Liputan6.com, Rakhine - Hari ini, 1 September 2017, Â umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Idul Adha. Sejatinya, dirayakan dengan penuh suka cita. Namun, tidak bagi 26 perempuan dan anak-anak Rohingya. Mereka justru tewas tenggelam ketika mencoba kabur melalui pantai barat Myanmar.
Dari keterangan Komandan Pasukan Perbatasan Bangladesh Letnan Kolonel Ariful Islam ada sekitar tiga kapal yang membawa warga Rohingya yang tenggelam di Teluk Belangga.Â
Seluruh jenazah telah ditemukan. Korban tewas terdiri dari 15 anak-anak dan 11 perempuan. Diduga kapal itu tenggelam pada Kamis, 31 Agustus 2017, namun baru ditemukan keesokan harinya.
Advertisement
Hingga kini, belum bisa dipastikan warga Rohingya tersebut berencana kabur ke mana.
Kelompok Rohingya kembali mendapat sorotan dunia, usai pertempuran mereka melawan militer di Negara Bagian Rakhine menyebabkan 100 orang terbunuh.
Baca Juga
Peristiwa itu, membuat sentimen anti-Rohingya meningkat di Myanmar. Aparat keamanan dan beberapa kelompok masyarakat menggunakan kekerasan demi mengusir etnis minoritas tersebuut.
Salah satu kericuhan besar terjadi di Desa Chut Pyin. Sebanyak lebih dari 200 warga Rohingya tewas dalam peristiwa tersebut.
Menurut Pemimpin Eksekutif Organisasi HAM Asia Tenggara, Fortify Rights Matthew Smith, situasi di tersebut tidak boleh didiamkan. Keadaan Rohingya harus menjadi perhatian dunia secara luas.
"Situasi sudah mengerikan," ucap Smith seperti dikutip dari NY Times, Jumat (1/9/2017).
"Pembantaian masal terus terjadi. Pemerintah sipil dan militer harus segeara melakukan tindakan untuk mencegah serangan selanjutnya," sebut dia.
Diusir Bangladesh
Warga Rohingya saat ini semakin terdesak. Mereka yang coba kabur ke Bangladesh malah mendapat halangan dari tentara negara tersebut.
Mengetahui peristiwa itu, PBB mendesak agar otoritas perbatasan Bangladesh menghentikan aksi penghalauan dan mengizinkan sekitar 6.000 warga dari etnis minoritas tersebut untuk masuk ke negara dengan Ibu Kota Dhaka. Demikian seperti dilansir Channel News Asia,Â
"Sekitar 6.000 warga Myanmar (Rohingya) berkumpul di perbatasan dan mencoba masuk ke Bangladesh," kata otoritas senior Pasukan Penjaga Perbatasan Bangladesh.
Aksi penghalauan itu telah dilakukan oleh otoritas perbatasan Bangladesh sejak gelombang warga Rohingya berdatangan mulai Jumat pekan lalu, yang dipicu oleh pertempuran antara militer Myanmar dengan militan Rohingya di Rakhine. Pertempuran itu menewaskan 110 orang.
Pada tiga hari terakhir, otoritas perbatasan telah mengizinkan sekitar 5.200 warga sipil yang melarikan diri dari Rakhine masuk ke teritorial Bangladesh. Akan tetapi, jumlah itu hanya sebagian dari jumlah total yang mungkin mencapai lebih dari puluhan ribu jiwa.
"Bagaimana kami bisa diam ketika ada bayi yang kedinginan yang hendak melintas," jelas seorang petugas penjaga perbatasan kepada AFP.
Sekitar 6.000 jiwa yang dihalau itu tertahan di sebuah desa di perbatasan Myanmar - Bangladesh. Menurut laporan media setempat, para warga sipil itu kerap berada di bawah tekanan tembakan api dari pasukan bersenjata.
Otoritas juga menyebut, situasi di perbatasan, yang dipisahkan oleh celah sempit Sungai Naf, saat ini masih tidak stabil.
"Semalam kami mendengar suara senjata api dari senapan otomatis dan kepulan asap di sebuah desa di sana (Myanmar)," tambah sang otoritas.
Meski ada sekitar 500 warga Rohingya yang berhasil melintas ke Bangladesh, dalam waktu singkat, mereka ditangkap dan dipaksa kembali ke Myanmar oleh otoritas perbatasan.
Simak video berikut:
Advertisement