Liputan6.com, Islamabad - Penghitungan pemilu Pakistan 2018 telah berakhir, hasilnya menunjukkan kemenangan bagi partai oposisi, Pakistan Tehreek-i-Insaf (PTI) yang dipimpin oleh eks atlet kriket Imran Khan.
Tapi, PTI gagal menang secara mayoritas, dengan hanya berhasil merebut 115 dari total 270 kursi parlemen Majelis Nasional, menurut laporan komisi pemilu Pakistan, seperti dikutip dari CNN, Minggu (29/7/2018).
Pesaing terdekat PTI, yang merupakan partai pemerintah saat ini, Pakistan Muslim-League-Nawaz (PML-N) --dari dinasti politik Nawaz Sharif-- menduduki posisi kedua dengan perolehan 64 kursi.
Advertisement
Sementara partai Pakistan People's Party (PPP) --dari dinasti politik keluarga Bhutto-- memperoleh 43 kursi.
Karena tak menang mayoritas, berbagai pihak memperkirakan bahwa PTI harus membentuk aliansi dengan partai lain yang sehaluan di parlemen guna menyokong status mayoritas mereka di Majelis Nasional Pakistan.
Baca Juga
Dengan sistem pemerintahan parlementer, pemilu Pakistan 2018 merupakan ajang bagi sekitar 3.459 kandidat parlemen yang mewakili 100 partai politik untuk memperebutkan total 272 kursi di Majelis Nasional Pakistan.
Dari total 272 kursi, enam puluh kursi disisihkan untuk perempuan dan 10 di antaranya untuk kelompok agama minoritas, termasuk Hindu.
Setelah seluruh kursi parlemen terisi, para wakil rakyat tersebut akan melaksanakan konsolidasi dan pemilihan perdana menteri. Kuat diprediksi, pemimpin partai pemenang pemilu, yakni Imran Khan dari PTI, akan menjadi perdana menteri baru Pakistan.
Imran Khan, yang berkampanye dengan platform anti-korupsi dan pemerintahan kerakyatan, bersumpah untuk mengubah bangsa dan mereformasi institusi-institusi publik Pakistan. Dia mengatakan bahwa korupsi telah "menggerogoti negara ini seperti kanker."
Dia juga berjanji mengakhiri beberapa dekade apa yang ia sebut korupsi dan penyahgunaan wewenang dari para dinasti politik keluarga Nawaz Sharif dan Benazir Bhutto. Kemenangannya juga telah dianggap bersejarah karena mendobrak dominasi dua tahun dari partai politik Pakistan yang memerintah.
Simak video pilihan berikut:
Pakistan Baru di Bawah Pemerintahan Imran Khan?
Di sebuah negara yang terobsesi dengan kriket, Imran Khan secara cerdik memanfaatkan status bintangnya sebagai eks atlet olahraga tersebut untuk bertransisi karir ke dunia politik, mendirikan PTI, atau dikenal sebagai Partai Keadilan, pada tahun 1996.
Imran Khan dan PTI membangun citranya sebagai pihak yang akan memberantas korupsi di Pakistan. Dan hal itu menarik simpati dari kalangan pemilih muda dan kelompok ekonomi menengah negara tersebut.
Popularitas Imran Khan melonjak dalam beberapa tahun terakhir ketika ia berbagi visinya untuk "Pakistan baru" pada saat kelas menengah negara itu telah tumbuh kecewa dengan ekonomi yang berada di ambang krisis. Mata uang telah berputar, inflasi persisten dan utang tetap tinggi.
Imran Khan juga secara luas dilihat sebagai kandidat yang disukai oleh kalangan militer, yang telah secara langsung memerintah Pakistan sejak 1947, dan telah mempertahankan pengaruh besar terhadap politik selama periode itu.
Dia adalah seorang pengkritik keras atas operasi militer AS untuk melawan teror, terutama penggunaan serangan pesawat tak berawak di Pakistan, yang menargetkan jaringan teroris tetapi juga membunuh warga sipil Pakistan.
Tetapi ketika militer Pakistan bekerja sama dengan Amerika Serikat, tidak jelas apakah Imran Khan akan terus mengkritik Washington yang dipimpin Donald Trump.
Di sisi lain, beberapa kritikus menuduh para jenderal militer berperan mencampuri pemilu untuk kemenangan terhadap Imran Khan.
Imran telah berulang kali membantah tudingan bahwa ia didukung oleh militer dan mengutuk kandidat yang memanfaatkan isu tersebut untuk mencoreng jejak kampanyenya. Dugaan kedekatan militer dengan Imran Khan menuai reaksi negatif bagi sejumlah pemilih. Karena, hal itu membangkitkan kembali memori kelam atas pemerintahan militeristik di Pakistan selama 71 tahun.
Advertisement