Liputan6.com, New Jersey - Lautan purba pada zaman Eosen dipenuhi dengan bentuk kehidupan yang kini tampak seperti makhluk dari dunia lain. Di antara makhluk-makhluk yang menakjubkan ini terdapat seekor ular laut yang sangat besar sehingga mengerdilkan hampir semua ular modern—Palaeophis colossaeus.
Situs Forbes yang dikutip Jumat (14/3/2025) menyebut ular raksasa itu muncul dari laut yang hangat dan dangkal di masa lampau. Sisa-sisa jejaknya telah memberi para ilmuwan petunjuk tentang eksperimen evolusi pada reptil laut dan dunia tempat raksasa pernah menguasai ombak.
Bayangkan seekor ular sepanjang bus sekolah meluncur tanpa suara melalui jalur laut prasejarah, mengintai mangsanya.
Advertisement
P. colossaeus, yang hanya dikenal dari tulang belakangnya yang sangat besar, telah menantang persepsi modern kita tentang evolusi ular.
Raksasa ini diyakini sebagai predator puncak, yang mengisyaratkan adanya jaring makanan yang kompleks dan iklim yang memungkinkan ektoterm (hewan berdarah dingin) raksasa tersebut berkembang biak. Tulang-tulangnya yang telah menjadi fosil berbicara banyak tentang eksperimen awal dalam adaptasi akuatik dan memberikan gambaran tentang masa ketika laut lebih hangat, ekosistem lebih kaya, dan kemungkinan evolusi tidak terbatas.
Makhluk raksasa dari Laut Eosen, P. colossaeus bukan ular laut biasa—ular ini menyandang gelar sebagai salah satu yang terbesar yang pernah tercatat. Bukti fosil, terutama dalam bentuk tulang belakang, menunjukkan bahwa raksasa laut ini dapat mencapai panjang antara 8,1 dan 12,3 meter (sekitar 26 hingga 40 kaki).
Ukuran yang sangat besar ini sangat mencengangkan jika dibandingkan dengan ular laut modern. Di antara spesies yang hidup paling lama saat ini, ular laut kuning (Hydrophis spiralis) dapat tumbuh hingga 3 meter (sekitar 10 kaki) panjangnya.
Â
Â
Sang Penjelajah Afrika Purba
Hidup selama awal hingga pertengahan Eosen, sekitar 56 hingga 34 juta tahun yang lalu, P. colossaeus menjelajahi jalur laut kuno yang sekarang menjadi bagian dari Afrika. Keberadaannya di Selat Trans-Sahara menyiratkan lingkungan tempat perairan yang hangat, dangkal, dan kaya nutrisi tidak hanya mendukung ular raksasa tetapi juga sejumlah reptil laut lainnya.
Ukurannya menunjukkan bahwa ia menempati ceruk predator puncak, memangsa organisme laut yang cukup besar—bahkan mungkin bentuk awal paus atau ikan besar—yang pada gilirannya menunjukkan ekosistem yang dinamis dan kompleks. Ia juga mendorong pemahaman kita tentang kondisi iklim Eosen.
Fosil P. colossaeus yang ditemukan para ilmuwan di endapan yang pernah menjadi bagian dari Selat Trans-Sahara yang luas memberi kita gambaran sekilas tentang periode ketika lingkungan laut mengalami perubahan dramatis.
Laut Eosen tempat mereka berkembang biak akan mendukung beragam kehidupan, dari predator raksasa hingga mangsa yang melimpah. Perannya sebagai predator puncak menunjukkan rantai makanan yang kompleks di mana ketersediaan mangsa besar dapat mendorong evolusi gigantisme pada ular laut. Lebih jauh lagi, studi fosil tersebut telah berkontribusi pada pemahaman kita tentang bagaimana iklim dan faktor lingkungan memengaruhi ukuran tubuh di antara hewan ektotermik.
Hewan ektotermik besar seperti P. colossaeus sering kali memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi untuk mempertahankan metabolisme mereka. Dengan demikian, keberadaan ular sebesar ini secara tidak langsung mendukung rekonstruksi model iklim Eosen yang mengusulkan laut tropis yang jauh lebih hangat daripada yang kita amati saat ini.
Advertisement
Fisiologi Unik dan Adaptasi Tingkatan Primitif
Meskipun ukurannya sangat besar, P. colossaeus menunjukkan perpaduan menarik antara sifat primitif dan khusus. Tidak seperti ular laut modern yang sangat ramping dengan tubuh yang terkompresi secara lateral, ruas tulang belakangnya sangat kuat dan lebar.
Morfologi tingkatan "primitif" ini menunjukkan bahwa meskipun beradaptasi dengan kehidupan di air, ia mempertahankan rencana tubuh yang tidak sepenuhnya dioptimalkan untuk pergerakan akuatik berkecepatan tinggi. Struktur ruas tulang belakangnya—dengan lengkungan saraf yang lebar dan kompresi lateral yang kurang jelas—menunjukkan bahwa P. colossaeus mungkin telah menggunakan strategi berenang yang berbeda dari kerabat modernnya.
Ular ini mungkin mengandalkan massa dan kekuatan untuk bermanuver dan menyergap mangsanya, bukan gerakan licin dan berliku-liku yang diamati pada ular laut masa kini. Selain itu, penelitian tentang vaskularisasi tulangnya menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan kemungkinan metabolisme yang lebih cepat dibandingkan dengan banyak ular yang masih ada.
Fisiologi unik ini memberikan petunjuk tentang jalur evolusi yang dilalui ular laut awal. P. colossaeus tampaknya mewakili eksperimen evolusi—yang menunjukkan bahwa meskipun bentuk hidrodinamik sepenuhnya nantinya akan menjadi umum di antara ular laut, dulunya ada ruang bagi raksasa dengan bentuk yang lebih umum dan kuat yang masih mendominasi ceruknya.
Ini adalah pengingat bahwa jalur adaptasi jarang bersifat linier. Campuran sifat primitif dan fitur khusus menunjukkan satu fakta—evolusi adalah proses eksperimen yang berkelanjutan, yang membentuk berbagai rencana tubuh yang masing-masing dapat berkembang dalam kondisi lingkungan yang sama.
