Ke India, Vladimir Putin Siap Sepakati Kerja Sama Senjata Senilai Rp 75 Triliun

Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan dua hari ke India, sebagai tindak lanjut Moskow untuk menandatangani kesepakatan senjata senilai miliaran dolar.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Okt 2018, 12:34 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2018, 12:34 WIB
Presiden Vladimir Putin berpelukan dengan Perdana Menteri Narendra Modi dalam kunjungan Rusia selama dua hari di India (AP/Mikail Metzel)
Presiden Vladimir Putin berpelukan dengan Perdana Menteri Narendra Modi dalam kunjungan Rusia selama dua hari di India (AP/Mikail Metzel)

Liputan6.com, New Delhi - Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan melakukan kunjungan dua hari ke India. Kunjungan tersebut diperkirakan sebagai tindak lanjut Moskow untuk menandatangani kesepakatan senjata senilai miliaran dolar, terlepas dari ancaman sanksi oleh Amerika Serikat (AS).

Perdana Menteri India Narendra Modi pada Kamis 4 Oktober 2018 malam menyambut Putin di ibu kota New Delhi. Keduanya lalu makan malam informal.

Pembicaraan resmi diperkirakan akan dimulai hari ini, ketika hampir 20 perjanjian bilateral akan ditandatangani di bidang-bidang seperti pertahanan, energi nuklir, eksplorasi ruang angkasa dan ekonomi, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (5/10/2018).

Kremlin mengatakan "fitur kunci" dari kesepakatan dengan India adalah penandatanganan kesepakatan senilai US$ 5 miliar (setara Rp 75 triliun dengan kurs Rp 15.187 per satu dolar) untuk sistem pertahanan udara S-400, meskipun ada undang-undang AS yang menjatuhkan sanksi kepada negara manapun yang berdagang dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia.

"Peningkatan dalam sistem persenjataan, termasuk sistem pertahanan udara dan rudal S-400, akan menjadi fokus khusus untuk CAATSA (elemen sanksi dari AS)," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip oleh kantor berita India PTI.

"S-400 menarik perhatian karena Trump-AS overhang."

"Dengan undang-undang domestik AS untuk menghindarkan negara-negara --seperti India-- dari terlibat perdagangan 'signifikan' dengan Rusia, ada subteks politik visibilitas tinggi tentang bagaimana kesepakatan ini akan berdampak terhadap hubungan bilateral India dan AS," kata Commodore (pensiunan) Uday Bhaskar, direktur di The Society for Policy Studies, New Delhi.

"Tanggapan AS akan terbukti pada 5 November, ketika kedua perdagangan dengan Rusia dan impor hidrokarbon dari Iran akan mencapai titik kritis. Jika AS memutuskan untuk melanjutkan dengan undang-undang domestiknya, dan meminta hukuman atau sanksi terhadap New Delhi, itu akan menguji ketahanan bilateral kedua negara," lanjutnya.

Bhaskar menambahkan situasinya akan menjadi tidak masuk akal, jika AS menempatkan India dan China dalam "keranjang sanksi serupa".

Disebutkan pula bahwa hal itu kemungkinan akan menjadi lebih kompleks ketika China ikut memantau masalah S-400, yang menurut Bhaskar, terkait implikasi strategis jangka panjang Negeri Tirai Bambu di jalur sutra baru di Samudera Hindia.

Bulan lalu, Washington menjatuhkan sanksi keuangan kepada militer China karena membeli jet tempur Sukhoi Su-35 dan bagian sistem pertahan S-400 dari Rusia.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Kompleksitas Hubungan AS-India-China

Bendera India
Bendera India (iStock)

Banyak pengamat menilai AS berada dalam posisi yang sulit ketika berbicara tentang India, yang ingin meningkatkan hubungan dengan New Delhi untuk melawan ancaman China yang kian meningkat.

Washington dan New Delhi mengumumkan rencana bulan lalu untuk latihan militer bersama pada 2019 dan menyepakati pertukaran informasi militer yang sensitif. AS sekarang menjadi pemasok senjata terbesar kedua di India.

Tetapi Rusia tetap nomor satu, kesepakatan baru dengan raksasa Asia akan menjadi kemenangan besar bagi Moskow, dan penghinaan besar bagi AS.

Presiden Vladimir Putin dan PM Narendra Modi, yang disebut tengah menikmati hubungan baik, juga cenderung membahas kesepakatan untuk empat armada frigat kelas Krivak senilai US$ 2 miliar (setara Rp 30,3 triliun), dan 200 unit helikopter utilitas Ka-226 yang dipatok senilai US$ 1 miliar (setara Rp 15 triliun).

Para ahli mengatakan India membutuhkan sistem S-400 yang canggih untuk mengisi kekosongan kritis dalam kemampuan pertahanannya, mengingat kebangkitan China dan ancaman yang dirasakan dari Pakist.

"India mengalami keprihatinan tentang kemungkinan perang, di mana ia harus menghadapi beberapa bentuk konfrontasi dari Pakistan dan China pada saat yang sama," kata Pramit Pal Chaudhuri, analis kebijakan luar negeri di New Delhi.

"Kekuatan Angkatan Udara India juga telah melemah karena masalah akuisisi. India telah berkeliling (ke beberapa kekuatan militer global) selama beberapa waktu terakhir, untuk mencari sistem pertahanan udara," lanjutnya kepada Al Jazeera.

"Sistem S-400 belum diuji dalam perang, tetapi secara teknologi mereka cukup bagus, juga relatif murah. Jadi hal itu dinilai sebagai solusi yang baik," tambahnya.

Saat ini, India adalah importir senjata terbesar di dunia, dan baru saja menaikkan anggaran hingga US$ 100 miliar (setara Rp 1.500 triliun), untuk menggantikan sebagian besar alat militer buatan Soviet yang telah tua, termasuk jet MiG yang sering mengalami kecelakaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya