Pagar Berduri Juga Sambut Kafilah Migran di Dekat Pintu Masuk AS

Pasukan Amerika Serikat mendirikan pagar kawat berduri dan barikade di persimpangan California.

oleh Afra Augesti diperbarui 14 Nov 2018, 16:01 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2018, 16:01 WIB
Kafilah Migran Meksiko
Presiden Trump memerintahkan pasukan ke daerah perbatasan beberapa hari sebelum pemilu tengah dan sebelum kedatangan kafilah imigran dari Amerika Tengah. (Guillermo Arias/AFP)

Liputan6.com, Mexico City - Ratusan kafilah migran Amerika Tengah, yang berencana mencari suaka di Amerika Serikat, telah mencapai Tijuana (kota yang terletak di perbatasan Meksiko bagian utara).

Sebagai bentuk respons, Donald Trump menerjunkan sejumlah personel militer di wilayah tersebut, dengan tujuan untuk memperkuat keamanan negara. Di kawasan itu juga dipasang kawat berduri dan barikade.

Sekitar 400 migran yang memisahkan diri dari kafilah utama di Kota Meksiko (Mexico City) tiba di Tijuana pada Selasa waktu setempat, 13 November 2018, dengan menggunakan bus.

Semua karavan ini diperkirakan akan tiba dalam beberapa hari mendatang, menurut laporan dari organisasi hak asasi manusia. Demikian seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (14/11/2018).

Para migran dalam rombongan itu mengatakan, mereka tidak terpengaruh oleh sikap anti-migran dari pemerintahan Donald Trump, dan masih kekeh untuk mencari suaka di Negeri Paman Sam.

Kenny Moran, lelaki yang ikut dalam kafilah migran tersebut, mengatakan bahwa perjalanan sebulan penuh dari tempat tinggalnya di Honduras ke perbatasan adalah sesuatu yang sulit, sebab ia membawa serta putrinya yang berusia 3 tahun dengan kereta bayi. Meski berat, ia optimis untuk mencapai Amerika Serikat.

Moran dan pasangannya, Victoria (19), meninggalkan Tegucigalpa (ibu kota Honduras) dengan harapan perekonomian keluarganya bisa berubah membaik. Selain itu, ia juga berniat untuk menghindari kekerasan yang dilakukan oleh geng-geng di Meksiko.

"(Kami) tidak mungkin tinggal di Honduras. Gerombolan tersebut tidak bakal membiarkan kami hidup. Tidak ada pekerjaan, dan jika kami memiliki pekerjaan, gaji kami amat kecil dan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari," ungkap Moran.

"Kami tidak mengenal siapa pun di Amerika Serikat, tetapi saya mendengar ada banyak lapangan pekerjaan di Houston," lanjut pria berusia 23 tahun itu.

Sementara itu, dikutip dari RT.com, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis, menyebut bahwa ia akan melakukan perjalanan ke daerah perbatasan pada hari Rabu.

Ini merupakan kunjungan perdana Mattis, sejak militer mengumumkan bahwa lebih dari 7.000 pasukan AS telah bersiaga di daerah perbatasan karena sebagian besar kafilah migran sudah melewati Meksiko.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Sikap Tegas AS

Perjalanan Imigran Honduras
Seorang imigran Honduras mendorong kereta bayi dengan dua anaknya dalam perjalanannya menuju AS di Oaxaca, Meksiko, 29 Oktober 2018. Kereta dorong bayi tak hanya untuk balita mereka, tetapi juga dapat digunakan membawa barang-barang. (Guillermo Arias/AFP)

US Customs and Border Protection (CBP) atau Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka akan menutup area di sepanjang jalur perbatasan San Ysidro dan Otay Mesa dari Tijuana, agar Departemen Pertahanan AS bisa memasang kawat berduri dan memposisikan barikade.

Tijuana, kota yang berada di negara bagian Baja California (Meksiko), berada di ujung barat perbatasan AS, sekitar 17 mil (38 km) dari San Diego, California.

"CBP telah dan akan terus mempersiapkan kedatangan ribuan orang yang bermigrasi dalam sebuah karavan, yang bergerak menuju perbatasan Amerika Serikat," tutur Direktur Operasi Lapangan CBP di San Diego, Pete Flores.

Pemerintahan Donald Trump telah mengambil sikap tegas terhadap kafilah, yang memulai perjalanannya ke utara pada 13 Oktober, dan sempat bentrok dengan pasukan keamanan di selatan Meksiko pada awal perjalanan mereka.

Karavan migran, atau eksodus imigran besar-besaran yang melewati Honduras menuju AS (AP/Moises Castilo)

Pada hari Jumat, 9 November, Trump menandatangani sebuah dekrit yang menangguhkan pemberian suaka bagi mereka yang melintasi perbatasan secara ilegal. Keputusan presiden ke-45 AS itu dianggap sebagai sebuah langkah yang dapat memperlambat pergerakan kafilah migran di pintu masuk AS.

Kendati demikian, sejumlah migran mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah dan tidak takut.

"Saya akan lebih senang jika di tahanan di Amerika Serikat ketimbang kembali ke negara saya, di mana saya tahu mereka akan membunuh saya karena berbeda," kata Nelvin Mejia, seorang wanita transgender yang tiba di Tijuana pada Senin, bersama sekitar 70 orang pencari suaka.

"Bulan lalu, mereka membunuh pasangan saya, dan saya tidak ingin berakhir seperti itu," ucapnya sedih.

Gustavo, seorang pria asal Guatemala yang tiba di Tijuana pada Selasa pagi, mengatakan, "Saya sadar bahwa saya tidak akan mendapatkan suaka. Saya orang miskin dari Guatemala, namun saya menginginkan kehidupan yang lebih baik (di AS), meski saya tahu mereka (pemerintah AS) tidak akan memberikannya."

Gustavo menjelaskan bahwa ia berencana untuk tinggal di Tijuana "sampai krisis tersebut reda". Bila demikian, ia akan mencari cara untuk memasuki AS.

Selama bertahun-tahun, ribuan imigran Amerika Tengah telah memulai perjalanan panjang dari Meksiko ke Amerika Serikat. Banyak di antara mereka yang tewas karena faktor kelelahan atau diculik oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi.

Sementar itu, lebih dari seribu migran dari setidaknya tiga kelompok kafilah, dilaporkan sedang berjalan dari Meksiko menuju perbatasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya