Kota Ini Terapkan 5 Langkah Gila agar Tak Kehabisan Air Bersih

Kota ini sedang berjuang agar tetap mendapat pasokan air bersih yang mencukupi.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 07 Mei 2018, 19:20 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 19:20 WIB
Cape Town, Kota yang Tengah Menghitung Hari Menuju Kehabisan Air
Foto diambil pada Mei 2017, memperlihatkan tandus dan kering serta matinya pohon di dekat bendungan Theewaterskloof, Cape Town (RODGER BOSCH / AFP)

Liputan6.com, Cape Town - Masyarakat di kota Cape Town, Afrika Selatan, dapat sedikit bernapas lega, karena risiko kehabisan pasokan air bersih bisa ditangguhkan tahun ini.

Hal tersebut tidak lain merupakan imbas dari kebijakan pemerintah kota yang mendesak empat juta warganya untuk memangkas konsumsi air bersih, baik untuk konsumsi harian maupun irigasi pertanian.

Meski begitu, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Senin (7/5/2018), kota yang terletak tidak jauh dari Tanjung Harapan itu masih akan menghadapi krisis pasokan air bersih hingga setidaknya dua tahun ke depan.

Enam bendungan utama kota itu sekarang rata-rata hanya menyimpan 21 persen dari total kapasitas tampungnya, atau hampir kurang dua persen dari tahun lalu.

Jika hujan musim dingin mengecewakan dan kekeringan selama tiga tahun terakhir tidak teratasi, ancaman yang disebut "Day Zero" - ketika keran air akan mengering – bisa dipastikan akan semakin mempersulit kehidupan warga Cape Town.

Pemerintah Cape Town, bersama dengan otoritas pusat dan beberapa ilmuwan terkait, mencoba merumuskan lima solusi 'gila' dalam upaya menghindari hilangnya pasokan air bersih setempat. Kelima solusi tersebut adalah sebagai berikut:

 

Simak video pilihan berikut:

 

1. Mendorong Turunnya Permintaan Konsumsi Air Bersih

Ilustrasi air (iStockphoto)
Ilustrasi air (iStockphoto)

Tarif yang lebih tinggi, pembatasan penggunaan, dan kampanye iklan yang keras telah mendorong konsumsi hingga 509 juta liter per hari, dari 1,2 miliar liter pada tiga tahun lalu. Itu masih lebih tinggi dari target pemerintah kota, yakni maksimal 450 juta liter per hari. 

Selain itu, kenaikan harga lebih lanjut dalam waktu dekat, di mana otoritas kota bermaksud memasang lebih banyak perangkat yang membatasi aliran air ke rumah tangga, yang melebihi kuota harian mereka sebesar 50 liter per orang.

Sementara langkah-langkah tersebut dapat membantu mengekang permintaan, banyak rumah tangga dan bisnis masih berjuang menyesuaikan ruang lingkup terbatas dalam konsumsi air bersih.

2. Membangun Lebih Banyak Kilang Desalinasi

Ilustrasi dasar laut
Ilustrasi dasar laut (iStock)

Saat ini, pembangunan tiga unit pabrik desalinasi skala kecil hampir selesai, di mana nantinya mampu menghasilkan total 16 juta liter air per hari hampir selesai.

Sementara itu, pemerintah kota tengah menghindari perawatan tanaman besar karena alasan biaya tinggi, masalah lingkungan dan risiko bahwa mereka tidak akan diperlukan jika ada curah hujan yang memadai.

Fokus pemerintah sekarang adalah menimbang apakah akan membangun fasilitas yang bisa menyediakan sebanyak 150 juta liter air sehari pada 2021, atau memaksimalkan kapasitas unit produksi yang ada.

Pabrik desalinasi dengan kapasitas 20 juta liter lainnya, yang diharapkan bisa beroperasi pada 2020 mendatang, juga sedang dipertimbangkan.

3. Mendaur Ulang Limbah Air

Saat Atlet Dayung Berlatih di Tengah Limbah Busa
Atlet dayung pemula Tim Pemprov DKI terjatuh saat berlatih di tengah busa limbah BKT di Jakarta, Minggu (25/3). Air kali BKT dipenuhi dengan busa selepas pintu air Weis-3 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara menuju teluk. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Kota Cape Town bermaksud membangun pabrik daur ulang limbah air bersifat sementara, yang akan menghasilkan 10 juta liter air per hari mulai akhir tahun ini, dan mempertimbangkan pembangunan fasilitas permanen yang dapat memproses sebanyak 90 juta liter setiap hari pada 2020.

Menurut laporan Water Outlook, perkiraan biaya pembuatan air limbah adalah sekitar 7.50 rand (sekitar Rp 8.400 ) per 1.000 liter, lebih mahal setengah dari biaya desalinasi.

Meski mahal, daur ulang limbah air dianggap memiliki kontinuitas yang lebih tinggi, dan risiko kerusakan lingkungan yang lebih sedikit.

4. Menggunakan Lebih Banyak Air Tanah

Ilustrasi air mancur (iStock)
Ilustrasi air mancur (iStock)

Sekitar 12 juta liter air dipompa setiap hari dari akuifer bawah tanah, dan ada rencana untuk menggali beberapa situs lainnya, guna meningkatkan pasokan air bersih hingga sebanyak 150 juta liter.

Menurut pemerintah setempat, lebih murah dan lebih cepat untuk memompa air dari tanah daripada memurnikan, atau menghilangkan garam laut (desalinasi).

Namun, dampak lingkungan dari metode ini cenderung negatif. Sifat kontinuitasnya pun rendah, karena berkaitan dengan kondisi alam sekitarnya yang tengah dilanda kekeringan.

5. Mengimpor Gunung Es dari Antartika

Runtuhnya Jembatan Es di Gletser Argentina
Bongkahan es yang runtuh dari Perito Moreno Glacier di Taman Nasional Los Glaciares, Argentina, Sabtu (10/3). Formasi es seluas 250 km persegi & panjang 30 km ini merupakan satu dari 48 gletser yang terbentuk dari pegunungan Andes. (Walter Diaz/AFP)

Pakar penyelamatan lingkungan, Nick Sloane, telah mengusulkan menggunakan tugboat dan tanker untuk memandu gunung es sejauh 1.000 mil laut, dari perairan Antartika ke lepas pantai Teluk Saldanha, di utara Cape Town. Nantinya, gunung es itu bisa dipanen airnya, dengan potensi air bersih yang cukup baik.

"Satu gunung es dapat menyediakan sekitar 130 juta liter air setiap hari selama setahun dan biaya pemindahannya akan menjadi sekitar setengah dari desalinasi," kata Sloane menjelaskan.

Namun, pemerintah Cape Town mengatakan tidak akan mempertimbangkan proposal terkait, karena dinilai terlalu berisiko dan mahal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya