Senator Demokrat Desak Bos Facebook Beri Kesaksian soal Skandal Cambridge Analytica

Senator AS dari Partai Demokrat mendesak Mark Zuckerberg untuk memberikan saksi di hadapan Konggres AS terkait skandal Cambridge Analytica.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 21 Mar 2018, 09:09 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 09:09 WIB
Cambridge Analytica Alexander Nix
CEO Cambridge Analytica Alexander Nix berbicara di Summit Concordia 2016 Hari 1 di Grand Hyatt New York, 19 September 2016. (Bryan Bedder/Getty Images for Concordia Summit/AFP)

Liputan6.com,Washington DC - Senator Amerika Serikat (AS) untuk Komite Kehakiman, Dianne Feinstein, yang berasal dari Partai Demokrat, mengatakan bos Facebook, Mark Zuckerberg, harus memberi kesaksian di hadapan Kongres mengenai layanan pengelolaan data para penggunanya.

Pernyataan tersebut disampaikan Feinstein pada Selasa, 20 Maret 2018, usai terkuaknya skandal Cambridge Analytica yang diduga diam-diam berperan memenangkan Donald Trump pada Pilpres AS 2016.

Dilansir dari Channel News Asia pada Rabu (21/3/2018), Feinstein menyebut sebanyak 50 juta pengguna Facebook kehilangan data pribadinya di Facebook.  

Hal itu dikemukakan lantaran munculnya desakan dari para anggota Konggres, yang meminta raksasa media sosial itu menjelaskan dugaan penambangan data pribadi penggunanya oleh Cambridge Analytica untuk kampanye Donald Trump pada Pilpres AS terakhir.

"Saya pikir kita harus menghadirkan pemimpin Facebook, bukan pengacara mereka, bukan perwakilan mereka, tetapi orang nomor satu di sana … datang, menyatakan jika mereka benar-benar siap untuk memimpin industri (teknologi informasi), sekaligus melakukan kontrol ketat agar semua ini tidak lagi terjadi," ujar Feinstein di hadapan media.

 

Simak video tentang kartun The Simpsons yang mengejek 100 hari kerja Presiden Donald Trump berikut:

Skandal Besar Kebocoran Data Facebook

Facebook
Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Cambridge Analytica (CA) dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.

Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program perangkat luak yang hebat, sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.

Cambridge Analytica memiliki keterkaitan dengan dengan mantan kepala penasihat Trump Steve Bannon dan manajer kampanye Trump 2020, Brad Parscale.

Sementara, miliarder pengelola investasi global (hedge fund) sekaligus pendukung Donald Trump, Robert Mercer, adalah pemiliknya.

Mengutip dari laporan The Guardian pada Selasa, 20 Maret 2018, hal ini dilakukan untuk menargetkan pengguna Facebook dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi.

CA merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer. Pada saat itu CA dipimpin penasihat utama Trump, Steve Bannon.

"Kami mengekspolitasi Facebook dan 'memanen' jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.

Dokumen yang dilihat Observer dan dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook, menunjukkan bahwa raksasa media sosial itu pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, Facebook saat itu dinilai gagal memperingatkan para pengguna, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya