Liputan6.com, Gaza - Kelompok Hamas telah sepakat untuk mengadakan pembicaraan dengan kelompok Fatah. Mereka juga setuju untuk membubarkan komite administrasi Gaza dan mengadakan pemilu sebagai upaya untuk mengakhiri konflik.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berasal dari Fatah dan didukung oleh Barat. Kedua kelompok ini telah berseteru di sepanjang Jalur Gaza sejak 2007.
Upaya untuk mendamaikan keduanya dan membentuk pemerintah persatuan di Gaza dan Tepi Barat sejauh ini selalu gagal.
Advertisement
Seperti dikutip dari The Guardian pada Minggu (17/9/2017), seorang pemimpin senior Fatah, Mahmoud Aloul, menyambut baik pernyataan Hamas tersebut. Kepada radio Voice of Palestine ia mengatakan, "Kami ingin melihat itu terjadi di lapangan sebelum melangkah ke tahap berikutnya."
Mesir diketahui telah melakukan pembicaraan dengan kelompok Fatah dalam rangka mengimplementasikan sebuah kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak pada tahun 2011 di Kairo. Perjanjiannya antara lain mengakhiri pertikaian dan membentuk pemerintahan sementara sebelum pemilu.
Pada Juli lalu, muncul gerakan dari Hamas untuk mendekati pemimpin Palestina. Kabarnya ini dipicu oleh tantangan yang kian berat yang dihadapi kelompok Hamas.
Pemimpin Hamas dikabarkan mengadakan pembicaraan dengan Mohammed Dahlan, mantan pemimpin Fatah yan diasingkan di Gaza, dengan harapan ia dapat meyakinkan Mesir untuk membantu warga Gaza di tengah blokade Israel yang berkepanjangan.
Posisi Hamas belakangan dilemahkan oleh perkembangan yang terjadi di kawasan, termasuk krisis diplomatik yang melibatkan Qatar dan Arab Saudi. Qatar diketahui pernah menjadi penyokong utama keuangan di Gaza.
Di lain sisi, Hamas juga mendapat tekanan lebih lanjut dari kebijakan agresif Abbas. Pada Juni lalu, otoritas Palestina meminta Israel untuk secara substansial memangkas pasokan listrik ke 2 juta penduduk Gaza.
Krisis listrik yang bertujuan memaksa Hamas mengembalikan wilayah yang dikuasainya ke Otoritas Palestina disebut sebagai puncak kesengsaraan warga Gaza.