AS Desak Pakistan Setop Dukung Taliban

Menlu AS, Rex Tillerson, mengatakan, Pakistan terancam kehilangan keistimewaannya jika negara itu terus mendukung Taliban.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Agu 2017, 15:34 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2017, 15:34 WIB
Pasukan Taliban
Pasukan Taliban (AP)

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson, mendesak Pakistan menghentikan dukungan terhadap kelompok Taliban di Afghanistan. Tillerson bahkan mengancam Pakistan akan kehilangan "keistimewaan" jika pemerintah negara itu gagal mengubah sikap mereka.

Washington merupakan sekutu penting bagi Islamabad. Selama ini, Pakistan menikmati status khusus sebagai mitra aliansi non-NATO dan menerima bantuan miliaran dolar.

"Hal tersebut dapat didiskusikan jika mereka tidak mau mengubah sikap atau pendekatan mereka terhadap bagaimana mereka berurusan dengan banyak kelompok teroris yang merasa aman di Pakistan. Adalah kepentingan Pakistan untuk bertindak," ungkap Tillerson seperti dikutip dari BBC, Selasa (23/8/2017).

Kestabilan Pakistan disebut Tillerson merupakan kepentingan AS dan negara-negara lain.

"Mereka adalah kekuatan nuklir dan kami memiliki kekhawatiran tentang keamanan senjata mereka," ujar Menlu AS.

Dijelaskan Tillerson, Taliban harus diberi pemahaman bahwa mereka tidak akan pernah menang di medan perang Afghanistan, demikian pula dengan AS.

"Kami mungkin tidak akan memenangkan perang, demikian pula dengan Anda," tutur Tillerson. Ia menambahkan, negosiasi adalah cara terbaik untuk mengakhiri konflik.

Pernyataan Tillerson ini meluncur sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan sebuah strategi baru. Trump berjanji akan mendukung pasukan Afghanistan untuk memerangi pemberontak.

Strategi baru di Afghanistan

Pada Senin malam waktu Washington, Trump mengumumkan strategi untuk Afghanistan. Kebijakannya cukup mengejutkan jika dibandingkan dengan berbagai pernyataannya sebelumnya.

Sebelum menjadi presiden, Trump menyarankan penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Namun, dalam strategi barunya ia justru memperpanjang periode intervensi militer di negara itu.

Orang nomor satu di AS itu memperingatkan, penarikan pasukan yang terburu-buru dapat membuka ruang bagi para teroris untuk meningkatkan eksistensi mereka. Trump mengklaim pasukan AS di Afghanistan akan "berjuang untuk menang".

Trump juga mengatakan, pendekatannya terkait Afghanistan akan lebih pragmatis dan didasarkan pada kondisi di lapangan ketimbang idealis dan terikat pada waktu. Ia akan mengalihkan kebijakan AS dari "membangun sebuah bangsa" ke "membunuh teroris".

Untuk menjalankan kebijakannya, Trump menyetujui pengiriman pasukan tambahan ke Afghanistan. Kendati demikian, ia menolak menjelaskan secara detail berapa banyak tentara yang akan dikirimkan ke Afghanistan, berapa lama mereka akan tinggal, atau apa tujuan akhir mereka.

Sebuah laporan mengungkap, setidaknya 4.000 pasukan tambahan siap dikirim ke Afghanistan.

Dalam pidatonya, untuk pertama kalinya, Trump membuka kemungkinan untuk berdamai dengan Taliban. Ia mengatakan, "Suatu hari, setelah tindakan militer dilakukan, tidak menutup kemungkinan untuk mencakup penyelesaian secara politik yang melibatkan Taliban di Afghanistan".

Merespons pernyataan Trump, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengucapkan terima kasih kepada AS karena mendukung perjuangan bersama melawan ancaman terorisme di Afghanistan.

Adapun, Taliban berjanji untuk menjadikan Afghanistan "kuburan" bagi pasukan AS.

Operasi tempur AS melawan Taliban secara resmi berakhir pada tahun 2014. Namun, lebih dari 8.000 pasukan khusus AS masih berada di negara itu untuk memberikan dukungan terhadap pasukan Afghanistan.

 

Saksikan video menarik berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya