Liputan6.com, Brasilia - Di hari pertama memerintah, presiden baru Brasil yang berasal dari sayap kanan, Jair Bolsonaro, mengeluarkan perintah eksekutif untuk menargetkan kelompok-kelompok minoritas negara itu, termasuk di dalamnya pribumi yang merupakan keturunan budak.
Bolsonaro bertindak cepat mewujudkan janji kampanyenya yang akan merombak banyak aspek kehidupan di negara demokrasi terbesar di Amerika Latin itu. demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (3/1/2019).
Salah satu kebijakan yang dirilis pada Selasa malam itu disebut akan menguntungkan para sekutunya di sektor agribisnis, yang telah lebih dulu mengkritik pemberian petak besar tanah kepada kelompok-kelompok masyarakat adat setempat.
Advertisement
Baca Juga
Bolsonaro diketahui telah mengalihkan tanggung jawab untuk mengurus wilayah adat dari Kementerian Kehakiman ke Kementerian Pertanian.
Menteri Pertanian yang baru, Tereza Cristina, adalah bagian dari kaukus agribisnis di majelis rendah Brasil, yang telah menentang tuntutan hak tanah dari masyarakat pribumi.
Keputusan sementara, yang akan berakhir kecuali diratifikasi dalam waktu 120 hari oleh Kongres Brasil, menanggalkan kekuasaan atas keputusan klaim tanah dari badan urusan adat FUNAI, sebelumnya di bawah Kementerian Kehakiman.
FUNAI, yang juga mengawasi inisiatif lain untuk masyarakat adat, seperti perawatan kesehatan, perumahan dan pelestarian bahasa, akan dipindahkan ke kementerian baru untuk keluarga, wanita dan hak asasi manusia.
Rencana tersebut juga menggerakkan Dinas Kehutanan Brasil, yang mempromosikan pemanfaatan hutan lestari yang saat ini terkait dengan Kementerian Lingkungan Hidup, untuk kemudian berada di bawah kendali Kementerian Pertanian.
Selain itu, keputusan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Pertanian akan bertanggung jawab atas pengelolaan hutan publik.
Simak video pilihan berikut:
Memulai Pemerintahan dengan Cara Buruk
Perintah di atas memicu kekhawatiran di antara kelompok-kelompok adat, pencinta lingkungan dan organisasi-organisasi hak asasi manusia jika hutan hujan Amazon, dan daerah-daerah Brasil lainnya yang secara ekologis sensitif, akan dibuka untuk eksploitasi komersial lebih besar.
Kandidat presiden tiga kali dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Marina Silva, yang dikalahkan oleh Bolsonaro pada pemilu Oktober lalu, menanggapi dengan penuh khawatir terhadap perintah tersebut.
"Bolsonaro telah memulai pemerintahannya dengan cara yang paling buruk," tulisnya di Twitter.
Dinama Tuxa, anggota Asosiasi Masyarakat Adat Brasil, mengatakan banyak komunitas masyarakat pedalaman memandang takut pada pemerintahan Bolsonaro.
"Kami sangat takut karena Bolsonaro menyerang kebijakan masyarakat adat, mengembalikan perlindungan lingkungan, melakukan invasi wilayah adat dan mendukung kekerasan terhadap masyarakat asli setempat," kata Tuxa.
Observatorio do Clima, sebuah jaringan dari 45 kelompok masyarakat sipil Brasil, mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita Associated Press, bahwa perintah eksekutif "hanyalah langkah pertama untuk memenuhi janji kampanye Bolsonaro tentang pembongkaran tata kelola lingkungan, melepaskan hak-hak masyarakat adat atas kegiatan membuka lahan untuk bisnis ".
"Serangan terhadap FUNAI melampaui mimpi terliar kaukus pedesaan, yang telah bertahun-tahun mencoba untuk meloloskan amandemen konstitusi yang memindahkan demarkasi tanah adat dari presiden ke Kongres," kata organisasi nirlaba itu.
Bolsonaro, mantan perwira militer dan anggota Kongres, mengatakan selama kampanye kepresidenannya bahwa ia akan berhenti membuat konsesi untuk komunitas penduduk asli Brasil.
"Kurang dari satu juta orang tinggal di tempat-tempat yang terisolasi di alam Brasil yang asli," tulis Bolsonaro pada hari Rabu.
"Mereka dieksplorasi dan dimanipulasi oleh organisasi nirlaba. Bersama-sama kita akan mengintegrasikan warga tersebut dan memberi nilai bagi semua warga Brasil," lanjutnya menegaskan.
Advertisement