Merusak Ekosistem, Ilmuwan Rusia Kecam Pembuangan Sampah Plastik ke Laut

Tahukah Anda, sebagian besar plastik memiliki nanopartikel karbon dan silikon yang memiliki racun untuk kehidupan laut.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Agu 2018, 09:31 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2018, 09:31 WIB
Potret sampah plastik di lautan (AFP)
Potret sampah plastik di lautan (AFP)

Liputan6.com, Moskow - Hampir 80 persen plastik buatan manusia berakhir di lautan, dan sebagian besar memiliki nanopartikel karbon dan silikon yang memiliki racun untuk kehidupan laut.

Selama empat tahun terakhir, sekelompok peneliti Rusia mempelajari partikel karbon dan silikon yang digunakan untuk membuat plastik. Bahan-bahan ini sangat merusak kehidupan laut, kata Profesor Kirill Golokhvast dari Universitas Federasi Utara Jauh (FEFU).

"Kami sudah punya data dampak dari elemen-elemen ini pada flora fauna darat, tetapi belum ada studi sistematis tentang potensi kerusakannya terhadap kehidupan laut," kata Golokhvast, demiikian dikutip dari laman RBTH Indonesia, Sabtu (18/8/2018)

"Sementara itu, hingga 80 persen plastik dan komposit planet ini berakhir di lautan, di mana perlu beberapa ratus tahun bagi mereka untuk terurai."

Nanopartikel karbon dan silikon berbahaya digunakan untuk meningkatkan variasi plastik; misalnya, untuk pipa minyak dan banyak produk sehari-hari, seperti pakaian. Mereka dibuang ke laut bersama plastik.

Unsur-unsur berbahaya, menurut Golokhvast, masuk ke perairan dari semua daerah urban, dan seringnya datang dari mobil, pengelasan, dan proses penyepuhan elektro. Namun ada juga yang masuk ke lautan langsung dari udara.

"Jumlah partikel mikro berbahaya terus berkembang," kata Golokhvast.

"Mereka terdiri dari bahan sintetis, logam, plastik dan jelaga, yang prosesnya tidak alami. Semakin kecil partikel-partikel ini, semakin berbahaya dan beracun. Jika kami tak mengumpulkan data tentang bahaya yang terus meningkat ini, dan tidak segera memikirkan solusinya, maka semuanya bisa terlambat."

Untuk penelitiannya, para ilmuwan memilih objek yang menarik, Heterosigma akashiwo, mikroalga laut bersel tunggal dari Teluk Pyotr yang Agung di Laut Jepang.

Jenis fitoplankton ini tersebar luas di Timur Jauh. Ia dianggap sebagai "pemurni" alami untuk air. Selain itu, sel mikroalga punya dinding tipis, yang berarti mereka lebih mudah terdampak dari apa yang terjadi di lingkungan.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Zat Berbahaya

Hamparan Sampah Penuhi Muara Angke Bak Pulau di Atas Laut
Sampah plastik yang menumpuk di kawasan wisata hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta, Sabtu (17/3). Setelah dibersihkan, perairan dengan luas 7.500 meter persegi itu akan dijadikan kolam tambak ikan bandeng. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Kandungan nanopartikel plastik sebanyak 100 mg per liter air menyebabkan mikroalga mati. Keracunan akut tercatat pada hari ketiga percobaan, dan keracunan kronis terjadi pada hari ketujuh.

Para peneliti percaya bahwa tabung nano merusak membran sel dan menyebabkan mereka mati. Juga, serat nano menyebabkan perubahan bentuk mikroalga karena senyawa nikel yang dikandungnya, 

Para ilmuwan baru memiliki data mikroalga, bulu babi, dan moluska. Para peneliti Rusia tersebut juga bekerja sama dengan spesialis India dalam melakukan percobaan terhadap ikan.

Mereka sekarang berencana membuat model dampak partikel mikro berbahaya pada kehidupan tumbuhan dan hewan laut. Tujuannya adalah mengidentifikasi bakteri atau jamur yang dapat membantu memperbaiki kerusakan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya