Liputan6.com, Manila - Para prajurit perempuan berhijab akan ditempatkan di seluruh Filipina sebagai bagian dari inisiatif nasional negara itu untuk melakukan tindakan kontraterorisme.
Apa yang disebut "pasukan hijab" itu juga akan memberikan dukungan vital bagi komunitas yang mengalami trauma akibat perang berlatar terorisme --seperti yang terjadi di Marawi pada 2017.
Advertisement
Baca Juga
Penempatan mereka di wilayah-wilayah utama di seluruh negeri pun mengikuti keberhasilan penyebaran mereka selama pengepungan Marawi tahun lalu, ketika teroris lokal yang terinspirasi ISIS merebut kota itu.
Kolonel Angkatan Darat Filipina, Romeo Brawner Jr mengatakan, pasukan berhijab itu telah dilatih untuk mencegah dan melawan kekerasan berbasis ekstremisme.
"Karena keberhasilan mereka di Marawi, diyakini bahwa mereka juga akan efektif di tempat lain," katanya kepada Arab News, dilansir pada Selasa (18/12/2018).
"Mereka akan menyediakan layanan pendampingan kultural dan psikososial di masyarakat perkotaan. Mereka juga akan membantu dalam menjaga ketertiban dan keamanan di kota-kota, tambahnya."
Seperti halnya Marawi, pasukan perempuan berhijab itu juga akan dikerahkan ke daerah lain di Filipina, termasuk kota Caloocan, Malabon, Navotas dan Valenzuela, dan Desa Maharlika.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
Raih Penghargaan Atas Kontribusi di Marawi
Pekan lalu, Angkatan Darat Filipina mengadakan upacara khusus di mana kontribusi "pasukan hijab" untuk rehabilitasi yang sedang berlangsung di Marawi, telah diakui.
Anggota unit tentara berhijab, terdiri dari empat perwira dan 56 tamtama, dianugerahi Medali Merit Militer untuk layanan mereka di Marawi pada 2017.
Keterlibatan utama mereka adalah memberikan dukungan kepada pemerintah lokal dan lembaga-lembaga lain dalam membantu mereka yang terlantar oleh lima bulan pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok teror Maute.
Mereka secara khusus fokus pada pendidikan perdamaian dan membantu dalam penanganan psikososial, terutama di antara anak-anak dan orang-orang muda yang trauma oleh perang.
Pengerahan tentara perempuan yang mengenakan jilbab terkonsentrasi di daerah-daerah di mana mayoritas penduduknya memeluk Islam.
Diosita Andot, wakil sekretaris kantor penasehat presiden pada proses perdamaian di Filipina, mengatakan kepada para perempuan di upacara penghargaan:
"Ketika para perempuan masuk dalam militer, Anda sudah dalam tugas pemeliharaan perdamaian. Tetapi saya tahu bahwa dengan pekerjaan yang Anda lakukan di kamp IDP (pengungsi internasional), Anda juga bisa melakukan perdamaian dan membangun perdamaian juga."
Advertisement