Ada Korupsi Jutaan Dolar AS dalam Perang Melawan Ebola di Afrika

Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) menemukan dugaan korupsi jutaan dollar dalam perang melawan Ebola di Afrika.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Nov 2017, 07:48 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2017, 07:48 WIB
20150812-#CERITA Perjalanan Panjang Virus Mematikan Ebola
Petugas medis dari Croix Rouge LSM membawa jenazah korban Ebola dari sebuah rumah di Monrovia, Liberia, 29 September 2014. Dari empat negara di Afrika Barat, Liberia menjadi negara yang paling parah terkena wabah Ebola. (AFP PHOTO/PASCAL GUYOT)

Liputan6.com, Jenewa - Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah (IFRC) menemukan beberapa kasus korupsi dan penipuan dana terkait penanganan wabah Ebola di Afrika Barat sepanjang 2014 - 2016.

Kasus penipuan itu melibatkan sejumlah staf dan pejabat di dalam IFRC serta beberapa figur pemerintahan dari berbagai negara.

Dalam pernyataan resmi, badan humaniter tersebut menyatakan, "Marah atas temuan itu dan akan memastikan setiap staf yang terlibat akan diminta pertanggungjawaban." Demikian seperti dikutip dari VOA News, Senin (6/11/2017).

Wabah Ebola menewaskan lebih dari 11.000 orang, menjangkit 29.000 lainnya, dan menelan biaya jutaan dollar Amerika Serikat selama masa puncak penyebaran kala melanda di negara Guinea, Sierra Leone dan Liberia.

Di Sierra Leone, IFRC menemukan bukti adanya "kemungkinan kolusi" antara bank dan mantan pegawai organisasi humaniter tersebut. Kolusi itu menyebabkan kerugian senilai US$ 2,1 juta.

Di Guinea, penggelembungan dan pemalsuan dana merugikan IFRC senilai US$ 1,2 juta. Organisasi itu juga tengah melakukan dua penyelidikan lain di negara tersebut atas kasus serupa.

Dan di Liberia, organisasi itu menemukan penggelembungan harga barang dan gaji yang mengakibatkan kerugian senilai US$ 2,7 juta.

IFRC berkomitmen menyeret semua pihak yang terlibat kegiatan ilegal itu ke pengadilan dan mengambil kembali dana yang disalahgunakan yang mencapai 

Organisasi itu, yang pernah dilanda skandal korupsi, mengatakan, sejak tahun 2014 telah menerapkan batasan pengeluaran dana tunai dalam situasi kerja yang "berisiko tinggi" dan mempekerjakan auditor saat mengirim tim bantuan.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya