Liputan6.com, Freetown - Setidaknya 200 orang tewas akibat lumpur longsor yang terjadi di dekat ibu kota Sierra Leone, Freetown, demikian menurut Palang Merah.
Peristiwa yang terjadi di Regent tersebut terjadi pada 14 Agustus 2017 pagi setelah hujan lebat melanda. Dikutip dari BBC, Selasa (15/8/2017), saat longsor terjadi, banyak warga yang sedang tidur.
Baca Juga
Wakil Presiden Sierra Leone, Victor Bockarie Foh, mengatakan bahwa ratusan orang tewas akibat peristiwa itu. Jumlah korban diperkirakan akan bertambah.
Advertisement
Foh mengaku 'hancur' atas peristiwa tersebut. Ia mengatakan daerah tersebut harus ditutup saat para korban dievakuasi. Foh juga mengkhawatirkan masih banyak orang yang terjebak di rumah.
Seorang juru bicara Palang Merah, Abubakarr Tarawallie mengatakan, sukarelawan dan stafnya telah dilibatkan dalam operasi pencarian dan penyelamatan. Ia juga menyebut, para korban selamat membutuhkan tempat perlindungan dan selimut dengan segera.
Pejabat manajemen bencana Sierra Leone, Candy Rogers, mengatakan bahwa 2.000 orang kehilangan rumah akibat longsor dan banjir lumpur yang terjadi di Regent.
Rogers mengatakan, upaya kemanusiaan berskala besar dibutuhkan untuk menangani dampak dari longsor dan banjir lumpur tersebut.
Menurut laporan BBC Africa, seorang perempuan kehilangan 11 anggota keluarganya dalam bencana itu. Sementara itu seorang pria harus kehilangan istri, ibu mertua, dan anak-anaknya.
Ratusan orang masih mendatangi wilayah yang terendam lumpur itu untuk mencari keluarganya. Beberapa di antara mereka mengaku tak dapat menemukannya.
Sejumlah gambar yang diunggah ke Twitter memperlihatkan sejumlah orang menerjang banjir lumpur setinggi pinggang di sekitar Freetown.
Banjir kerap terjadi di Ibu Kota Sierra Leone dan sekitarnya, yang merupakan kota pesisir dengan lebih dari satu juta penghuni. Pada 2015, banjir mematikan menewaskan 10 orang dan membuat ribuan warga kehilangan tempat tinggal.
Simak video berikut ini: