kuburannya.

Pemakaman jenis itu bukan untuk semua orang sehingga para sarjana menduga bahwa itu adalah makam seorang gladiatrix yang mereka juluki "Gladiator Girl" karena tidak ada catatan tentang namanya.

Menurut aturan Romawi, para gladiator dan kaum miskin lainnya tidak diizinkan dibawa ke luar kota untuk dimakamkan di pemakaman yang layak.

Fakta bahwa wanita itu diberi pemakaman yang baik, dekat balai pertandingan, menunjukkan bahwa ia dicintai dan dipedulikan, tanpa memandang statusnya.

5. Pertunjukan Budak Wanita

Mosaik kisah gladiator Romawi Kuno. (Sumber Wikimedia Commons)

Setiap kaisar Romawi memiliki keinginan sendiri tentang hiburan yang digelar dalam Colosseum yang bukan hanya dipakai untuk pertarungan gladiator.

Kaum pria tawanan perang dilatih sebagai gladiator sehingga mereka setidaknya memiliki kemungkinan selamat.

Tapi, bicara soal budak wanita, mereka tidak seberuntung itu. Kaisar Nero memerintahkan agar kaum wanita dan anak-anak keturunan Ethiopia berburu -- atau diburu -- hewan liar dalam arena.

Pertarungan gladiator melawan macan atau beruang menjadi hal lazim, sekaligus menjadi cara hukuman mati bagi para terpidana. Mereka hanya dibekali belati kecil untuk membela diri.

Kaisar Domitian memiliki gagasan caranya menggunakan wanita dalam Colosseum. Ia mencari para budak wanita dan memerintahkan mereka bertarung hingga mati pada malam hari yang hanya diterangi oleh beberapa obor di sekitar lapangan pertarungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya